Internasional

Ada Apa dengan OPEC+? Kok Arab Saudi Meradang?

tahir saleh, CNBC Indonesia
02 December 2019 06:25
Arab Saudi tampaknya sudah kehabisan kesabaran.
Foto: REUTERS/Simon Dawson

Jakarta, CNBC Indonesia - Arab Saudi tampaknya sudah kehabisan kesabaran dengan adanya dugaan kecurangan di tubuh anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), plus Rusia dan produsen lain, atau aliansi yang dikenal sebagai OPEC+ soal kebijakan memangkas produksi minyak.

Dalam pertemuan OPEC di Wina, Austria, pada 5 Desember mendatang yang diikuti oleh aliansi OPEC + termasuk Rusia, menurut sumber di kerajaan Saudi, pemerintah Saudi disinyalkan mulai gerah dengan apa yang dilakukan negara anggota OPEC+.

Komitmen pemangkasan produksi minyak itu sebetulnya dilakukan guna mengimbangi kelebihan produksi dari negara-negara produsen minyak lain seperti Irak dan bahkan Rusia itu sendiri.

Namun faktanya negara-negara anggota justru memproduksi dengan jumlah di atas batas.


Kecurangan pun meluas. Irak, misalnya, harusnya memompa produksi minyak tidak lebih dari 4,51 juta barel per hari, tetapi dalam beberapa bulan ini menghasilkan hampir 4,8 juta barel per hari.

Kazakhstan memiliki batas produksi 1,86 juta barel per hari, namun telah menghasilkan angka mendekati 1,95 juta barel. Nigeria menyetujui kuota 1,68 juta barel per hari, tetapi secara teratur memompa lebih dari 1,8 juta barel per hari.

Rusia telah memompa lebih banyak minyak daripada yang diizinkan oleh kesepakatan OPEC + dalam 8 bulan tahun ini. Jumlah itu telah melewati perjanjian hanya dalam 3 bulan tahun ini yakni Mei, Juni dan Juli - ketika gangguan pada pipa minyak utama di sumur Druzhba mendorong produksi Rusia berlanjut di bawah target OPEC +.

PAGI-Ada Apa dengan OPEC+? Kok Arab Saudi Meradang?Foto: File foto; Pangeran Arab Saudi Abdulaziz bin Salman menghadiri Forum Energi Internasional di Cancun, Meksiko. Raja Arab Saudi Raja Salman menggantikan menteri energi negara itu dengan salah satu putranya sendiri Minggu, 8 September 2019, menunjuk Pangeran Abdulaziz bin Salman ke salah satu posisi paling penting di negara itu karena harga minyak tetap keras kepala di bawah apa yang diperlukan untuk mengimbangi dengan pengeluaran pemerintah. (Foto AP / Israel Leal, File)


Menurut beberapa sumber di kerajaan Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, yang mengambilalih jabatan Menteri Perminyakan Saudi dari Khalid Al-Falih pada September lalu, kemungkinan akan menggunakan pertemuan OPEC pertamanya sebagai Menteri Perminyakan Saudi minggu depan untuk mengisyaratkan posisi Arab Saudi sebagai produsen dominan di OPEC tidak lagi bersedia lagi mengkompensasi ketidakpatuhan para anggota lainnya.

Periode pertemuan OPEC+ itu juga bersamaan dengan pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) perusahaan minyak terbesar di dunia, Saudi Aramco, milik Saudi.


"Arab Saudi mengambil langkah yang lebih sulit dari keputusan sebelumnya," kata Amrita Sen, Kepala Analis Minyak di konsultan Energy Aspects Ltd. di London. "Riyadh memberi keputusan sangat jelas bahwa mereka tidak ingin memikul semua luka sendirian," katanya dikutip Bloomberg, Minggu (1/12/2019).

Menteri Perminyakan Saudi sebelumnya yakni Al-Falih masih bisa mentolerir kecurangan dan mencoba membujuk negara-negara OPEC + untuk memotong produksinya sebanyak yang mereka janjikan.


PAGI-Ada Apa dengan OPEC+? Kok Arab Saudi Meradang?Foto: Al-Falih/CNBC



Tetapi ketika peringatannya gagal dan harga minyak jatuh, itu membahayakan proses penawaran umum perdana atau IPO Aramco.

Pejabat Saudi, kata sumber itu, mengatakan Pangeran Abdulaziz hanya akan mengulangi strategi Saudi selama puluhan tahun dan berhasil. Selama masa jabatan Ali Al-Naimi, menteri perminyakan dari 1995 hingga 2016, Riyadh dengan tegas menolak untuk memotong produksinya lebih dalam dari yang telah disepakati pada pertemuan OPEC.

Sang pangeran sudah mensinyalkan ini ketika ia menghadiri pertemuan komite OPEC + di Abu Dhabi pada September lalu.

"Setiap negara dihitung tidak dari ukurannya [produksinya]," katanya pada sesi pembukaan pertemuan.

Kebijakan Saudi mentolerir kecurangan ini dibayar mahal oleh kerajaan. Riyadh terpaksa mengurangi produksinya sendiri sebanyak 700.000 barel per hari di bawah kuota OPEC + sendiri untuk mencegah jatuhnya harga minyak.


Pada Desember 2018, Arab Saudi menyetujui batas produksi 10,31 juta barel per hari sepanjang tahun ini. Tapi itu mengurangi produksi secara sepihak awal tahun ini, mencapai terendah 9,58 juta barel per hari pada Juli.

Badan Energi Internasional mencatat, karena Arab Saudi harus memangkas produksi lebih dalam daripada yang lain, Arab Saudi mendapat lebih sedikit pendapatan dari pemulihan harga minyak. Rusia, misalnya, menghasilkan sekitar US$ 170 juta sehari lebih banyak daripada pada kuartal terakhir 2016 ketika pemotongan OPEC + pertama kali disetujui, Arab Saudi menghasilkan hanya US$ 125 juta lebih.

Negara OPEC ditambah Rusia atau sering disebut OPEC+ sebelumnya pada Maret lalu sudah menyetujui pemangkasan produksi 1,2 juta barel per hari yang akan berlaku hingga Maret 2020.

OPEC perpanjang pemangkasan produksi minyak

[Gambas:Video CNBC]

 


(tas/sef) Next Article Helikopter Presiden Iran Kecelakaan, Harga Minyak Dunia Mendidih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular