
Kurs Dolar Australia Masih di Level Terlemah 1 Bulan
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 November 2019 15:55

Jakarta, CNBC Indoensia - Nilai tukar dolar Australia melemah lagi melawan rupiah pada perdagangan Rabu (27/11/19), dan berada di dekat level terlemah dalam lebih dari satu bulan terakhir.
Pada pukul 15:26 WIB, AU$ 1 setara dengan Rp 9.551,4, Mata Uang Negeri Kanguru ini melemah 0,05% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di awal pekan ini, dolar Singapura menyentuh Rp 9.518,36/AU$ yang merupakan level terlemah sejak 16 Oktober.
Data yang dirilis dari Australia hari ini memberikan gambaran kondisi perekonomian yang kurang sehat. Biro Statistik Australia melaporkan jumlah pekerjaan konstruksi yang rampung di kuartal III-2019 mengalami penurunan 0,4% secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ). Hingga periode tersebut, jumlah pekerjaan konstruksi yang rampung sudah menurun dalam dalam lima kuartal beruntun.
Penurunan data ini diprediksi akan menekan data produk domestik bruto (PDB) Australia yang akan dirilis pekan depan. Meski demikian, tekanan tidak akan sebesar kuartal II-2019 ketika pekerjaan konstruksi yang rampung mencatat penurunan 2,8%.
"Secara keseluruhan data ini lebih baik dari kuartal II-2019, dan terkanan yang diberikan ke PDB akan lebih sedikit" kata Catherine Birch, ekonom dari bank ANZ sebagaimana dilansir news.com.au.
Selain data dari Australia, perkembangan perundingan dagang AS-China juga menggerakkan kurs dolar Australia melawan rupiah pada hari ini.
Selasa kemarin, Presiden AS Donald Trump menyatakan Washington berada di "pembahasan terakhir" kesepakatan dengan China yang akan menghentikan perang dagang yang sudah berlangsung selama 16 bulan.
Berita tersebut menjadi kabar bagus, tetapi para pelaku pasar tidak mau bereaksi secara berlebihan, dan lebih mengambil sikap wait and see kapan kesepakatan dagang kedua negara akan diteken.
Apalagi di kesempatan yang sama, Trump juga menyatakan dukungannya terhadap demonstran di Hong Kong, satu sikap yang bisa membuat hubungan AS-China merenggang. Pemerintah Beijing sebelumnya sudah berulang kali mengingatkan Washington agar tidak mencampuri urusan Hong Kong yang merupakan bagian dari China.
Sampai saat ini Presiden Trump masih belum membatalkan rencana kenaikan bea masuk importasi dari China pada 15 Desember mendatang. Jika sampai tanggal tersebut kedua negara belum meneken kesepakatan, perang dagang berisiko kembali memanas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
Pada pukul 15:26 WIB, AU$ 1 setara dengan Rp 9.551,4, Mata Uang Negeri Kanguru ini melemah 0,05% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di awal pekan ini, dolar Singapura menyentuh Rp 9.518,36/AU$ yang merupakan level terlemah sejak 16 Oktober.
Data yang dirilis dari Australia hari ini memberikan gambaran kondisi perekonomian yang kurang sehat. Biro Statistik Australia melaporkan jumlah pekerjaan konstruksi yang rampung di kuartal III-2019 mengalami penurunan 0,4% secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ). Hingga periode tersebut, jumlah pekerjaan konstruksi yang rampung sudah menurun dalam dalam lima kuartal beruntun.
Penurunan data ini diprediksi akan menekan data produk domestik bruto (PDB) Australia yang akan dirilis pekan depan. Meski demikian, tekanan tidak akan sebesar kuartal II-2019 ketika pekerjaan konstruksi yang rampung mencatat penurunan 2,8%.
"Secara keseluruhan data ini lebih baik dari kuartal II-2019, dan terkanan yang diberikan ke PDB akan lebih sedikit" kata Catherine Birch, ekonom dari bank ANZ sebagaimana dilansir news.com.au.
Selain data dari Australia, perkembangan perundingan dagang AS-China juga menggerakkan kurs dolar Australia melawan rupiah pada hari ini.
Selasa kemarin, Presiden AS Donald Trump menyatakan Washington berada di "pembahasan terakhir" kesepakatan dengan China yang akan menghentikan perang dagang yang sudah berlangsung selama 16 bulan.
Berita tersebut menjadi kabar bagus, tetapi para pelaku pasar tidak mau bereaksi secara berlebihan, dan lebih mengambil sikap wait and see kapan kesepakatan dagang kedua negara akan diteken.
Apalagi di kesempatan yang sama, Trump juga menyatakan dukungannya terhadap demonstran di Hong Kong, satu sikap yang bisa membuat hubungan AS-China merenggang. Pemerintah Beijing sebelumnya sudah berulang kali mengingatkan Washington agar tidak mencampuri urusan Hong Kong yang merupakan bagian dari China.
Sampai saat ini Presiden Trump masih belum membatalkan rencana kenaikan bea masuk importasi dari China pada 15 Desember mendatang. Jika sampai tanggal tersebut kedua negara belum meneken kesepakatan, perang dagang berisiko kembali memanas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular