Sri Mulyani Dorong Pasar Modal, Pajak IPO & Dividen Dipangkas

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
22 November 2019 18:17
Pemerintah akan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari saat ini 25% menjadi 22%.
Foto: Sri Mulyani (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dalam RUU mengenai Omnibus Law perihal perpajakan, pemerintah akan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari saat ini 25% menjadi 22% pada periode 2021-2022 dan dipangkas lagi menjadi 20% untuk periode 2023.

Selain itu, khusus untuk PPh badan bagi perusahaan yang melakukan aksi penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) atau go public di Bursa Efek Indonesia (BEI), pemerintah akan menurunkan pajak badan dengan penurunan sebesar 3%, dalam 5 tahun setelah perusahaan tersebut IPO.

Perhitungannya ialah PPh badan perusahaan IPO turun dari 22% saat ini menjadi 19%, sementara untuk IPO tahun 2023 pajak PPh badan akan turun dari 20% menjadi 17%.


"Kita juga akan menurunkan untuk pajak badan yang melakukan go public dengan pengurangan tarif PPh 3 persen lagi terutama untuk pengurangan hanya untuk go public baru selama 5 tahun sesudah mereka go public," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Istana Negara, Jumat ini (22/11/2019).

Selain bagi perusahaan yang mau IPO, insentif juga diberikan bagi investor pasar modal terutama berkaitan dengan dividen yang diperoleh investor dari laba bersih emiten, baik bagi wajib pajak (WP) orang pribadi maupun WP badan.

"Kemudian kita juga akan membuat penurunan tarif atau pembebasan tarif PPh dividen dalam negeri dalam hal ini dividen yang diterima WP [wajib pajak] badan maupun WP [perorangan] akan dibebaskan dan kita akan atur lebih lanjut dalam aturan pemerintah di bawahnya [aturan turunan," tegas Sri Mulyani.



Sri Mulyani menegaskan insentif pajak dalam RUU Omnibus Law ini adalah bagian upaya Kementerian Keuangan merealisasikan permintaan Presiden Joko Widodo yang mendorong agar jajarannya membuat aturan perundang-undangan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan peranan UMKM, dan meningkatkan iklim investasi.

"Seperti diketahui Pak Presiden meminta kabinet untuk membuat peraturan perundang-undangan untuk ciptakan lapangan kerja, meningkatkan iklim investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Salah satunya yang di kelompok perpajakan jadi Omnibus tersendiri," kata Menkeu.

Sebagai informasi, berdasarkan data online-pajak, ada tiga ketentuan pajak dividen. Pertama, PPh Pasal 4 ayat 2 yang menentukan dividen yang diterima/diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final.

KeduaPPh Pasal 23 di mana penerima penghasilan dividen ini merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) dengan potongan 15% dari jumlah dividen.

Ketiga, PPh Pasal 26 yakni p
enerima penghasilan dividen merupakan orang pribadi yang tinggal di luar negeri, perusahaan di luar negeri yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, serta perusahaan di luar negeri yang menerima penghasilan dari Indonesia tanpa melalui bentuk usaha tetap. Tarif potongan pajak penghasilannya sebesar 20% atas jumlah bruto dividen.

Konferensi pers pada Jumat ini adalah rangkaian proses penyusunan aturan perpajakan yang sudah digembar-gemborkan Jokowi pada September silam.

Ketika itu, Menkeu usai rapat terbatas dengan Jokowi, menegaskan insentif ini akan mendorong bertumbuhnya pasar modal Indonesia. Dalam RUU baru yang dimaksud Sri Mulyani, akan menyangkut tiga UU yang direvisi yakni PPh (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), dan KUP (Ketentuan Umum Perpajakan).

Sri Mulyani Manjakan Pasar Modal, Pajak IPO & Dividen DisunatFoto: CNBC Indonesia TV


"Di bidang PPh, substansi terpenting adalah penurunan tarif PPh Badan. Seperti yang sudah disampaikan, sekarang 25 persen, turun secara bertahap ke 20 persen," kata Sri Mulyani, ketika itu.

"Bisa dilakukan [penurunan PPh] dan penurunan dimulai 2021. Dari 2020 tidak terpengaruh, baru 2021. Perusahaan go public penurunan 3 persen di bawahnya. Artinya bisa 17 persen, sama dengan PPh di Singapura, terutama go public [IPO] baru yang baru mau masuk ke bursa," tegas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Sri Mulyani mengatakan, hal ini dilakukan untuk menaikkan perekonomian Indonesia, termasuk mendorong pendanaan investasi, menyesuaikan prinsip income perpajakan hingga menggunakan azas teritorial.

"Ini mendorong kepatuhan, menciptakan keadilan iklim usaha, dan tempatkan berbagai fasilitas perpajakan dalam perundang undangan."

Dalam RUU baru ini, Sri Mulyani ketika itu juga menegaskan akan menghapuskan PPh atas dividen (dari laba bersih) dari dalam negeri dan luar negeri.

"Selama ini dividen dari dalam dan luar negeri yang diterima PPh badan kalau miliki saham di atas 25 persen tidak dikenai PPh, tapi kalau di bawah kena PPh normal 25 persen," kata Sri Mulyani.


(tas/tas) Next Article Bisakah Stimulus Fiskal Lawan Corona Akan Kerek Daya Beli?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular