Internasional

Maaf Isu Lingkungan Belum Laku, Trump Masih Cinta Batu Bara

Wangi Sinintya Mangkuto & Tirta Widi Citradi, CNBC Indonesia
07 November 2019 07:34
Maaf Isu Lingkungan Belum Laku, Trump Masih Cinta Batu Bara
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah AS sepertinya makin 'serius' untuk meninggalkan isu perubahan iklim. Bukan hanya menarik diri dari Paris Agreement (Perjanjian Paris), AS juga dikabarkan akan melonggarkan birokrasi terkait bisnis batu bara.

Melalui Badan Perlindungan lingkungan (EPA) pejabat pemerintahan Presiden Donald Trump dikabarkan mulai mengkaji proposal untuk memberi banyak ruang bagi perkembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara. PLTU sebelumnya dibatasi selama pemerintahan Presiden Obama.


"Proposal baru ini ... bakal mengurangi beban berat pada produsen listrik di seluruh negeri," tulis Los Angeles Times mengutip pejabat EPA Andrew Wheeler.

Proposal ini dipublikasikan dalam website resmi EPA. Salah satu poin dalam revisi aturan itu terkait abu batu bara (coal ash) yang merupakan sisa dari hasil pembakaran batu bara.

Berbeda dengan aturan sebelumnya, coal ash bakal bisa digunakan kembali untuk kepentingan perusahaan termasuk PLTU dan infrastrukturnya. Rencana penutupan lubang-lubang galian yang tercemar juga bakal mundur dari jadwal.

Proposal baru ini juga akan memberi batas waktu hingga 2028 bagi perusahaan untuk mengimplementasikan standar kebijakan pengolahan limbah yang baru. Menurut EPA, proposal yang tengah digarap bakal memangkas biaya produksi hingga US$ 175 miliar per tahun.



Diharapkan peraturan ini bisa memberi keuntungan pada industri batu bara AS. Kini industri ini tengah dilanda kebangkrutan karena kalah bersaing dengan gas dan energi terbarukan.

Langkah pemerintahan Trump ini tentu mengundang kritik dari sejumlah lembaga penggerak lingkungan. Earthjustice, merujuk pada laporan yang dihasilkannya Proyek Integritas Lingkungan, menunjukkan bahwa sebagian besar pembangkit listrik tenaga batu bara memiliki tingkat racun yang tidak aman di air tanah terdekat.

"Alih-alih memperhitungkan data itu, aturan-aturan seharusnya dibuat lebih kuat. Administrasi ini telah menutup mata terhadap fakta," kata Thomas Cmar, seorang pengacara untuk Earthjustice.

"Proposal ini juga memberi risiko pada suplai Air AS," tulis Reuters mengutip lembaga itu.

Sebelumnya, di Senin lalu, pemerintah Trump mengajukan dokumen ke PBB untuk menarik diri dari Perjanjian Paris. Tujuannya adalah untuk memperkuat birokrasi bagi entitas bisnis di AS.

Jika benar keluar, AS akan menjadi satu-satunya negara yang berada di luar perjanjian itu. Perjanjian ini sendiri di tanda tangani 55 negara anggota yang tergabung dalam united Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC).

Sebelumnya, dalam kampanye Trump memang berjanji akan membatalkan perjanjian itu. Menurutnya, Perjanjian Paris merugikan ekonomi AS. Perjanjian Paris telah mengekang industri listrik, mobil dan sektor pengeboran minyak dan gas.

[Gambas:Video CNBC]



Penarikan diri AS dari Perjanjian Paris tentu menimbulkan konsekuensi terhadap lingkungan. Saat ini, Amerika menyumbang 16% emisi karbon global dan merupakan negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China.

Menurut studi yang dilakukan oleh The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebesar 65% emisi gas rumah kaca diakibatkan oleh konsumsi bahan bakar fosil dan aktivitas industri.

Terkait konsumsi bahan bakar fosil, Amerika merupakan negara dengan konsumsi bahan bakar fosil terbesar kedua di dunia setelah China hingga 2018.

Laporan BP Statistical Review of World Energi 2019 menyatakan konsumsi bahan bakar fosil AS 2018 mencapai 1,9 miliar ton ekuivalen minyak atau 16,5% dari total konsumsi bahan bakar fosil dunia. Lebih lanjut, konsumsi bahan bakar fosil Paman Sam naik 3,78% dari tahun 2017 ke 2018.

BP juga mencatat bahwa konsumsi minyak bumi dan gas alam AS naik masing-masing 1,96% dan 10,51% sementara itu konsumsi batu bara turun 4,32% pada periode 2017-2018.
(sef/sef) Next Article Dulu Nyinyir, Donald Trump Kini Ketahuan Cuan dari Kripto

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular