Galau! Rupiah Menguat di Kurs Tengah BI Tapi Lesu di Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 November 2019 11:01
Galau! Rupiah Menguat di Kurs Tengah BI Tapi Lesu di Spot
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun di pasar spot, rupiah bergerak melemah.

Pada Jumat (22/11/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate berada di Rp 14.100. Rupiah menguat 0,09% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Penguatan ini memutus rantai depresiasi rupiah selama empat hari beruntun di kurs tengah BI. Selama empat hari tersebut, pelemahan rupiah tercatat 0,31%.

 

Namun nasib rupiah tidak seberuntung itu di 'arena' pasar spot. Pada pukul 10:26 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.095 di mana rupiah melemah 0,11%.

Kala pembukaan pasar, rupiah masih stagnan di Rp 14.090. Namun seiring perjalanan, rupiah bergerak ke selatan dan dolar AS sempat menembus level Rp 14.100.

Rupiah tidak sendiri karena sebagian besar mata uang utama Asia pun terjebak di zona merah. Sejauh ini hanya ringgit Malaysia, peso Filipina, dolar Singapura, dan dolar Taiwan yang menguat.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:28 WIB:

 


Dolar AS mendapat angin setelah rilis data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam. Penjualan rumah bukan baru pada Oktober naik 1,9% month-on-month (MoM) menjadi 5,46 juta unit. Laju pertumbuhan ini lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yaitu 1,4%.

Kemudian pembacaan awal indeks aktivitas versi The Federal Reserve/The Fed Philadelphia untuk November adalah 10,4. Naik 4,8 poin dibandingkan Oktober, dan di atas konsensus pasar yaitu 7.

 

Oleh karena itu, semakin besar kemungkinan The Fed akan mempertahan suku bunga untuk sementara waktu setelah turun tiga kali sejak awal tahun. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 1,5-,175% pada rapat 11 Desember mencapai 94,8%.

Apalagi ada suara di internal The Fed bahwa sudah saatnya siklus penurunan suku bunga dihentikan dulu. Ini terlihat dalam notula rapat (minutes of meeting) edisi Oktober.

"Beberapa peserta rapat menilai outlook ekonomi masih bagus, inflasi mengarah ke target The Fed, dan ada jeda dari transmisi kebijakan moneter. Jadi, perlu waktu untuk mengkaji bagaimana pengaruh kebijakan moneter yang sudah ditempuh terhadap perekonomian," sebut notula rapat The Fed.


Kemungkinan suku bunga acuan tidak akan turun membuat dolar AS menjadi diminati. Sebab, berinvestasi di dolar AS tidak akan terlalu boncos.


Selain itu, pelaku pasar juga masih wait and see terkait perkembangan hubungan AS-China. Investor terus memantau kabar terbaru soal proses kesepakatan damai dagang Fase I.

Kini ada faktor lain yang mempengaruhi kesepakatan tersebut. Hong Kong. House of Representatives AS (bagian dari Kongres) mengesahkan aturan yang meminta penegakan hak asasi manusia di wilayah otonom China tersebut.

Aturan itu tinggal menunggu tanda tangan Presiden AS Donald Trump untuk segera berlaku efektif. Salah satu poinnya adalah AS bisa mengenakan sanksi bagi aparat pemerintah China yang terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.


Sikap Washington yang mulai terang-terangan mengintervensi Hong Kong tentu membuat Beijing tidak nyaman. Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa Hong Kong adalah urusan dalam negeri mereka.

"Kami mendesak AS untuk menghentikan aktivitas ini, hentikan sebelum terlambat. Berhentilah ikut campur dalam urusan Hong Kong dan China. AS harus berhenti melakukan hal-hal yang bisa mengundang balasan dari China," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.

Hong Kong yang sudah dibawa-bawa membuat urusan damai dagang AS-China menjadi semakin rumit. Hubungan kedua negara bisa merenggang dan bukan tidak mungkin kesepakatan menjadi molor bahkan batal.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular