Akankah Perry Warjiyo Effect Kembali Bikin Rupiah Perkasa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 November 2019 07:27
Akankah Perry Warjiyo Effect Kembali Bikin Rupiah Perkasa?
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tampaknya akan menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Tanda-tanda appresiasi rupiah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF).

Berikut kurs dolar AS di pasar NDF jelang penutupan pasar kemarin dibandingkan hari ini, Jumat (22/11/2019), mengutip data Refinitiv:

Periode

Kurs 21 November (15:54 WIB)

Kurs 22 November (07:20 WIB)

1 Pekan

Rp 14.102

Rp 14.087,5

1 Bulan

Rp 14.142

Rp 14.125

2 Bulan

Rp 14.188,5

Rp 14.172,5

3 Bulan

Rp 14.241

Rp 14.225

6 Bulan

Rp 14.401

Rp 14.385

9 Bulan

Rp 14.556

Rp 14.540

1 Tahun

Rp 14.718

Rp 14.710

2 Tahun

Rp 15.469,3

Rp 15.435,6

 
Berikut kurs Domestic NDF (DNDF), yang kali terakhir diperbarui pada 21 November pukul 15:54 WIB:
 

Periode

Kurs

1 Bulan

Rp 14.120

3 Bulan

Rp 14.220


NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.

Bank Indonesia (BI) pun kemudian membentuk pasar DNDF. Meski tenor yang disediakan belum lengkap, tetapi ke depan diharapkan terus bertambah.

Dengan begitu, psikologis yang membentuk rupiah di pasar spot diharapkan bisa lebih rasional karena instrumen NDF berada di dalam negeri. Rupiah di pasar spot tidak perlu lalu membebek pasar NDF yang sepenuhnya dibentuk oleh pasar asing.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan apresiasi 0,07% terhadap dolar AS setelah hampir seharian melemah. Sepertinya pelaku pasar merespons positif hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan di 5%. Meski suku bunga tetap, tetapi Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps, berlaku mulai 2 Januari 2020.


Penurunan GWM tersebut diperkirakan mampu menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 26 triliun. Likuiditas tersebut diharapkan mampu merangsang perbankan untuk lebih getol menyalurkan kredit.

Maklum, pertumbuhan kredit memang terus melambat. Pada September, penyaluran kredit hanya tumbuh 7,89% year-on-year (YoY) dan sepanjang 2019 diperkirakan cuma 8%.

Apabila penyaluran kredit semakin kencang, maka dampaknya adalah percepatan pertumbuhan ekonomi. Ada harapan pertumbuhan ekonomi 2020, seiring dengan pelonggaran GWM, bisa lebih baik dari 2019 yang oleh BI diperkirakan sebesar 5,1%.

Prospek perekonomian Indonesia yang lebih baik ini mampu memancing arus modal untuk datang. Pasokan 'darah' yang bertambah bakal membuat rupiah menguat. Sepertinya Perry Warjiyo effect tersebut masih akan terasa hari ini dan bisa saja membuat rupiah bertahan di zona hijau.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular