Saham Kapitalisasi Rp 100 T

Bersaing Ketat, Market Cap Bank Mandiri Salip Unilever

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
11 November 2019 13:08
Sementara Unilever turun ke posisi lima.
Foto: cover topik/ RUPSLB bank mandiri thumbnail/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Penguatan pada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) pada pekan lalu berhasil membuat kapitalisasi pasar (market capitalization/market cap) ikut terangkat, dan mampu menyalip kapitalisasi PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang mengalami penurunan harga saham.

Sepanjang pekan lalu, saham Bank Mandiri mengalami kenaikan 125 poin atau menguat 1,79% ke level Rp 7.100/saham. Sementara Saham Unilever justru bergerak sebaliknya, turun 550 poin atau 1,26% ke level Rp 43.150/saham.

Hal ini membuat market cap UNVR terpangkas Rp 4,2 triliun dari Rp 333,43 triliun pada Jumat (1/11/2019), menjadi Rp 329,23 triliun pada Jumat (8/11/2019). Adapun market cap BMRI naik Rp 5,83 triliun dari Rp 325,50 triliun pada Jumat (1/11), menjadi Rp 329,23 triliun pada (8/11).

Hal ini membuat saham Bank Mandiri naik ke posisi empat deretan emiten dengan market cap saham terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara Unilever turun ke posisi lima.

Bila diperhatikan lebih lanjut, hanya ada 12 emiten yang market cap sahamnya di atas Rp 100 triliun. Pada posisi pertama masih ditempati PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan kapitalisasi Rp 774,17 triliun setara 10,86% dari bobot IHSG, disusul PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan kapitalisasi Rp 492,15 triliun atau 6,9% dari bobot IHSG.

Secara umum saham-saham berbobot raksasa tersebut kinerja sahamnya tertekan sepekan kemarin, delapan dari 12 emiten mengalami penurunan harga, sedangkan empat saham lainnya mengalami kenaikan harga.

Berikut data selengkapnya terkait deretan saham-saham elit bursa:



Ada berbagai sentimen yang mempengaruhi pergerakan saham-saham tersebut di atas. Dari global, hubungan antara Amerika Serikat (AS) dengan China kembali dipertanyakan.

Juru Bicara Departemen Perdagangan China, Gao Feng mengatakan bahwa Washington dan Beijing sepakat untuk menghapus bea tambahan yang dikenakan pada produk masing-masing dalam fase yang berbeda, setelah mereka membuat kemajuan dalam mencapai kesepakatan perdagangan.

Namun pihak Washington membantah klaim tersebut. Penasehat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menegaskan bahwa pihak AS tak pernah menyepakati hal tersebut dengan China. Navarro pun menilai China tengah melakukan upaya propaganda.

"Tidak ada kesepakatan untuk saat ini yang menghapuskan semua tarif yang diberlakukan sebagai kondisi untuk kesepakatan dagang fase pertama," tegas Navarro dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (8/11/2019).

"Mereka hanya bernegosiasi di ranah publik dan tengah mencoba mendorong (kesepakatan) ke satu arah." tambah Navarro.

Sementara dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2019 yang tumbuh 5,02%, sejalan dengan konsensus para ekonom yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan pertumbuhan 5,2%.

Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2019 yang tumbuh 5,05%. Hal ini membuat pelaku pasar sepertinya keluar dahulu dari pasar modal karena ekonomi Indonesia yang mengalami penurunan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(yam/hps) Next Article Saling Sikut Emiten di Klasemen Market Cap Rp 100 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular