
Terungkap! Ini Sebabnya Baht Menjadi Raja Mata Uang Asia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 November 2019 15:01

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Baht Thailand menjadi raja mata uang Asia di tahun ini, berdasarkan data Refinitiv hingga 31 Oktober lalu sudah menguat 6,79% melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan mencapai level terkuat sejak Mei 2013.
Analis dari Goldman Sachs sebagaimana dilansir Bloomberg mengatakan banyak faktor yang membuat bath begitu perkasa di tahun ini, tetapi dari semua faktor tersebut, current account atau transaksi berjalan Thailand menjadi penyebab utama penguatan tajam baht.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) bahkan memprediksi current account Thailand akan mencatat surplus 6% dari produk domestik bruto (PDB). Persentase tersebut nyaris dua kali lipat dari surplus current account Jepang.
Selain itu, cadangan devisa yang besar serta inflasi yang stabil juga memberikan kenyamanan bagi investor menaruh dananya di Thailand. Cadangan devisa di bulan Oktober tercatat sebesar US$ 223 miliar atau setara dengan lebih dari 12 bulan impor, sementara inflasi hanya 0,11% year-on-year (YoY), berdasarkan data Trading Economics.
Meski menjadi raja mata uang utama Asia, penguatan baht bukan kabar bagus bagi Thailand. Bank sentral Thailand sampai harus memangkas suku bunga sebanyak dua kali dalam tiga bulan terakhir. Rabu (6/11/19) pekan lalu menjadi kali kedua bank sentral Thailand memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 1,25%.
Penguatan baht membuat ekspor Thailand merosot, begitu juga dengan kunjungan wisatawan manca negara yang turun drastis. Data dari Trading Economics menunjukkan pada bulan Agustus dan September, ekspor mengalami penurunan 4% dan 1,39% YoY.
Sementara kunjungan wisatawan mancanegara anjlok 16,26% di bulan September dari bulan Agustus menjadi 2.902.731 orang.
Selain itu, akibat terus menguatnya baht, Presiden Asosiasi Agen Travel Thailand, Vichit Prakobgosol, sebagaimana dilansir Chiang Rai Times mengatakan sektor pariwisata kemungkinan kehilangan peluang untuk menarik wisatawan ke Thailand, dan pemerintah kemungkinan tidak akan mencapai target kunjungan saat puncak wisata di bulan November dan Desember.
Senada dengan Vichit, Dewan Pariwisata Thailand sudah menurunkan prediksi kunjungan wisman tahun ini menjadi 39,7 juta orang dari sebelumnya 40,1 juta orang, dan pendapatan dari sektor pariwisata diperkirakan berkurang menjadi 1,95 triliun baht, dari sebelumnya 2,13 triliun baht.
Baht memang menjadi raja mata uang utama Asia di tahun ini, tetapi sang raja malah memberi dampak yang tidak bagus bagi perekonomian Thailand.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/dru) Next Article Thailand Gonjang-ganjing Tapi Bath Perkasa, Apa Rahasianya?
Analis dari Goldman Sachs sebagaimana dilansir Bloomberg mengatakan banyak faktor yang membuat bath begitu perkasa di tahun ini, tetapi dari semua faktor tersebut, current account atau transaksi berjalan Thailand menjadi penyebab utama penguatan tajam baht.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) bahkan memprediksi current account Thailand akan mencatat surplus 6% dari produk domestik bruto (PDB). Persentase tersebut nyaris dua kali lipat dari surplus current account Jepang.
Selain itu, cadangan devisa yang besar serta inflasi yang stabil juga memberikan kenyamanan bagi investor menaruh dananya di Thailand. Cadangan devisa di bulan Oktober tercatat sebesar US$ 223 miliar atau setara dengan lebih dari 12 bulan impor, sementara inflasi hanya 0,11% year-on-year (YoY), berdasarkan data Trading Economics.
Meski menjadi raja mata uang utama Asia, penguatan baht bukan kabar bagus bagi Thailand. Bank sentral Thailand sampai harus memangkas suku bunga sebanyak dua kali dalam tiga bulan terakhir. Rabu (6/11/19) pekan lalu menjadi kali kedua bank sentral Thailand memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 1,25%.
Penguatan baht membuat ekspor Thailand merosot, begitu juga dengan kunjungan wisatawan manca negara yang turun drastis. Data dari Trading Economics menunjukkan pada bulan Agustus dan September, ekspor mengalami penurunan 4% dan 1,39% YoY.
Sementara kunjungan wisatawan mancanegara anjlok 16,26% di bulan September dari bulan Agustus menjadi 2.902.731 orang.
Selain itu, akibat terus menguatnya baht, Presiden Asosiasi Agen Travel Thailand, Vichit Prakobgosol, sebagaimana dilansir Chiang Rai Times mengatakan sektor pariwisata kemungkinan kehilangan peluang untuk menarik wisatawan ke Thailand, dan pemerintah kemungkinan tidak akan mencapai target kunjungan saat puncak wisata di bulan November dan Desember.
Senada dengan Vichit, Dewan Pariwisata Thailand sudah menurunkan prediksi kunjungan wisman tahun ini menjadi 39,7 juta orang dari sebelumnya 40,1 juta orang, dan pendapatan dari sektor pariwisata diperkirakan berkurang menjadi 1,95 triliun baht, dari sebelumnya 2,13 triliun baht.
Baht memang menjadi raja mata uang utama Asia di tahun ini, tetapi sang raja malah memberi dampak yang tidak bagus bagi perekonomian Thailand.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/dru) Next Article Thailand Gonjang-ganjing Tapi Bath Perkasa, Apa Rahasianya?
Most Popular