
Analisis
AS-China Makin Panas, Rupiah Tembus Rp 14.100/US$ Hari Ini?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 November 2019 13:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat pada perdagangan Rabu (20/11/19), melanjutkan kinerja negatif sejak awal pekan lalu.
Rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,04% ke Rp 14.080/US$. Tetapi tidak lama berbalik masuk ke zona merah, bahkan mendekati level Rp 14.100/US$.
Perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang memanas sejak awal pekan ini memberikan tekanan bagi rupiah. Hubungan kedua negara merenggang setelah CNBC International Selasa kemarin melaporkan Pemerintah China pesimis dengan kesepakatan dagang setelah Presiden AS Donald Trump menolak untuk menghapus bea masuk produk China.
Sumber tersebut juga mengatakan China kini mengamati dengan seksama situasi politik di AS, termasuk sidang pemakzulan dan pemilihan presiden 2020. Para pejabat China dikatakan mulai mempertimbangkan apakah lebih rasional untuk menunggu hingga semua urusan politik tersebut selesai akibat kemungkinan Trump tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Di sisi lain dari AS, laporan terbaru menyebutkan dalam sidang Kabinet Selasa waktu setempat, Trump mengatakan akan menaikkan bea masuk jika China tidak menandatangani kesepakatan dagang.
"Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan bea masuk, bahkan lebih tinggi lagi" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk produk dari China senilai US$ 500 miliar, dan China membalas dengan menaikkan bea masuk terhadap produk made in USA senilai US$ 110 miliar.
Jika kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan dagang, Trump berencana akan menaikkan bea masuk lagi pada tanggal 15 Desember nanti.
Selain investor juga menanti notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bulan Oktober yang akan dirilis Kamis dini hari WIB. Notula tersebut berisi detail hasil rapat kebijakan saat The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75%.
Saat itu ketua The Fed, Jerome Powell, mengatakan periode pemangkasan suku bunga sudah berakhir. Powell menambahkan The Fed hanya akan memangkas suku bunga lagi jika perekonomian AS memburuk.
Dalam notulen rapat biasanya terdapat pendapat-pendapat dari para anggota pembuat kebijakan atau yang dikenal dengan Federal Open Market Committee (FOMC). Investor akan melihat berapa banyak anggota FOMC yang mendukung pernyataan Powell, dan berapa anggota yang memberikan pendapat berbeda. Dengan demikian, gambaran apakah suku bunga di AS akan kembali dipangkas atau tidak akan semakin jelas.
Setelah rilis notula tersebut, satu lagi yang membuat investor lebih memilih wait and see adalah pengumuman suku bunga BI pada Kamis siang. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebesar 5%.
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di kisaran rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan di atas MA20/rerata 20 hari (garis merah).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) mulai bergerak naik meski masih di zona negatif, histogramnya sudah masuk ke wilayah positif. Indikator ini mengindikasikan rupiah mulai kehilangan momentum penguatan dalam jangka menengah.
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di kisaran MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru), dan atas MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic bergerak naik dan berada di wilayah jenuh beli (overbought).
Rupiah kini bergerak di kisaran Rp 14.090/US$ yang menjadi support (tahanan bawah) terdekat. Jika tertahan di atas Rp 14.090/US$, rupiah berpeluang melemah ke Rp 14.110/US$.
Sebaliknya, melihat indikator Stochastic yang overbought, jika kembali turun dan tertahan di bawah support tersebut rupiah berpeluang memangkas pelemahan bahkan menguat menuju level Rp 14.070/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,04% ke Rp 14.080/US$. Tetapi tidak lama berbalik masuk ke zona merah, bahkan mendekati level Rp 14.100/US$.
Perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang memanas sejak awal pekan ini memberikan tekanan bagi rupiah. Hubungan kedua negara merenggang setelah CNBC International Selasa kemarin melaporkan Pemerintah China pesimis dengan kesepakatan dagang setelah Presiden AS Donald Trump menolak untuk menghapus bea masuk produk China.
Di sisi lain dari AS, laporan terbaru menyebutkan dalam sidang Kabinet Selasa waktu setempat, Trump mengatakan akan menaikkan bea masuk jika China tidak menandatangani kesepakatan dagang.
"Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan bea masuk, bahkan lebih tinggi lagi" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk produk dari China senilai US$ 500 miliar, dan China membalas dengan menaikkan bea masuk terhadap produk made in USA senilai US$ 110 miliar.
Jika kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan dagang, Trump berencana akan menaikkan bea masuk lagi pada tanggal 15 Desember nanti.
Selain investor juga menanti notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bulan Oktober yang akan dirilis Kamis dini hari WIB. Notula tersebut berisi detail hasil rapat kebijakan saat The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75%.
Saat itu ketua The Fed, Jerome Powell, mengatakan periode pemangkasan suku bunga sudah berakhir. Powell menambahkan The Fed hanya akan memangkas suku bunga lagi jika perekonomian AS memburuk.
Dalam notulen rapat biasanya terdapat pendapat-pendapat dari para anggota pembuat kebijakan atau yang dikenal dengan Federal Open Market Committee (FOMC). Investor akan melihat berapa banyak anggota FOMC yang mendukung pernyataan Powell, dan berapa anggota yang memberikan pendapat berbeda. Dengan demikian, gambaran apakah suku bunga di AS akan kembali dipangkas atau tidak akan semakin jelas.
Setelah rilis notula tersebut, satu lagi yang membuat investor lebih memilih wait and see adalah pengumuman suku bunga BI pada Kamis siang. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebesar 5%.
![]() Sumber: investing.com |
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di kisaran rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan di atas MA20/rerata 20 hari (garis merah).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) mulai bergerak naik meski masih di zona negatif, histogramnya sudah masuk ke wilayah positif. Indikator ini mengindikasikan rupiah mulai kehilangan momentum penguatan dalam jangka menengah.
![]() Sumber: investing.com |
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di kisaran MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru), dan atas MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic bergerak naik dan berada di wilayah jenuh beli (overbought).
Rupiah kini bergerak di kisaran Rp 14.090/US$ yang menjadi support (tahanan bawah) terdekat. Jika tertahan di atas Rp 14.090/US$, rupiah berpeluang melemah ke Rp 14.110/US$.
Sebaliknya, melihat indikator Stochastic yang overbought, jika kembali turun dan tertahan di bawah support tersebut rupiah berpeluang memangkas pelemahan bahkan menguat menuju level Rp 14.070/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular