
Analisis
Waduh, Rupiah Bisa Melemah ke Rp 14.130/US$ di Awal Pekan!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 December 2019 12:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah terhadap rupiah di perdagangan pertama bulan Desember, Senin (2/12/2019) hingga ke level terlemah sejak 21 Oktober.
Rupiah mengawali perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.090/US$ dan selepasnya langsung masuk ke zona merah hingga menyentuh Rp 14.121/US$, atau melemah 0,15% pada tengah hari.
Sentimen dari dalam negeri cukup membebani rupiah pada hari. IHS Markit melaporkan aktivitas sektor manufaktur RI yang masih berkontraksi. Angka indeks yang dinilai dari Purchasing Managers' Indeks (PMI) bulan November dilaporkan sebesar 48,2, lebih baik dari bulan sebelumnya 47,7.
Meski membaik, tetapi angka di bulan November masih di bawah 50 yang menjadi batas antara ekspansi dan kontraksi. Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang semakin menurun, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau aktivitas yang meningkat.
Kontraksi yang dialami dalam dua bulan beruntun tersebut menjadi yang terdalam sejak November 2015. Akibatnya, di kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi di bawah 5%, rupiah pun menjadi tertekan.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Pemesanan baru dan penjualan sektor manufaktur, lanjutnya, masih menurun dan dunia usaha memilih mengurangi tenaga kerja serta menurunkan pembelian bahan baku. Ini memberi gambaran bahwa output ekonomi masih akan lemah dalam beberapa bulan ke depan
Data lain yang dirilis beberapa saat lalu oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi tumbuh 0,14% month-on-month (MoM), dan 3% secara year-on-year (YoY). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi November adalah 0,2% MoM dan 3,065% YoY.
Namun sayangnya rupiah belum mampu memangkas pelemahan usai rilis data inflasi yang masih terjaga tersebut.
Dari eksternal, China sebenarnya mengirim kabar bagus. Caixin melaporkan indeks aktivitas manufaktur China yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) naik menjadi 51,8 di bulan November, dibandingkan bulan sebelumnya 51,7.
Angka di atas 50 berarti ekspansi, dengan demikian pada bulan lalu sektor manufaktur China meningkatkan ekspansinya. Angka di bulan November juga mematahkan prediksi penurunan menjadi 51,5 di Forex Factory, tentunya memberikan kelegaan sektor manufaktur China masih kuat.
Rilis data Caixin tersebut memberikan sentimen positif ke pelaku pasar, tercermin dari menghijaunya bursa saham Asia. Tetapi sekali lagi, rupiah belum mampu bangkit meski sentimen pelaku pasar sedang baik. Setelah melewati level Rp 14.100/US$, tekanan terhadap rupiah semakin besar.
Rupiah mengawali perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.090/US$ dan selepasnya langsung masuk ke zona merah hingga menyentuh Rp 14.121/US$, atau melemah 0,15% pada tengah hari.
Sentimen dari dalam negeri cukup membebani rupiah pada hari. IHS Markit melaporkan aktivitas sektor manufaktur RI yang masih berkontraksi. Angka indeks yang dinilai dari Purchasing Managers' Indeks (PMI) bulan November dilaporkan sebesar 48,2, lebih baik dari bulan sebelumnya 47,7.
Kontraksi yang dialami dalam dua bulan beruntun tersebut menjadi yang terdalam sejak November 2015. Akibatnya, di kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi di bawah 5%, rupiah pun menjadi tertekan.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Pemesanan baru dan penjualan sektor manufaktur, lanjutnya, masih menurun dan dunia usaha memilih mengurangi tenaga kerja serta menurunkan pembelian bahan baku. Ini memberi gambaran bahwa output ekonomi masih akan lemah dalam beberapa bulan ke depan
Data lain yang dirilis beberapa saat lalu oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi tumbuh 0,14% month-on-month (MoM), dan 3% secara year-on-year (YoY). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi November adalah 0,2% MoM dan 3,065% YoY.
Namun sayangnya rupiah belum mampu memangkas pelemahan usai rilis data inflasi yang masih terjaga tersebut.
Dari eksternal, China sebenarnya mengirim kabar bagus. Caixin melaporkan indeks aktivitas manufaktur China yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) naik menjadi 51,8 di bulan November, dibandingkan bulan sebelumnya 51,7.
Angka di atas 50 berarti ekspansi, dengan demikian pada bulan lalu sektor manufaktur China meningkatkan ekspansinya. Angka di bulan November juga mematahkan prediksi penurunan menjadi 51,5 di Forex Factory, tentunya memberikan kelegaan sektor manufaktur China masih kuat.
Rilis data Caixin tersebut memberikan sentimen positif ke pelaku pasar, tercermin dari menghijaunya bursa saham Asia. Tetapi sekali lagi, rupiah belum mampu bangkit meski sentimen pelaku pasar sedang baik. Setelah melewati level Rp 14.100/US$, tekanan terhadap rupiah semakin besar.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular