
1.900 Fund Manager Global Melek Investasi Hijau, RI Kapan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Yayasan Kehati, LSM lingkungan terbesar di Indonesia, mengungkapkan para pebisnis dan pengelola dana investasi perlu bergerak lebih cepat karena gelombang investasi berkelanjutan yang berbasis ESG (Environmental, Social and Corporate Governance), tidak akan terbendung lagi.
Pada akhirnya, menurut Kehati, investasi dan bisnis yang peduli lingkungan dan sosial, bukanlah sesuatu yang akan dipaksakan lagi oleh regulator dan diteriak-teriakkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Ia kelak akan menjadi norma-norma, nilai-nilai yang akan sendirinya diadopsi pasar," kata Riki Frindos, Direktur Eksekutif Yayasan Kehati, dalam ulasannya, dikutip CNBC Indonesia, Senin (11/11/2019).
Dia mengatakan bukan tak mungkin suatu saat perusahaan akan kesulitan mengeluarkan obligasi jika rating ESG atau rating sosial dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratan investor.
"Demikian juga di pasar saham, pintu akan tertutup rapat-rapat bagi perusahaan-perusahaan yang tidak ramah lingkungan, yang tidak peduli pada masyarakat di sekitarnya, yang tanpa malu-malu mencuri masa depan anak-anak mereka sendiri," tegas mantan Chief Investment PT Eastspring Investment Indonesia ini.
Dia menjelaskan, secara global, gelombang besar investasi yang berkelanjutan dan bertanggungjawab, yang mengintegrasikan aspek lingkungan hidup, sosial, dan tata kelola yang baik (ESG) tumbuh pesat dalam tahun-tahun terakhir.
Bahkan dalam pertemuan yang diikutinya awal September lalu, terdapat sekitar 2.000 pengelola dana atau fund manager terkemuka dan eksekutif senior dari berbagai perusahaan investasi juga menyoroti perkembangan ini. Ribuan fund manager itu memadati konferensi investasi tahunan PRI (Principle for Responsible Investment) di Paris.
"Tidak seperti layaknya sebuah konferensi tentang investasi dan pengelolaan dana, tidak ada satu sesi pun yang membahas, misalnya, tentang kondisi perekonomian atau prospek laba perusahaan," kata Riki.
Mereka, selama 3 hari bertukar fikiran mengenai perubahan iklim, bencana keanekaragaman hayati, pekerja anak, perbudakan modern, kesetaraan gender, dan berbagai isu lingkungan, sosial, dan tata kelola lainnya. "Karena mereka percaya tanpa kepedulian pada aspek lingkungan hidup dan sosial, tidak ada jaminan bagi keberlanjutan investasi mereka," urainya.
Dana global
Menurut catatan PRI, saat ini lebih dari 1.900 pengelola dan pemilik aset keuangan yang mengontrol dana sebesar US$ 89 triliun, telah berkomitmen untuk mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan.
Selain itu, tegas Riki, MSCI (Morgan Stanley Capital International) mengatakan bahwa dana kelolaan reksa dana ETF (exchange traded fund, reksa dana yang bisa diperdagangkan di bursa) berbasis ESG di seluruh dunia naik lebih dari 12x lipat dalam 5 tahun terakhir.
Survei US-SIF (Sustainable Investment Forum) tahun 2019 juga mengungkapkan dana kelolaan investasi di AS yang mengacu pada prinsip-prinsip keberlanjutan tumbuh 38% dibandingkan survei 2 tahun sebelumnya, dan telah mencakup lebih dari seperempat total dana kelolaan.
Menurut Riki, di Indonesia pasar memang lebih lambat merespons, meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2014 yang lalu telah meluncurkan peta jalan keuangan berkelanjutan.
Kerangka regulasi dan pilot project penerbitan obligasi hijau juga telah dieksekusi. Dalam 5 tahun sebelumnya, pada tahun 2009, Yayasan Kehati juga merintis insiatif investasi berkelanjutan di pasar modal Indonesia dengan meluncurkan Indeks SRI KEHATI, indeks saham berkelanjutan berbasis ESG yang pertama di Indonesia, bahkan di ASEAN.
Tak hanya itu, Yayasan Kehati juga berusaha menggaet manajer investasi (MI) untuk mengeluarkan produk reksa dana berkelanjutan. Dalam 2 tahun terakhir dana reksa dana ESG yang mengacu pada Indeks SRI KEHATI tumbuh lebih 7 kali lipat menjadi Rp 1,5 triliun. Jumlah reksa dana pun bertambah pesat dari 2 menjadi 9.
"Ini adalah sebuah tren yang sangat menggembirakan, namun secara proporsional masih belum signifikan dibandingkan jumlah kelolaan reksa dana di tanah air.
Saatnya investor masuk pasar modal, lagi
(tas/hps) Next Article Peringkat Iklim RI Ngalahin Singapura, Bakal Banjir Investor?
