Neraca Dagang Surplus, IHSG Kok Balik Arah Jadi Melemah?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 November 2019 09:45
Neraca Dagang Surplus, IHSG Kok Balik Arah Jadi Melemah?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (15/11/2019), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,28% ke level 6.115,76. Namun, IHSG kemudian berbalik arah ke zona merah pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional periode Oktober 2019. Per pukul 09:30 WIB, IHSG melemah 0,09% ke level 6.093,57.

Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa ekspor melemah sebesar 6,13% secara tahunan, lebih baik ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor mengalami kontraksi sebesar 9,03%. Sementara itu, impor diumumkan ambruk hingga 16,39% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan kontraksi sebesar 16,02%.

Neraca dagang Indonesia pada bulan lalu membukukan surplus senilai US$ 160 juta, lebih baik ketimbang konsensus yang memperkirakan adanya defisit senilai US$ 300 juta.

Sejatinya, surplus neraca dagang yang mengejutkan tersebut bisa menjadi kabar positif bagi pasar saham tanah air. Namun, tampaknya pelaku pasar dibuat khawatir terhadap koreksi di pos impor yang begitu dalam.

Untuk diketahui, sudah sedari bulan Juli impor Indonesia membukukan kontraksi secara tahunan. Memasuki kuartal IV-2019, tekanan terhadap pos impor ternyata bukan mengendur, namun bertambah parah.

Lemahnya impor tersebut merefleksikan aktivitas ekonomi yang lesu. Untuk diketahui, laju perekonomian Indonesia di sepanjang tahun 2019 terbilang mengecewakan.

Pada awal bulan ini tepatnya tanggal 5 November, BPS merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Sepanjang tiga bulan ketiga tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, disusul oleh pertumbuhan sebesar 5,05% secara tahunan pada kuartal II-2019.

Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.

Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Ketika perekonomian begitu lesu seperti saat ini, saham-saham di tanah air memang memiliki kecenderungan untuk diterpa tekanan jual.
Dari sisi eksternal, kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China yang semakin berwarna abu-abu menjadi faktor yang membebani kinerja IHSG.

Kini, hubungan AS-China di bidang perdagangan terlihat semakin renggang dan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu sepertinya masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.

CNBC International melaporkan bahwa AS sedang berusaha mendapatkan konsesi yang lebih besar dari China terkait dengan perlindungan kekayaan intelektual dan penghentian praktik transfer teknologi secara paksa.

Di sisi lain, Beijing dikabarkan enggan untuk memasukkan komitmen untuk membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah tertentu dalam teks kesepakatan dagang tahap satu. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa China setuju untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 50 miliar setiap tahunnya sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.

Perkembangan terbaru, Beijing kembali menegaskan bahwa AS harus menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dibebankan terhadap produk impor asal China jika ingin kesepakatan dagang tahap satu tercapai, sebuah hal yang masih enggan disetujui oleh pihak AS.

Perkembangan tersebut lantas melengkapi kabar negatif seputar perundingan dagang AS-China. Sebelumnya, Trump menegaskan bahwa AS akan menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China secara signifikan jika kesepakatan dagang tahap satu tak bisa diteken.

“Jika kami tak mencapai kesepakatan, kami akan secara signifikan menaikkan bea masuk tersebut,” kata Trump dalam pidatonya di hadapan para peserta Economic Club of New York.

“Bea masuk akan dinaikkan dengan sangat signifikan. Hal ini akan berlaku untuk negara-negara lain yang juga memperlakukan kita dengan tidak benar,” tambahnya.

Untuk diketahui, sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular