
Prihatin, Rupiah di Posisi Terlemah Sejak Oktober...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 December 2019 10:11

Dari dalam negeri, setidaknya ada dua sentimen yang membebani laju rupiah. Pertama, IHS Markit merilis angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode November yang berada di 48,2. Lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 47,7.
Namun PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Angka di bawah 50 berarti industriawan masih enggan melakukan ekspansi, alias masih kontraktif. PMI manufaktur Indonesia sudah lima bulan beruntun mengalami kontraksi.
Pada Oktober dan November, rata-rata PMI Indonesia adalah 48. IHS Markit menyebutkan, ini memberi sinyal bahwa aktivitas manufaktur akan mengalami kontraksi pada kuartal IV-2019.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November yang sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah. Permintaan baru dan penjualan menurun, dan dunia usaha memilih untuk mengurangi tenaga kerja serta menurunkan pembelian bahan baku. Ini memberi gambaran bahwa output ekonomi masih akan lemah dalam beberapa bulan ke depan," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Kedua, investor juga menantikan rilis data domestik lainnya yaitu inflasi. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi periode November 2019.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi November adalah 0,2% secara month-on-month (MoM) dan 3,065% year-on-year (YoY). Sementara inflasi inti diramal 3,16% YoY.
Konsensus tersebut menunjukkan terjadi perlambatan laju inflasi. Pada September, BPS mencatat inflasi sebesar 0,02% MoM, 3,13% YoY, dan inflasi inti 3,2% YoY.
Apakah perlambatan laju inflasi memberi konfirmasi bahwa permintaan memang melemah? Apakah pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 bisa di bawah 5% gara-gara kelesuan konsumsi rumah tangga? Mari kita nantikan pengumuman BPS...
(aji/aji)
Namun PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Angka di bawah 50 berarti industriawan masih enggan melakukan ekspansi, alias masih kontraktif. PMI manufaktur Indonesia sudah lima bulan beruntun mengalami kontraksi.
Pada Oktober dan November, rata-rata PMI Indonesia adalah 48. IHS Markit menyebutkan, ini memberi sinyal bahwa aktivitas manufaktur akan mengalami kontraksi pada kuartal IV-2019.
Kedua, investor juga menantikan rilis data domestik lainnya yaitu inflasi. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi periode November 2019.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi November adalah 0,2% secara month-on-month (MoM) dan 3,065% year-on-year (YoY). Sementara inflasi inti diramal 3,16% YoY.
Konsensus tersebut menunjukkan terjadi perlambatan laju inflasi. Pada September, BPS mencatat inflasi sebesar 0,02% MoM, 3,13% YoY, dan inflasi inti 3,2% YoY.
Apakah perlambatan laju inflasi memberi konfirmasi bahwa permintaan memang melemah? Apakah pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 bisa di bawah 5% gara-gara kelesuan konsumsi rumah tangga? Mari kita nantikan pengumuman BPS...
(aji/aji)
Next Page
AS-China Jadi Sumber Ketidakpastian
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular