Tragis IHSG, Merah Membara Saat Bursa Asia Bergerak Positif

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
25 November 2019 12:46
Tragis IHSG, Merah Membara Saat Bursa Asia Bergerak Positif
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini (22/11/2019) dengan pelemahan terbatas, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok semakin dalam, di mana pada penutupan perdagangan sesi I Bursa Efek Indonesia (BEI) IHSG tercatat terkoreksi 0,34% ke level 6.079,43 indeks poin.



Saham-saham yang turut menekan kinerja bursa saham acuan Indonesia dari sisi nilai transaksi termasuk PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-3,27%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,42%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,73%), PT Trada Alam Minera Tbk/TRAM (-1,72%), PT Surya Citra Media Tbk/SCMA (-1,64%).

Performa IHSG berbanding terbalik dengan bursa saham utama di kawasan Asia yang kompak bergerak ke utara. Indeks Hang Seng melesat 1,76%, indeks Kospi menguat 1,95%, indeks Nikkei menguat 0,64%, indeks Shanghai naik 0,35%, dan indeks Straits Times naik 0,3%.

Indeks Hang Seng memimpin penguatan setelah hasil sementara pemilihan umum distrik memenangkan kandidat dari kubu pro demokrasi. Kandidat pro demokrasi memperoleh mayoritas suara dengan meraih 333 dari total 425 kursi yang diperebutkan. Sedangkan pro China hanya memenangkan 52 kursi., seperti diwartakan Reuters.

Hasil tersebut tentu mampu mengangkat kekhawatiran pelaku pasar bahwa setidaknya aksi demonstrasi atau kerusuhan dapat mereda sementara waktu.

Lebih lanjut, bursa saham Asia kompak mencatatkan penguatan adalah katalis dari perkembangan kesepakatan dagang interim antara Amerika Serikat (AS) dan China yang diperkirakan dapat ditekan dalam waktu dekat.

Presiden AS Donald Trump dalam wawancara dengan Fox News Channel baru-baru ini memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang fase pertama sudah dekat.

"Kita akan segera memperoleh kesepakatan dengan China, mungkin sudah dekat," kata Trump dalam acara tersebut, dikutip dari Reuters.

Kemudian, Robert O'Brien, Penasihat Pertahanan Gedung Putih, mengungkapkan bahwa perjanjian damai dagang AS-China Fase I bisa diteken pada akhir tahun ini. "Kami berharap bisa mencapai kesepakatan pada akhir tahun, saya masih merasa itu mungkin," ujar O'Brien.

Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping mengatakan dirinya menginginkan adanya penandatanganan kesepakatan damai dagang dengan AS berdasar asas saling menghormati dan kesetaraan.

"Kami ingin mengupayakan kesepakatan fase pertama atas dasar saling menghormati dan kesetaraan," ujar Xi kepada reporter di forum New Economy di Beijing, dikutip dari Reuters.

Untuk segera mencapai hal tersebut, pihak Negeri Tiongkok diketahui telah mengundang perwakilan dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin untuk bertandang ke Beijing dan mengadakan diskusi lanjutan, dilansir CNBC International. Akan tetapi, tidak seperti bursa saham Asia, investor di bursa saham Ibu Pertiwi mengambil sikap waspada karena dalam pernyataannya Trump pada wawancara dengan Fox News, dirinya juga mengatakan AS tidak akan menutup mata atas Hong Kong.

"Begini, kita harus bersama dengan Hong Kong tetapi saya juga bersama Presiden Xi. Saya mendukung Hong Kong, saya mendukung kebebasan, tetapi saya juga ingin mendukung hal yang sedang kita perjuangkan (kesepakatan dagang),” tegas Trump.

O’Brien juga mengatakan Washington tidak dapat menutup mata dari perilaku Negeri Tiongkok yang dinilai mengkhawatirkan.

“..kami juga tidak bisa menutup mata atas apa yang terjadi di Hong Kong atau Laut China Selatan atau wilayah lainnya di mana aktivitas China dinilai mengkhawatirkan," papar O'Brien.

Padahal China sebelumnya telah dengan tegas mengecam campur tangan Washington atas urusan dalam negeri antara China dengan Hong Kong.

Salah satu Penasihat Luar Negeri China, Wang Yi, dalam pertemuan menteri luar negeri G20 di Jepang mengatakan AS telah menggunakan hukumnya untuk “secara kasar mencampuri” urusan dalam negeri China, dan berusaha merusak kebijakan “satu negara, dua sistem” yang berlaku di Hong Kong, dikutip dari Reuters.

Seperti diketahui, Kongres AS sudah menyetujui aturan soal penegakan hak asasi manusia di Hong Kong dan tinggal menunggu persetujuan dari Trump untuk segera berlaku efektif.

"Memang ada pernyataan bahwa ada perkembangan positif AS-China akan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Namun ada risiko, seperti dinamika di Hong Kong. Harapan memang belum sirna, tetapi kita harus mencermati bagaimana perkembangannya," kata Shusuke Yamada, Head of FX and Japan Equity Strategy di Merrill Lynch Japan Securities yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.

Oleh karena itu, wajar saja investor belum berani bermain ofensif. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia belum menjadi pilihan utama di tengah tingginya ketidakpastian.

Terlebih lagi, rilis data ekonomi terbaru AS yang mengalahkan ekspektasi membuat pelaku pasar melipir menggelontorkan dana investasi di aset berbasis dolar AS.

Akhir pekan lalu, IHS Markit merilis angka pembacaan awal Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode November yang sebesar 52,2. Naik dibandingkan Oktober yaitu 51,3.

Kemudian, pembacaan awal PMI sektor jasa periode November menunjukkan angka 51,6. Juga naik dibandingkan Oktober yang sebesar 50,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha cenderung ekspansif.

Data-data ini semakin meyakinkan pasar bahwa The Fed bakal menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% pada pertemuan The Fed 11 Desember mencapai 93,4%.

TIM RISET CNBC INDOENSIA
(dwa/dwa) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular