
Trump Bikin Runyam, Kurs Dolar Singapura Menguat Lagi
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 December 2019 12:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Selasa (3/12/19), dan mencapai level tertingginya dalam sepekan terakhir.
Dolar Singapura yang terjebak dalam rentang 10.331-10.298 per dolar Singapura pekan lalu, akhirnya bisa lepas Senin kemarin setelah mencatat penguatan 0,28% ke Rp 10335,24/SG$. Sementara pada hari ini, Selasa (3/12/19) pukul 12:10 WIB, mata uang Negeri Merlion ini menguat 0,06% ke level Rp 10.341,29/SG$.
Penguatan di pasar spot juga berdampak pada kurs jual beli di dalam negeri. Berikut kurs jual beli yang diambil dari situs resmi beberapa bank pada pukul 12:35 WIB.
Rupiah sedang tertekan akibat data ekonomi dalam negeri yang mengecewakan Senin kemarin. IHS Markit melaporkan aktivitas sektor manufaktur RI yang masih berkontraksi. Angka indeks yang dinilai dari Purchasing Managers' Indeks (PMI) bulan November dilaporkan sebesar 48,2, lebih baik dari bulan sebelumnya 47,7.
Meski membaik, tetapi angka di bulan November masih di bawah 50 yang menjadi batas antara ekspansi dan kontraksi. Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang semakin menurun, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau aktivitas yang meningkat.
Kontraksi yang dialami dalam dua bulan beruntun tersebut menjadi yang terdalam sejak November 2015. Akibatnya, di kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi di bawah 5%, rupiah pun menjadi tertekan.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Data lain yang dirilis beberapa saat lalu oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi tumbuh 0,14% month-on-month (MoM), dan 3% secara year-on-year (YoY). Kemudian inflasi inti hanya tumbuh 3,08% YoY, melambat dari bulan sebelumnya 3,2% YoY, dan menjadi yang terendah sejak bulan April.
Inflasi inti kerap dijadikan indkator konsumsi, yang memberikan gambaran jika tingkat belanja masyarakat sedang melemah.
Data mengecewakan dari dalam negeri diperburuk dengan potensi terjadinya perang dagang baru.
Menjelang dibukanya perdagangan sesi AS Senin kemarin Presiden Trump berkicau di akun Twitternya. Presiden AS ke-45 ini kembali mengobarkan perang dagang, kali dengan dengan Brasil dan Argentina. Trump mengatakan akan menerapkan lagi bea masuk importasi baja dan aluminium dari kedua negara tersebut.
"Brasil dan Argentina telah melakukan devaluasi besar-besaran terhadap mata uang mereka, dan hal itu tidak bagus untuk petani kita. Oleh karena itu, efektif secepatnya, saya akan menerapkan lagi bea masuk semua baja dan aluminum yang masuk ke AS dari dua negara tersebut" kata Trump melalui akun Twitternya, sebagaimana dilansir CNBC International.
Dampaknya dari cuitan tersebut, bursa Eropa dan AS rontok pada perdagangan Senin kemarin. Indeks S&P 500 melemah 0,9% menjadi penurunan harian terbesar hampir dalam dua bulan terakhir. Indeks Dow Jones bernasib sama, turun 0,9%, Nasdaq lebih besar lagi, yakni 1%.
Bursa saham Asia yang menghijau Senin kemarin, masuk ke zona merah pada hari ini yang berdampak negatif bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Dolar Singapura yang terjebak dalam rentang 10.331-10.298 per dolar Singapura pekan lalu, akhirnya bisa lepas Senin kemarin setelah mencatat penguatan 0,28% ke Rp 10335,24/SG$. Sementara pada hari ini, Selasa (3/12/19) pukul 12:10 WIB, mata uang Negeri Merlion ini menguat 0,06% ke level Rp 10.341,29/SG$.
Penguatan di pasar spot juga berdampak pada kurs jual beli di dalam negeri. Berikut kurs jual beli yang diambil dari situs resmi beberapa bank pada pukul 12:35 WIB.
Bank | Kurs Beli | Kurs Jual |
Bank BNI | 10.313,00 | 10.373,00 |
Bank BRI | 10.262,92 | 10.407,61 |
Bank Mandiri | 10.311,00 | 10.355,00 |
Bank BTN | 10.174,00 | 10.486,00 |
Bank BCA | 10.336,29 | 10.356,65 |
CIMB Niaga | 10.330,00 | 10.341,00 |
Rupiah sedang tertekan akibat data ekonomi dalam negeri yang mengecewakan Senin kemarin. IHS Markit melaporkan aktivitas sektor manufaktur RI yang masih berkontraksi. Angka indeks yang dinilai dari Purchasing Managers' Indeks (PMI) bulan November dilaporkan sebesar 48,2, lebih baik dari bulan sebelumnya 47,7.
Meski membaik, tetapi angka di bulan November masih di bawah 50 yang menjadi batas antara ekspansi dan kontraksi. Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang semakin menurun, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau aktivitas yang meningkat.
Kontraksi yang dialami dalam dua bulan beruntun tersebut menjadi yang terdalam sejak November 2015. Akibatnya, di kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi di bawah 5%, rupiah pun menjadi tertekan.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Data lain yang dirilis beberapa saat lalu oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi tumbuh 0,14% month-on-month (MoM), dan 3% secara year-on-year (YoY). Kemudian inflasi inti hanya tumbuh 3,08% YoY, melambat dari bulan sebelumnya 3,2% YoY, dan menjadi yang terendah sejak bulan April.
Inflasi inti kerap dijadikan indkator konsumsi, yang memberikan gambaran jika tingkat belanja masyarakat sedang melemah.
Data mengecewakan dari dalam negeri diperburuk dengan potensi terjadinya perang dagang baru.
Menjelang dibukanya perdagangan sesi AS Senin kemarin Presiden Trump berkicau di akun Twitternya. Presiden AS ke-45 ini kembali mengobarkan perang dagang, kali dengan dengan Brasil dan Argentina. Trump mengatakan akan menerapkan lagi bea masuk importasi baja dan aluminium dari kedua negara tersebut.
"Brasil dan Argentina telah melakukan devaluasi besar-besaran terhadap mata uang mereka, dan hal itu tidak bagus untuk petani kita. Oleh karena itu, efektif secepatnya, saya akan menerapkan lagi bea masuk semua baja dan aluminum yang masuk ke AS dari dua negara tersebut" kata Trump melalui akun Twitternya, sebagaimana dilansir CNBC International.
Dampaknya dari cuitan tersebut, bursa Eropa dan AS rontok pada perdagangan Senin kemarin. Indeks S&P 500 melemah 0,9% menjadi penurunan harian terbesar hampir dalam dua bulan terakhir. Indeks Dow Jones bernasib sama, turun 0,9%, Nasdaq lebih besar lagi, yakni 1%.
Bursa saham Asia yang menghijau Senin kemarin, masuk ke zona merah pada hari ini yang berdampak negatif bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular