IHSG Jatuh di Bawah 6.000, Ini Saham-saham yang Dilepas

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 November 2019 09:31
IHSG Jatuh di Bawah 6.000, Ini Saham-saham yang Dilepas
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (28/11/2019), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,05% ke level 5.949,88. Pada pukul 09:25 WIB, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah bertambah dalam menjadi 0,15% ke level 5.944,2.

Koreksi IHSG pada hari ini menandai koreksi selama tujuh hari beruntun. Dimana saham-saham yang mengalami koreksi dalam dengan nilai transaksi yang cukup besar antara lain, saham PT Envy Technology Indonesia Tbk (ENVY) anjlok 10,82% dengan nilai transaksi Rp 8,35 miliar.

Lalu saham PT PP Properti Tbk (PPRO) terkoreksi 8,7% senilai Rp 2,79 miliar. Saham PT Sentul City Tbk (BKSL) turun 5,26% senilai Rp 4,61 miliar, PT Sitara Propertindo Tbk (TARA) turun 2,11% senilai Rp 32,32 miliar dan PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) turun 2% dengan nilai transaksi Rp 5,09 miliar.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang bergerak di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei melemah 0,15%, indeks Shanghai turun 0,13%, indeks Hang Seng jatuh 0,7%, indeks Straits Times terkoreksi 0,1%, dan indeks Kospi terpangkas 0,93%.

Dukungan yang ditunjukkan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap demonstrasi di Hong Kong menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Pada hari Rabu waktu setempat (27/11/2019), Trump resmi menandatangani dua RUU terkait demonstrasi di Hong Kong yang pada intinya memberikan dukungan bagi para demonstran di sana.

RUU pertama akan memberikan mandat bagi Kementerian Luar Negeri AS untuk melakukan penilaian terkait dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Hong Kong dalam mengatur wilayahnya sendiri. Jika China terlalu banyak mengintervensi Hong Kong sehingga membuat kekuasaan untuk mengatur wilayahnya sendiri menjadi lemah, status spesial yang kini diberikan oleh AS terhadap Hong Kong di bidang perdagangan bisa dicabut.

Untuk diketahui, status spesial yang dimaksud membebaskan Hong Kong dari bea masuk yang dibebankan oleh AS terhadap produk-produk impor asal China. RUU pertama tersebut juga membuka kemungkinan dikenakannya sanksi terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.

Sementara itu, RUU kedua akan melarang penjualan dari perlengkapan yang selama ini digunakan pihak kepolisian Hong Kong dalam menghadapi demonstran, gas air mata dan peluru karet misalnya.

Lantas, dukungan yang diberikan oleh Trump terhadap demonstran di Hong Kong berpotensi membuat kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China menjadi gagal diteken. Sebelumnya, China menyebut bahwa digolkannya dua RUU terkait demonstrasi di Hong Kong oleh Kongres AS sebagai campur tangan dari pihak AS terhadap urusan domestik China.

Bahkan, China sudah kembali menunjukkan kemurkaannya pasca Trump menandatangani dua RUU terkait demonstrasi di Hong Kong. Kemarin (28/11/2019), Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa AS memiliki niat jahat dan skenario yang saat ini sedang dimainkan oleh AS akan gagal.

Sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.

Jika kesepakatan dagang tahap satu gagal diteken, perputaran roda perekonomian AS dan China, berikut dengan perputaran roda perekonomian dunia, akan menjadi semakin lambat.

Selain dengan penghapusan bea masuk, kesepakatan dagang tahap satu AS-China diharapkan bisa mengerek laju perekonomian keduanya lantaran ada kemungkinan bahwa kesepakatan tersebut akan membuat AS melunak terhadap perusahaan-perusahaan asal China.

Pada Mei 2019, Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif.  Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.

Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.

Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.

Bukan hanya keamanan nasional, Hak Asasi Manusia (HAM) juga dijadikan alasan oleh pihak AS untuk memblokir perusahaan asal China dalam upayanya untuk memenangkan perang dagang. Per tanggal 9 Oktober 2019, AS resmi memasukkan 28 entitas asal China ke dalam daftar hitam, di mana sebanyak delapan di antaranya merupakan perusahaan teknologi raksasa asal China.

Dimasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut membuat merekatak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.

Jika kesepakatan dagang tahap satu justru gagal diteken, perusahaan-perusahaan asal China bisa terus ‘dihukum’ oleh AS. Pada akhirnya, lagi-lagi laju perekonomian dunia yang menjadi taruhannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular