AS-China Panas, Tapi Harga Emas Cuma Naik Terbatas

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 November 2019 11:39
AS-China Panas, Tapi Harga Emas Cuma Naik Terbatas
Ilustrasi Emas Batangan (REUTERS/Edgar Su)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia naik tipis sepanjang pekan ini. Penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) membatasi kenaikan harga sang logam mulia.

Sepanjang pekan ini, harga emas dunia di pasar spot naik 0,28%. Namun dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini masih terkoreksi nyaris 2%.




Minat pelaku pasar terhadap emas meningkat karena rendahnya risk appetite. Investor memilih bermain aman akibat hubungan AS-China yang merenggang. Pekan ini, Presiden AS Donald Trump menandatangani Undang-undang (UU) penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong.

"Saya meneken UU ini sebagai bentuk respek kepada Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong. UU ini disahkan dengan harapan pemimpin dan perwakilan China di Hong Kong dapat mengatasi perbedaan serta menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi semua," kata Trump melalui keterangan tertulis.

Seperti diduga, China pun murka. Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing pasti akan melakukan 'serangan balasan'.

"Anda lihat saja. Apa yang akan terjadi, terjadilah," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Reuters.


Kemesraan AS-China yang memudar membuat prospek damai dagang menjadi samar-samar. Kalau sampai kesepakatan dagang Fase I gagal dan api perang dagang kembali berkobar, maka rantai pasok global tidak akan pulih bahkan semakin parah. Perlambatan ekonomi bahkan resesi akan menjadi berita yang datang bertubi-tubi.

Ini tentu membuat investor enggan masuk ke instrumen-instrumen berisiko. Safe haven seperti emas menjadi salah satu pilihan utama.


Akan tetapi, penguatan harga emas tidak bisa terlalu tinggi karena terbentur keperkasaan dolar AS. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,63%.

Penguatan dolar AS disebabkan oleh data ekonomi AS yang ciamik. US Census Bureau melaporkan angka pembacaan kedua pertumbuhan ekonomi AS adalah 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Lebih baik dibandingkan pembacaan pertama yaitu 1,9% dan kuartal sebelumnya yang sebesar 2%.

Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta pun mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 dari 0,4% menjadi menjadi 1,7%. "Setelah rilis data ini, perkiraan untuk pertumbuhan konsumsi dan investasi berubah dari 1,7% dan -3% menjadi 2% dan -1,7%. Sementara kontribusi net ekspor ke pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) naik dari -0,2 poin persentase menjadi 0,39 poin persentase," sebut The Fed Atlanta dalam keterangan tertulis.

Belum lagi pemesanan produk tahan lama (durable goods) buatan AS naik 0,6% month-on-month pada Oktober. Membaik dibandingkan September yang turun 1,4%.

Data-data ini mendukung perkiraan pasar bahwa The Fed akan menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, kans Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 95,6%.

Tanpa penurunan suku bunga, setidaknya dalam waktu dekat, berinvestasi di dolar AS (terutama di aset-aset berpendapatan tetap seperti obligasi) masih akan menguntungkan. Permintaan dolar AS meningkat dan nilainya pun menguat.

Harga emas dan kurs dolar AS punya hubungan terbalik. Penguatan dolar AS justru membuat harga emas tertekan.

Sebab, emas adalah komoditas yang dibanderol dengan dolar AS. Jadi kala dolar AS terapresiasi, maka harga emas menjadi mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas pun turun sehingga harga sulit naik signifikan.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular