
Rupiah Punya Peluang Menguat, Meski Perang Dagang Berkobar
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 December 2019 12:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (4/12/2019), akibat sentimen pelaku pasar yang memburuk sehingga melakukan aksi peralihan risiko (risk aversion).
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,05% ke Rp 14.105/US$. Selepas itu Mata Uang Garuda terus mengalami pelemahan hingga 0,18% ke Rp 14.125/US$. Titik tersebut merupakan level terlemah hingga tengah hari.
Presiden AS, Donald Trump, dalam dua hari terakhir melontarkan pernyataan yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Dampaknya aset-aset berisiko berguguran, dan aset aman (safe haven) seperti mata uang yen Jepang dan emas terus menguat.
Rupiah sebagai aset negara emerging market juga dianggap sebagai aset berisiko, sesuai dengan imbal hasil tinggi yang diberikan.
Selasa kemarin, Presiden Trump dalam sebuah wawancara saat menghadiri pertemuan NATO di London menyatakan sebaiknya kesepakatan dagang dengan China dilakukan setelah Pemilihan Umum (Pemilu) AS 2020.
"Dalam beberapa hal, saya menyukai gagasan menunda kesepakatan dengan China sampai Pemilu selesai, tapi mereka ingin membuat kesepakatan sekarang dan kita akan melihat apakah kesepakatan itu akan benar terjadi," kata Trump, sebagaimana dilansir CNBC International.
Pemilu AS akan dilangsungkan November 2020. Jika benar Trump menunda kesepakatan tersebut, perekonomian global berisiko kembali melambat. Apalagi Pemerintah Washington masih berencana menaikkan bea masuk importasi barang dari China. Sehari sebelumnya, Presiden AS ke-45 ini mengobarkan perang dagang dengan Brasil dan Argentina.
"Brasil dan Argentina telah melakukan devaluasi besar-besaran terhadap mata uang mereka, dan hal itu tidak bagus untuk petani kita. Oleh karena itu, efektif secepatnya, saya akan menerapkan lagi bea masuk semua baja dan aluminum yang masuk ke AS dari dua negara tersebut," kata Trump melalui akun Twitternya, sebagaimana dilansir CNBC International.
Belum cukup sampai di sana, Washington juga berencana menaikkan bea masuk importasi produk dari Prancis. Tidak tanggung-tanggung, bea masuk tersebut bisa mencapai 100% dengan total nilai produk US$ 2,4 miliar.
Banyaknya sentimen negatif tersebut bukan berarti rupiah tanpa peluang membalikkan keadaan. Melihat pergerakan Selasa kemarin, rupiah mampu mencetak penguatan meski sentimen pelaku pasar sedang tidak bagus. Indeks dolar AS yang juga sedang merosot membuka peluang rupiah untuk menguat.
Sejak awal pekan, indeks dolar yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam terus mengalami penurunan. Dalam dua hari terakhir, total indeks dolar melemah 0,55% ke 97,73, menjadi yang terlemah sejak 5 November lalu.
Memburuknya sentimen pelaku pasar memang membuat rupiah mengalami tekanan berat, tetapi dengan koreksi indeks dolar, Mata Uang Garuda setidaknya memiliki peluang untuk memangkas pelemahan, dan tidak menutup kemungkinan bisa menguat lagi.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,05% ke Rp 14.105/US$. Selepas itu Mata Uang Garuda terus mengalami pelemahan hingga 0,18% ke Rp 14.125/US$. Titik tersebut merupakan level terlemah hingga tengah hari.
Presiden AS, Donald Trump, dalam dua hari terakhir melontarkan pernyataan yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Dampaknya aset-aset berisiko berguguran, dan aset aman (safe haven) seperti mata uang yen Jepang dan emas terus menguat.
Selasa kemarin, Presiden Trump dalam sebuah wawancara saat menghadiri pertemuan NATO di London menyatakan sebaiknya kesepakatan dagang dengan China dilakukan setelah Pemilihan Umum (Pemilu) AS 2020.
"Dalam beberapa hal, saya menyukai gagasan menunda kesepakatan dengan China sampai Pemilu selesai, tapi mereka ingin membuat kesepakatan sekarang dan kita akan melihat apakah kesepakatan itu akan benar terjadi," kata Trump, sebagaimana dilansir CNBC International.
Pemilu AS akan dilangsungkan November 2020. Jika benar Trump menunda kesepakatan tersebut, perekonomian global berisiko kembali melambat. Apalagi Pemerintah Washington masih berencana menaikkan bea masuk importasi barang dari China. Sehari sebelumnya, Presiden AS ke-45 ini mengobarkan perang dagang dengan Brasil dan Argentina.
"Brasil dan Argentina telah melakukan devaluasi besar-besaran terhadap mata uang mereka, dan hal itu tidak bagus untuk petani kita. Oleh karena itu, efektif secepatnya, saya akan menerapkan lagi bea masuk semua baja dan aluminum yang masuk ke AS dari dua negara tersebut," kata Trump melalui akun Twitternya, sebagaimana dilansir CNBC International.
Belum cukup sampai di sana, Washington juga berencana menaikkan bea masuk importasi produk dari Prancis. Tidak tanggung-tanggung, bea masuk tersebut bisa mencapai 100% dengan total nilai produk US$ 2,4 miliar.
Banyaknya sentimen negatif tersebut bukan berarti rupiah tanpa peluang membalikkan keadaan. Melihat pergerakan Selasa kemarin, rupiah mampu mencetak penguatan meski sentimen pelaku pasar sedang tidak bagus. Indeks dolar AS yang juga sedang merosot membuka peluang rupiah untuk menguat.
Sejak awal pekan, indeks dolar yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam terus mengalami penurunan. Dalam dua hari terakhir, total indeks dolar melemah 0,55% ke 97,73, menjadi yang terlemah sejak 5 November lalu.
Memburuknya sentimen pelaku pasar memang membuat rupiah mengalami tekanan berat, tetapi dengan koreksi indeks dolar, Mata Uang Garuda setidaknya memiliki peluang untuk memangkas pelemahan, dan tidak menutup kemungkinan bisa menguat lagi.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular