Total Utang Rp 40 T, Benarkah Kasus Jiwasraya Seseram Ini?
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
15 November 2019 12:15

Jiwasraya mengalami permasalahan khusus. Setidaknya ada 4 permasalahan yang membuat kinerja perseroan menjadi negatif.
Pertama, kesalahan pembentukan harga produk atau misspricing.
Return dari produk saving plan ini mencapai 9-13% dan memiliki guaranteed return. Nah guaranteed return yang ditawarkan lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG dan yield obligasi.
Kedua, lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi
Jiwasraya berinvestasi pada high risk asset untuk mengejar high return. Saham 22% tapi hanya 5% ditempatkan di LQ45 atau saham yang liquid.
Sedangkan reksa dana 59%, di mana hanya 2% yang dikelola top tier manajer investasi Indonesia.
Ketiga, adanya rekayasa harga saham (window dressing)
Diduga adanya jual-beli saham dengan dressing reksa dana.
Modusnya, saham yang overprice dibeli oleh Jiwasraya kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada Manajer Investasi, untuk kemudian dibeli oleh Jiwasraya.
Keempat, adanya tekanan likuiditas dari Produk Saving Plan
Gagal bayar ini menyebabkan penurunan kepercayaan nasabah.
Kondisi tersebut mengakibatkan adanya tekanan likuiditas dan melemahnya solvabilitas Jiwasraya.
Arya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN mengamini hal tersebut. "Banyak investasi agak mencurigakan di Jiwasraya. Sudah tercium. Saya yang baca laporan investasi di perusahaan yang melantai di bursa itu saham-saham gorengan. semua pemain saham tahu itu saham gorengan dilakukan investasi oleh Jiwasraya ketidakhati-hatiannya dipertanyakan," kata Arya kepada CNBC Indonesia.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan OJK telah memberikan laporan pengawasan kepada pemegang saham.
"Hasil pengawasan OJK dapat dimanfaatkan oleh pemegang saham untuk menindaklanjuti sesuai dengan AD/ART perusahaan. OJK melakukan pemeriksaan dan meminta manajemen dan pemilik untuk segera menyampaikan upaya penyehatan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," kata Sekar.
(wed)
Pertama, kesalahan pembentukan harga produk atau misspricing.
Return dari produk saving plan ini mencapai 9-13% dan memiliki guaranteed return. Nah guaranteed return yang ditawarkan lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG dan yield obligasi.
Jiwasraya berinvestasi pada high risk asset untuk mengejar high return. Saham 22% tapi hanya 5% ditempatkan di LQ45 atau saham yang liquid.
Sedangkan reksa dana 59%, di mana hanya 2% yang dikelola top tier manajer investasi Indonesia.
Ketiga, adanya rekayasa harga saham (window dressing)
Diduga adanya jual-beli saham dengan dressing reksa dana.
Modusnya, saham yang overprice dibeli oleh Jiwasraya kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada Manajer Investasi, untuk kemudian dibeli oleh Jiwasraya.
Keempat, adanya tekanan likuiditas dari Produk Saving Plan
Gagal bayar ini menyebabkan penurunan kepercayaan nasabah.
Kondisi tersebut mengakibatkan adanya tekanan likuiditas dan melemahnya solvabilitas Jiwasraya.
Arya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN mengamini hal tersebut. "Banyak investasi agak mencurigakan di Jiwasraya. Sudah tercium. Saya yang baca laporan investasi di perusahaan yang melantai di bursa itu saham-saham gorengan. semua pemain saham tahu itu saham gorengan dilakukan investasi oleh Jiwasraya ketidakhati-hatiannya dipertanyakan," kata Arya kepada CNBC Indonesia.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan OJK telah memberikan laporan pengawasan kepada pemegang saham.
"Hasil pengawasan OJK dapat dimanfaatkan oleh pemegang saham untuk menindaklanjuti sesuai dengan AD/ART perusahaan. OJK melakukan pemeriksaan dan meminta manajemen dan pemilik untuk segera menyampaikan upaya penyehatan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," kata Sekar.
(wed)
Next Page
BPK: Jiwasraya Tidak Boleh Bangkrut
Pages
Most Popular