Iran Temukan Ladang Minyak Baru, Arab Saudi 'Kepanasan'?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 November 2019 16:54
Iran Temukan Ladang Minyak Baru, Arab Saudi 'Kepanasan'?
Foto: Infografis/ Temuan Ladang minyak raksasa baru iran/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Iran dikabarkan menemukan ladang minyak raksasa di wilayah barat daya provinsi Khuzestan dengan estimasi cadangan mencapai 53 miliar barel. Ada anggapan penemuan ini membuat posisi Arab Saudi dengan cadangan minyak terbesar kedua dunia akan tergeser. Benarkah?

Menurut data Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Dunia (OPEC), jumlah cadangan minyak Arab Saudi hingga tahun 2018 mencapai 267,03 miliar barel atau menyumbang 22,4% dari total cadangan minyak OPEC.


Arab Saudi menjadi negara dengan cadangan minyak terbesar kedua setelah Venezuela dengan total cadangan mencapai 302,81 miliar barel pada 2018. Sementara itu, Iran tercatat memiliki cadangan minyak sebesar 155,6 miliar barel berada di peringkat tiga.

Artinya penemuan ladang minyak raksasa dengan estimasi cadangan minyak sebesar 53 miliar barel ini tentu belum mampu menggeser posisi Arab karena jika ditotal cadangan minyak Iran baru mencapai 208,6 miliar.

Apalagi belakangan ini ada kabar bahwa cadangan minyak yang ditemukan tidak sebesar itu. Angkanya diralat menjadi 22,5 miliar barel. Jika angka ini benar maka cadangan minyak Iran hanya sebesar 178,1 miliar barel. Masih jauh dari cadangan minyak Arab Saudi.

Kisah Rebutan Pengaruh Arab-Iran yang Pengaruhi Harga Minyak

Arab Saudi dan Iran merupakan dua entitas dengan pengaruh yang sangat besar di Timur Tengah. Keduanya saling bersaing untuk menjadi yang paling dominan di kawasan Timur Tengah.

Arab dan Iran memang tidak terlibat dalam konfrontasi langsung untuk berebut pengaruh. Namun keduanya telah memulai perang dingin sejak revolusi Iran pada 1979. Pada tahun tersebut Iran menjatuhkan pemerintahan yang pro barat dan pemimpin dari kalangan Syiah mengambil alih pemerintahan.

Arab menganggap bahwa peristiwa tersebut merupakan suatu bentuk ancaman terhadap hegemoni Arab sebagai negara pemimpin Islam selama ini.

Sejak saat itu Tehran mulai menjadi ancaman bagi Riyadh. Arab Saudi merespons dengan membentuk Gulf Cooperation Council dengan tujuan untuk menjaga keamanan dan melindungi dari ancaman ekstrimis Islam yang muncul kala itu.

Namun konflik ini juga telah menimbulkan perpecahan alias perang saudara yang membuat negara sekitar Timur Tengah lainnya terpecah seperti Yaman, Oman, dan Syiria.
Iran dan Arab memang tidak berkonfrontasi secara langsung. Namun keduanya terlibat dalam perang proksi di seluruh wilayah tersebut.

Di Yaman contohnya, Arab Saudi menuduh Iran memasok rudal balistik yang ditembakkan ke wilayah Saudi oleh gerakan pemberontak Syiah Houthi. 


[Gambas:Video CNBC]



Ketegangan yang terjadi selama puluhan tahun ini kembali terjadi pada 14 September kemarin setelah fasilitas kilang minyak Arab di Abqaiq dan Khuraish meledak akibat drone.

Akibatnya produksi minyak Arab terpangkas hingga lebih dari 5 juta barel per hari atau setara dengan 50% kapasitas produksi kilang Aramco. Tak hanya produksi minyak Arab saja yang terpangkas, suplai minyak global juga ikut kena imbasnya membuat harga minyak melesat hingga lebih dari 10% dalam sehari.



Sesaat setelah serangan ke kilang minyak Aramco, kelompok pemberontak Houthi mengumumkan bahwa pihaknya yang telah menyerang fasilitas tersebut. Namun ada yang janggal dari klaim tersebut.

Menurut juru bicara Houthi Yahya Sharee, kelompok pemberontak Houthi menggunakan 10 buah drone. Sementara penemuan di lapangan ada 17 titik serangan. Itu kejanggalan pertama.

Kejanggalan yang kedua adalah, lokasi serangan sangatlah jauh dari perbatasan Arab dan Yaman sehingga menjadi hal yang cukup mustahil untuk melakukan serangan tersebut dengan drone milik Houthi. Perlu diketahui bersama, jarak fasilitas Aramco dengan perbatasan hingga 500 mil.

Kejanggalan yang ketiga adalah kesuksesan serangan dengan tingkat koordinasi yang begitu luar biasa. Menurut Fabian Hinz selaku peneliti di James Martin Center for Nonproliferation Study mengatakan bahwa tindakan tersebut mustahil untuk dilakukan oleh kelompok pemberontak Houthi.

Sebelum ada informasi resmi dari Arab, foto pecahan misil yang diunggah di twitter menjadi viral dan menunjukkan adanya kemiripan misil tersebut dengan misil Iran Ya Ali yang dapat melaju menempuh jarak yang jauh.

Peristiwa tersebut telah memicu ketegangan kembali muncul di Timur Tengah. Namun pihak Arab Saudi memastikan bahwa pasokan minyak akan kembali pulih di akhir September. Nyatanya, pasokan pulih lebih cepat dan membuat harga minyak kembali turun.

Tak lama dari peristiwa itu. Tepatnya sebulan kemudian tanker Iran yang membawa minyak meledak. Ada kemungkinan bahwa serangan itu dikarenakan oleh misil. Menteri luar negeri Iran mengatakan kemungkinan serangan diakibatkan oleh dua tembakan misil.

Peristiwa tersebut terjadi di Laut Merah tepatnya 60 mil atau 96 km dari pelabuhan Jeddah. Ketegangan tersebut kembali membuat harga minyak melonjak hingga 2% dalam sehari. Walau lonjakannya tidak sebesar ketika serangan ke fasilitas kilang Aramco, tetap saja tensi geopolitik di Timur Tengah cukup membuat khawatir perang teluk akan terjadi dan mempengaruhi harga minyak dunia.



Tak dapat dipungkiri bahwa ketegangan yang terjadi di Timur Tengah sebagai bentuk manifestasi upaya berebut pengaruh antara Arab dan Iran membuat harga minyak jadi lebih volatil mengingat keduanya merupakan negara penghasil minyak terbesar di dunia. Temuan ladang minyak raksasa tersebut yang pasti membuat posisi Iran di Timur Tengah semakin tidak bisa diremehkan. Belum lagi campur tangan pihak ketiga seperti Amerika Serikat menjadikan kondisi semakin menegangkan.

Sekarang pertanyaannya adalah apakah perang benar-benar akan terjadi? Tidak ada yang bisa menjawab. Namun kita berhadap bahwa perang tidak terjadi karena menimbulkan kerugian besar tidak hanya bagi ekonomi tetapi juga kerugian moral.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(twg) Next Article Ladang Minyak Arab Saudi Diserang, Harga Minyak Bakal Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular