Hubungan AS-China 'It's Complicated', Bagaimana Nasib Rupiah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 December 2019 07:33
Hubungan AS-China 'It's Complicated', Bagaimana Nasib Rupiah?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tampaknya akan melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Tanda-tanda depresiasi rupiah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF).

Berikut kurs dolar AS di pasar NDF jelang penutupan pasar kemarin dibandingkan hari ini, Rabu (4/12/2019), mengutip data Refinitiv:

Periode

Kurs 3 Desember (15:52 WIB)

Kurs 4 Desember (07:23 WIB)

1 Pekan

Rp 14.112,3

Rp 14.115,4

1 Bulan

Rp 14.152,9

Rp 14.162,6

2 Bulan

Rp 14.201,3

Rp 14.205,4

3 Bulan

Rp 14.250,3

Rp 14.253,8

6 Bulan

Rp 14.411,48

Rp 14.414,3

9 Bulan

Rp 14.573,58

Rp 14.580,95

1 Tahun

Rp 14.732,58

Rp 14.734,9

2 Tahun

Rp 15.504

Rp 15.350

 
Berikut kurs Domestic NDF (DNDF) pukul 07:06 WIB:
 

Periode

Kurs

1 Bulan

Rp 14.150

3 Bulan

Rp 14.215

 
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.

Bank Indonesia (BI) pun kemudian membentuk pasar DNDF. Meski tenor yang disediakan belum lengkap, tetapi ke depan diharapkan terus bertambah.

Dengan begitu, psikologis yang membentuk rupiah di pasar spot diharapkan bisa lebih rasional karena instrumen NDF berada di dalam negeri. Rupiah di pasar spot tidak perlu lalu membebek pasar NDF yang sepenuhnya dibentuk oleh pasar asing.

 

 

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan apresiasi 0,14% di hadapan dolar AS. Padahal rupiah menghabiskan sebagian besar hari di zona merah, baru menguat jelang tutup lapak.


Namun hari ini sepertinya mata uang Tanah Air sulit mengulangi pencapaian serupa. Pasalnya, sentimen eksternal sedang tidak mendukung.

Hawa perang dagang AS-China memanas lagi. Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa dirinya tidak akan terburu-buru untuk meneken kesepakatan dagang dengan China.

"Saya tidak punya tenggat waktu, tidak. Bahkan, saya senang dengan ide menunggu sampai setelah Pemilu untuk mencapai kesepakatan dengan China. Namun mereka (China) ingin ada kesepakatan sekarang, jadi kita lihat saja," ungkap Trump kepada para jurnalis di London, seperti diberitakan Reuters.


Sebagai informasi, Pemilu AS baru digelar November 2020. Padahal pasar (dan seluruh dunia) sudah begitu menantikan adanya perjanjian damai dagang AS-China Fase I. Namun Trump malah bilang itu mungkin saja baru terwujud setahun lagi.

Tidak hanya itu, hubungan AS-China malah berisiko memanas dan mungkin memicu perang dagang lebih lanjut. Reuters mewartakan bahwa pemerintah AS sedang mengkaji kemungkinan melarang Huawei (perusahaan telekomunikasi asal China) untuk terlibat dalam sistem keuangan Negeri Paman Sam.

Sumber di lingkaran pemerintah AS mengungkapkan, Huawei akan masuk ke daftar Specially Designated Nationals (SDN). Kebijakan ini kemungkinan diterapkan dalam beberapa bulan ke depan, tergantung perkembangan situasi.

Ketika seseorang atau korporasi berada di daftar SDN, maka asetnya akan dibekukan dan orang-orang di AS tidak boleh berurusan dengan mereka. Jika ini benar terjadi, maka Huawei akan berada di kelompok yang sama dengan para teroris, pengedar narkotika, atau pelaku perdagangan manusia.

Belum lagi ada informasi bahwa Kongres AS lagi-lagi bakal mengesahkan Undang-undang (UU) yang berisiko membuat China murka. Setelah Hong Kong, AS kini dikabarkan sedang menyusun UU penegakan hak asasi manusia di XInjiang. Wilayah ini mendapat sorotan dunia karena ditengarai terjadi pelanggaran hak asasi manusia kepada etnis minoritas.

 
Kalau di Facebook, mungkin hubungan AS-China boleh dibilang it's complicated. Rumit, benci tetapi rindu, butuh tetapi gengsi.

Ketidakpastian kapan damai dagang bisa tercipta (malah yang ada risiko perang dagang kembali bergelora) membuat pelaku pasar kehilangan risk appetite. Aset-aset berisiko tidak menjadi pilihan untuk sementara waktu, lebih baik bermain aman sampai situasi membaik.

Sentimen ini sudah membuat Wall Street terkapar, di mana Dow Jones Industrial Average jatuh 1,01%, S&P 500 terkoreksi 0,66%, dan Nasdaq Composite turun 0,55%. Sangat mungkin rupiah akan menjadi korban selanjutnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular