Newsletter

Dow Jones Cetak Rekor Lagi, Pasar Keuangan Indonesia Positif

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
18 November 2019 07:12
Dow Jones Cetak Rekor Lagi, Pasar Keuangan Indonesia Positif
Foto: REUTERS/Andrew Kelly

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan kemarin kinerja pasar keuangan di Indonesia bisa dibilang lesu. Harga Obligasi bertenor 10 tahun mengalami penurunan harga sementara rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga melemah.

Yield Obligasi
pemerintah 10 tahun naik 0,07 basis poin menjadi 7,05%. Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder sehingga ketika harga turun maka yield naik. Umumnya yield yang lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Sementara rupiah juga melemah 0,41% terhadap hard currency Dolar Amerika Serikat (AS) pada level Rp 14.068/USD, IHSG juga terpangkas 0,80% ditutup pada level 6.128.

Galaunya pasar keuangan Indonesia dikarenakan faktor global yang tak menentu, khususnya dari hubungan AS dengan China yang terkesan maju-mundur. Di dua pekan lalu China mengklaim AS telah sepakat membatalkan beberapa bea masuk, tetapi Presiden AS Donald Trump malah membantah hal itu dan menyebut China curang.

"Sejak China masuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001, tidak ada negara yang memanipulasi atau memanfaatkan Amerika Serikat sebaik China. Saya tidak akan mengatakan "curang", tapi tidak ada yang lebih curang dari China, saya akan mengatakan itu" kata Trump, sebagaimana dilansir CNBC International.

Setelah membuat pelaku pasar kebingungan, akhirnya kabar gembira datang dari penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow. Larry menyebut negosiasi dengan Beijing berjalan konstruktif. Sekretaris Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan pembahasan dengan China akan dilanjutkan melalui panggilan telepon pada hari Jumat (22/11/2019).

Meski hasil dari percakapan tersebut baru akan diketahui pada akhir pekan tetapi aura damai dagang bisa dirasakan investor sepanjang pekan ini. Seperti diketahui kedua belah pihak akan menuju pada perjanjian kesepakatan perdagangan fase satu.

Dari dalam negeri, pada penghujung pekan kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca dagang (trade balance) Indonesia surplus US$ 160 juta, jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang meramal defisit neraca perdagangan sebesar US$ 300 juta.



Hal ini menjadi sesuatu yang baik bagi neraca keuangan Indonesia di awal kuartal keempat tahun ini, yakni dalam rangka mendorong data Neraca Pembayaran (Balance of Payment/BOP) menjadi surplus dan menjadi pijakan pelaku pasar dalam negeri untuk kembali masuk ke pasar modal.

Dari bursa saham Amerika Serikat (AS), tiga indeks utama pada akhir pekan lalu ditutup rata-rata menguat. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,80%, indeks S&P 500 positif 0,77%, dan Nasdaq terangkat 0,73%.

Setelah penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan Cina dan AS semakin dekat untuk mencapai kesepakatan perdagangan. Dow Jones kembali menguat dan bahkan memecahkan rekor tertingginya sepanjang masa yakni menyentuh 28.004.

Kudlow, selaku Direktur Dewan Ekonomi Nasional, pada hari Kamis (14/11) mengatakan bahwa  kedua negara sedang mendekati kesepakatan, menyasar pada diskusi yang bersifat konstruktif antar kedua negara. Komentar tersebut muncul setelah kedua belah pihak saling berselisih mengenai persyaratan perjanjian perdagangan fase satu yang akan ditandatangani.

Emiten-emiten AS khususnya yang dianggap terkait dengan perang dagang seperti: Caterpillar, Boeing, Apple dan Micron Technology semuanya naik di atas 1,2%.

Saham-saham di sektor kesehatan juga membantu kenaikan index utama berkat kebijakan Trump yang memaksa rumah sakit dan perusahaan asuransi membuka kesepakatan harga yang mereka buat. Saham-saham seperti Unitedhealth, Humana & Danaher semuanya naik lebih dari 4%.

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama, tentu dari bursa Wall Street yang menguat akhir pekan lalu, Bursa Asia berpotensi masih bergerak positif termasuk IHSG.

Sentimen kedua, adalah dolar AS yang cenderung melemah karena investor global mulai berani berinvestasi ke emerging market karena perang dagang mereda. Pada pukul 06:32 WIB, Dollar Index (greenback melawan enam mata uang utama dunia) melemah 0,03% pada level 97,96. Pelemahan dolar menjadi berkah bagi rupiah.

Sentimen ketiga, yaitu penurunan harga minyak minyak mentah (crude oil). Harga minyak jenis brent di pasar spot dunia turun 0,08% menjadi USD 63,41/barrel. Sedangkan light sweet juga turun 0,23% ke USD 57,88/barrel.

Turunnya harga minyak karena faktor naiknya pasokan produksi minyak. Badan Energi Internasional yang memperkirakan bahwa pertumbuhan pasokan non-OPEC akan melonjak menjadi 2,3 juta barel per hari (bph) tahun depan dibandingkan dengan 1,8 juta bph pada 2019.

Bagi rupiah, penurunan harga minyak menjadi sebuah berkah, pasalnya Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat harga minyak turun, maka biaya importasinya menjadi lebih murah.

Sentimen keempat, yaitu hubungan AS-China yang kembali membaik, Sekretaris Perdagangan AS Wilbur Ross, mengatakan pembahasan perdagangan AS-China akan dilanjutkan melalui panggilan telepon pada hari Jumat, kedua belah pihak akan membicarakan penuntasan perjanjian perdagangan fase satu yang di gadang-gadang akan ditandatangani.

Bagi pasar keuangan Indonesia yang pada minggu kemarin rata-rata melemah, sentimen dari hubungan AS-China yang membaik dapat menjadi katalis positif, apalagi ditunjang oleh data-data ekonomi yang sebenarnya tidak jelek-jelek amat.

Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:

  •          Rilis data GDP Growth Thailand (09:30 WIB);
  •          Rilis data Total Social Financing-Oktober/China (09:00 WIB);
  •          IPO Emiten - TEBE, BEI (09:00 WIB);
  •          Cash Deviden – SPTO (09:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Oktober 2019 YoY)

3,13%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (3Q-2019)

-2,7% PDB

Neraca pembayaran (3Q-2019)

-US$ 46 juta

Cadangan devisa (Oktober 2019)

US$ 126,7 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular