
Berkat BI, Rupiah Akhirnya Pukul Balik Dolar AS!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 November 2019 16:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berhasil memukul balik dolar pada perdagangan Kamis (21/11/19), mengakhiri pelemahan dalam tiga hari berturut-turut sejak awal pekan ini. Meski demikian penguatan rupiah tidak didapat dengan mudah, hampir sepanjang perdagangan Mata Uang Garuda berada di zona merah. Rupiah
Membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 14.090/US$, tetapi hanya sesaat karena Mata Uang Garuda langsung masuk ke zona merah. Pelemahan terus berlanjut hingga sebesar 0,18% ke level Rp 14.115/US$.
Baru beberapa menit menjelang perdagangan dalam negeri berakhir, rupiah akhirnya mendapat tenaga untuk menguat, dan memukul balik dolar AS, hingga berhasil menguat 0,07% ke level Rp 14.070/US$.
Tidak hanya berhasil memukul balik dolar AS, dengan penguatan tersebut rupiah juga menjadi mata uang terbaik kedua di Asia. Hingga pukul 16:16 WIB, hanya peso Filipina yang lebih baik dengan menguat 0,16%.
Penguatan rupiah pada hari ini juga terbilang impresif melihat mayoritas mata uang utama Asia melemah. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Biru pada hari ini.
Perundingan dagang AS dengan China yang semakin memanas menekan rupiah sejak awal perdagangan hari ini, bahkan sebenarnya sejak awal pekan.
Hingga Rabu kemarin, rupiah sudah melemah dalam tiga hari beruntun dan terlihat sulit untuk bangkit pada perdagangan hari ini.
Kemungkinan gagalnya kesepakatan dagang AS-China membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Alhasil rupiah mengalami terus tekanan.
Perkembangan terbaru, Reuters melaporkan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China dapat mundur hingga tahun 2020 lantaran China berusaha untuk mendapatkan penghapusan bea masuk yang lebih agresif dari AS.
Di sisi lain, dari pihak China menyatakan banyak orang menyakini kesepakatan dalam waktu dekat, tetapi Beijing juga sudah siap dengan skenario perang dagang berkepanjangan.
"Beberapa orang China percaya bahwa China dan AS dapat mencapai kesepakatan segera. China menginginkan kesepakatan tetapi siap untuk skenario terburuk, perang dagang yang berkepanjangan" kata Hu Xijin, editor tabloid China Global Times yang terafiliasi dengan pemerintah, melalui Twitter, Rabu.
Sebelumnya di pada hari Selasa, Presiden AS Donald Trump mengatakan jika China tidak menandatangi kesepakatan dagang, maka bea masuk akan dinaikkan lagi.
"Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan bea masuk, bahkan lebih tinggi lagi" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Sampai saat ini, Trump masih berencana akan menaikkan bea masuk lagi pada tanggal 15 Desember nanti. Jika tidak ada penandatanganan kesepakatan hingga tanggal itu, maka AS akan menaikkan bea masuk produk China senilai US$ 156 miliar.
Jika hal tersebut terjadi, tentunya perang dagang AS-China akan kembali memanas dan berdampak buruk bagi perekonomian global, rupiah sepertinya akan kembali berakhir di zona merah.
Arah angin baru berbalik bagi rupiah setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebesar 5%. Dengan demikian BI mengakhiri rentetan penurunan suku bunga dalam empat bulan berturut-turut.
Tetapi BI bukan tanpa stimulus kali ini, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi persnya mengumumkan bahwa rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dipangkas sebesar 50 basis poin, yang mulai berlaku pada 2 Januari 2020.
"GWM diturunkan untuk bank umum dan syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5% dan 4%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Dengan dilonggarkannya rasio GWM, maka likuiditas di bank akan bertambah dan bisa digunakan oleh mereka guna menggenjot penyaluran kredit. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi RI diharapkan akan lebih terpacu lagi.
Usai pengumuman tersebut, rupiah akhirnya bisa memukul balik dolar dan masuk ke zona hijau, mencatat penguatan untuk pertama kalinya dalam empat hari terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 14.090/US$, tetapi hanya sesaat karena Mata Uang Garuda langsung masuk ke zona merah. Pelemahan terus berlanjut hingga sebesar 0,18% ke level Rp 14.115/US$.
Baru beberapa menit menjelang perdagangan dalam negeri berakhir, rupiah akhirnya mendapat tenaga untuk menguat, dan memukul balik dolar AS, hingga berhasil menguat 0,07% ke level Rp 14.070/US$.
Tidak hanya berhasil memukul balik dolar AS, dengan penguatan tersebut rupiah juga menjadi mata uang terbaik kedua di Asia. Hingga pukul 16:16 WIB, hanya peso Filipina yang lebih baik dengan menguat 0,16%.
Penguatan rupiah pada hari ini juga terbilang impresif melihat mayoritas mata uang utama Asia melemah. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Biru pada hari ini.
Perundingan dagang AS dengan China yang semakin memanas menekan rupiah sejak awal perdagangan hari ini, bahkan sebenarnya sejak awal pekan.
Hingga Rabu kemarin, rupiah sudah melemah dalam tiga hari beruntun dan terlihat sulit untuk bangkit pada perdagangan hari ini.
Kemungkinan gagalnya kesepakatan dagang AS-China membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Alhasil rupiah mengalami terus tekanan.
Perkembangan terbaru, Reuters melaporkan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China dapat mundur hingga tahun 2020 lantaran China berusaha untuk mendapatkan penghapusan bea masuk yang lebih agresif dari AS.
Di sisi lain, dari pihak China menyatakan banyak orang menyakini kesepakatan dalam waktu dekat, tetapi Beijing juga sudah siap dengan skenario perang dagang berkepanjangan.
"Beberapa orang China percaya bahwa China dan AS dapat mencapai kesepakatan segera. China menginginkan kesepakatan tetapi siap untuk skenario terburuk, perang dagang yang berkepanjangan" kata Hu Xijin, editor tabloid China Global Times yang terafiliasi dengan pemerintah, melalui Twitter, Rabu.
Sebelumnya di pada hari Selasa, Presiden AS Donald Trump mengatakan jika China tidak menandatangi kesepakatan dagang, maka bea masuk akan dinaikkan lagi.
"Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan bea masuk, bahkan lebih tinggi lagi" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Sampai saat ini, Trump masih berencana akan menaikkan bea masuk lagi pada tanggal 15 Desember nanti. Jika tidak ada penandatanganan kesepakatan hingga tanggal itu, maka AS akan menaikkan bea masuk produk China senilai US$ 156 miliar.
Jika hal tersebut terjadi, tentunya perang dagang AS-China akan kembali memanas dan berdampak buruk bagi perekonomian global, rupiah sepertinya akan kembali berakhir di zona merah.
Arah angin baru berbalik bagi rupiah setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebesar 5%. Dengan demikian BI mengakhiri rentetan penurunan suku bunga dalam empat bulan berturut-turut.
Tetapi BI bukan tanpa stimulus kali ini, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi persnya mengumumkan bahwa rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dipangkas sebesar 50 basis poin, yang mulai berlaku pada 2 Januari 2020.
"GWM diturunkan untuk bank umum dan syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5% dan 4%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Dengan dilonggarkannya rasio GWM, maka likuiditas di bank akan bertambah dan bisa digunakan oleh mereka guna menggenjot penyaluran kredit. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi RI diharapkan akan lebih terpacu lagi.
Usai pengumuman tersebut, rupiah akhirnya bisa memukul balik dolar dan masuk ke zona hijau, mencatat penguatan untuk pertama kalinya dalam empat hari terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular