
Inggris Lolos dari Jurang Resesi, IHSG Ditutup Menguat 0,53%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (12/11/2019), di zona merah.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,22% ke level 6.135,49. Per akhir sesi satu, koreksi IHSG adalah sebesar 0,08% ke level 6.144,16. Beruntung, memasuki perdagangan sesi dua IHSG bisa merangsek ke zona hijau. Per akhir sesi dua, IHSG menguat 0,53% ke level 6.180,99.
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,81%, indeks Shanghai menguat 0,17%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,52%, indeks Straits Times terkerek 0,6%, dan indeks Kospi bertambah 0,79%.
Bursa saham Benua Kuning berhasil bangkit pasca sudah diterpa tekanan jual yang besar pada perdagangan kemarin (11/10/2019). Pada perdagangan kemarin, indeks Nikkei turun 0,26%, indeks Shanghai anjlok 1,83%, indeks Hang Seng ambruk 2,62%, indeks Straits Times terkoreksi 0,72%, dan indeks Kospi berkurang 0,61%.
Kabar gembira yang datang dari Inggris sukses memantik aksi beli di bursa saham Asia. Kemarin, pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi Inggris periode kuartal III-2019 diumumkan di level 0,3% secara kuartalan. Lantas, Inggris resmi terhindar dari resesi.
Untuk diketahui, pada kuartal II-2019 perekonomian Inggris terkontraksi 0,2% secara kuartalan. Jika pada kuartal III-2019 masih terjadi kontraksi, maka Inggris akan resmi memasuki periode resesi.
Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Di sisi lain, prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China yang kini semakin berwarna abu-abu menjadi faktor yang membebani kinerja bursa saham Benua Kuning.
Sebelumnya, China mengabarkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan AS untuk menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dikenakan oleh masing-masing negara selama perang dagang berlangsung, seperti dilansir dari CNBC International.
Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengabarkan bahwa kedua belah pihak telah setuju untuk secara bersama-sama menghapuskan bea masuk yang menyasar produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar tersebut. Penghapusan bea masuk disebut China akan dilakukan secara bertahap.
Dirinya kemudian menambahkan bahwa kedua belah pihak kini telah semakin dekat untuk menandatangani kesepakatan dagang tahap satu, menyusul negosiasi yang konstruktif dalam dua pekan terakhir.
Namun, pihak AS kemudian membantah klaim dari China tersebut. Penasehat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menegaskan bahwa pihak AS tak pernah menyepakati hal tersebut dengan China. Navarro pun menilai China tengah melakukan upaya propaganda.
"Tidak ada kesepakatan untuk saat ini yang menghapuskan semua tarif yang diberlakukan sebagai kondisi untuk kesepakatan dagang fase pertama," tegas Navarro dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (8/11/2019).
"Mereka hanya bernegosiasi di ranah publik dan tengah mencoba mendorong (kesepakatan) ke satu arah." tambah Navarro.
Perkembangan terbaru, Presiden AS Donald Trump menjadi pihak yang membantah klaim dari pihak China. Menjelang akhir pekan kemarin, Trump mengatakan bahwa dirinya belum setuju untuk menghapuskan bea masuk tambahan yang diberlakukan Washington terhadap produk impor asal China.
"Mereka ingin ada penghapusan. Saya belum menyetujui apapun," kata Trump pada hari Jumat waktu setempat (8/11/2019), dilansir dari CNBC International.
Untuk diketahui, sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.