Cek Fakta

Likuidasi 6 Reksa Dana Minna Padi Bakal Bikin IHSG Goyang?

Market - Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 December 2019 22:08
Pelaku pasar sempat panik karena likuidasi enam reksa dana Minna Padi efeknya bisa signifikan hingga menjungkalkan IHSG. Foto: Minna Padi
Jakarta, CNBC Indonesia - Panic! at the Disco. Nama grup musik pop-rock asal Las Vegas (AS) tersebut cocok untuk menggambarkan kejutan yang dibawa oleh pengumuman perintah pembubaran (likuidasi) enam reksa dana PT Minna Padi Aset Manajemen pada 21 November silam.

Surat perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut memang lumrah membuat panik karena informasi tersebut merebak ketika pasar yang lesu dan suram sepanjang November lalu. Belum lagi ada tenggat waktu 60 hari bursa yang ditetapkan peraturan untuk pembubaran tersebut.

Ya, 60 hari bursa adalah tenggat waktu bagi Minna Padi Aset Manajemen untuk membubarkan enam reksa dananya yang diteken OJK. Selain sudah tercantum di dalam peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, tenggat waktu tersebut juga sudah disanggupi si perusahaan fund manager.

Merunut dan mengukur tenggat waktu tersebut sejak 21 November, berarti perusahaan yang sahamnya dimiliki Edy Suwarno dan PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (PADI) tersebut memiliki waktu hingga 19 Februari 2020. Libur yang sudah di dalam hitungan adalah 24, 25, 31 Desember dan 1 Januari 2020.

Beberapa pelaku pasar mengaku panik karena dikhawatirkan likuidasi enam reksa dana itu dapat mengguyur pasar dan menggencet harga-harga saham di portofolionya karena tekanan jual yang begitu besar dari dana kelolaan enam reksa dana yang mencapai Rp 5,75 triliun per akhir Oktober.

Apalagi, tidak sedikit nama-nama saham unggulan (blue chip) yang masuk jajaran portofolio empat reksa dana saham dan dua reksa dana campuran tersebut. Jika saham-saham penguasa pasar tersebut dijual paksa, memang masuk akal dapat menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara umum.

Namun, jangan panik dulu. Dengan hitungan sederhana, mari kita lihat dulu portofolio yang ada di dalam lembar fakta produk reksa dana (fund fact sheet/FFS). FFS adalah lembar fakta bulanan yang disampaikan fund manager kepada publik terkait pertumbuhan, hitungan, dan portofolio produk reksa dana yang mereka kelola.

Berdasarkan data terakhir pada Oktober, ada sembilan saham blue chip dan 12 saham non-blue chipBlue chip adalah saham unggulan yang mencerminkan reputasi kekuatan dan ketahanan perusahaan tidak hanya di masa bagus tetapi juga di masa- sulit sehingga menjadi pemimpin di masing-masing industri.

Jenis saham blue chip berbeda dengan saham lapis dua (second liner) atau bahkan lapis tiga (third liner) yang menjadi pilihan kesekian setelah saham-saham unggulan. Biasanya, saham non-blue chip lebih kecil skala transaksinya karena belum menjadi incaran pasar, dan risikonya dianggap lebih besar dibandingkan saham-saham blue chip.

Namun, saham lapis dua dan lapis tiga juga biasa dianggap saham berkolesterol (gorengan) karena lebih gurih dan likuid transaksinya dengan pergerakan naik-turun lebih intens dibanding saham-saham unggulan.

Dengan menyederhanakan hitungan dan menggunakan asumsi bahwa satu reksa dana mereka hanya mengapit tidak lebih dari 10 saham, masing-masing saham dapat disamaratakan memiliki porsi 10% dari total dana kelolaan yang belum menghiraukan saham blue chip maupun saham lapis dua dan lapis tiga.



Setelah dihitung-hitung dengan memperhitungkan bobot dari masing-masing reksa dana, maka akan didapatkan portfolio saham pada reksa dana yang paling besar akan lebih banyak dibandingkan dengan saham lain yang hanya ada di reksa dana berdana kelolaan cilik.

Reksa dana paling besar di antara keenam produk investasi tersebut adalah RD Minna Padi Pringgondani Saham dengan dana kelolaan Rp 2,12 triliun dan yang terkecil adalah RD Minna Padi Amanah Saham Syariah Rp 293,24 miliar.

Alhasil, didapatlah tiga portofolio terbesar keenam produk itu adalah saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) Rp 479,16 miliar, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Rp 388,68 miliar, dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR) Rp 332,57 miliar.


Porsi Saham Terbesar


Porsi besar tersebut terutama terkait dengan fakta bahwa saham tersebut--mengacu pada FFS--menjadi aset dasar (underlying asset) terbesar di portofolio reksa dana Minna Padi, dibandingkan dengan saham second liner dan third liner.

Selain PGAS, ANTM, dan JSMR, saham unggulan lain dalam kelolaan Mina Padi adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Ada juga PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).


Setelah didapatkan nilai masing-masing saham yang terlihat, mari hitung berapa nilai yang harus dilepas fund manager tersebut untuk masing-masing saham setiap harinya untuk mengembalikan dana nasabah.

Hitungan dilakukan per saham dan dicicil setiap hari, bukan dijual dalam satu waktu karena manajer investasi pasti tidak ingin merusak harga di pasar untuk menjaga likuiditas barang yang masih tersimpan di masing-masing produknya. Selain itu, mari fokus dulu pada saham-saham blue chip dulu daripada saham-saham second liner dan third liner.

Dapat terlihat misalnya pada tiga saham blue chip terbesar tadi, yakni PGAS, ANTM, dan JSMR. PGAS yang nilai portofolionya Rp 479,16 miliar misalnya, jika dibagi rata 60 hari bursa maka perusahaan pengelola dananya hanya perlu 'membuang barang' Rp 7,98 miliar per hari.

Coba mari bandingkan dengan rerata transaksi harian historis PGAS sepanjang November, yang ternyata 13 kali lipatnya yaitu Rp 106,5 miliar/hari.

Apalagi, nilai transaksi harian November di penjuru pasar saham domestik terbilang lesu, yakni senilai Rp 7,4 triliun/hari atau lebih rendah 21,71% dari rerata 10 bulan pertama tahun ini senilai Rp 9,46 triliun/hari.

Aksi jual saham blue chip lain tentu lebih kecil dibanding PGAS. Saham ANTM misalnya, per hari harus dijual Minna Padi di pasar senilai Rp 6,47 miliar/hari, hanya 14,21% atau artinya sangat mini dibandingkan dengan rerata transaksi historisnya pada November Rp 45,51 miliar/hari.

 

Berdasarkan penelusuran tersebut, dengan mengambil skenario bahwa benar saham blue chip masih mendominasi portofolio keenam reksa dana Minna Padi Aset Manajemen itu, maka dapat ditarik garis kesimpulan bahwa likuidasi produk tersebut kecil kemungkinan mampu menggoyang IHSG.

Semoga jauhnya kondisi panik tersebut juga dialami saham-saham non-blue chip dalam portofolio reksa dana yang namanya mirip dunia pewayangan dan juga harus menjual aset dasarnya. Sehingga, pelaku pasar saham dapat move on dan kembali memiliki harapan tinggi usai menghadapi trading lesu November lalu, dengan "alunan" theme song lagu milik Panic! at the Disco berjudul High Hopes.

"Had to have high, high hopes for a living.."

TIM RISET CNBC INDONESIA

Artikel Selanjutnya

Tersengat Dampak Corona, IHSG Ambles Lebih 4%


(irv/irv)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading