
Data Pertumbuhan Ekonomi Tak Kuat Lagi Angkat Rupiah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 November 2019 13:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih saja melemah. Faktor domestik dan eksternal memang sedang kurang suportif, bukan hanya buat rupiah tetapi juga mata uang Asia lainnya.
Pada Rabu (6/11/2019) pukul 13:25 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.003. Rupiah melemah 0,27% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah memang melemah tetapi tipis saja di 0,07%. Selepas itu depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS berhasil menembus level psikologis Rp 14.000.
Dari dalam negeri, sepertinya rupiah terimbas aksi ambil untung karena penguatannya yang sudah signifikan akhir-akhir ini. Dalam sebulan terakhir, rupiah menguat 1,07% terhadap dolar AS.
Selama tiga bulan ke belakang, apresiasi rupiah mencapai 1,8%. Kalau dihitung sejak awal tahun, maka penguatan rupiah tercatat 2,59%.
Ditambah lagi efek rilis data pertumbuhan ekonomi sudah memudar. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia periode Juli-September 2019 tumbuh 5,02% year-on-year (YoY). Sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, tetapi sedikit lebih baik ketimbang konsensus dari Reuters dan Bloomberg yaitu 5,01% dan 5%.
Realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari proyeksi dua kantor berita besar tersebut membuat investor berani masuk ke pasar keuangan Indonesia. Kemarin, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 10,48 miliar di pasar reguler dan mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 1,36%.
Kemudian kala lelang obligasi pemerintah, penawaran yang masuk mencapai Rp 67,97 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah mengambil Rp 24,25 triliun, lebih tinggi dibandingkan target indikatif Rp 15 triliun.
Namun ternyata sentimen positif dari data pertumbuhan ekonomi hanya bertahan sehari. Sekarang rupiah sudah tergilas oleh profit taking.
Pada Rabu (6/11/2019) pukul 13:25 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.003. Rupiah melemah 0,27% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah memang melemah tetapi tipis saja di 0,07%. Selepas itu depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS berhasil menembus level psikologis Rp 14.000.
Dari dalam negeri, sepertinya rupiah terimbas aksi ambil untung karena penguatannya yang sudah signifikan akhir-akhir ini. Dalam sebulan terakhir, rupiah menguat 1,07% terhadap dolar AS.
Selama tiga bulan ke belakang, apresiasi rupiah mencapai 1,8%. Kalau dihitung sejak awal tahun, maka penguatan rupiah tercatat 2,59%.
Ditambah lagi efek rilis data pertumbuhan ekonomi sudah memudar. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia periode Juli-September 2019 tumbuh 5,02% year-on-year (YoY). Sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, tetapi sedikit lebih baik ketimbang konsensus dari Reuters dan Bloomberg yaitu 5,01% dan 5%.
Realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari proyeksi dua kantor berita besar tersebut membuat investor berani masuk ke pasar keuangan Indonesia. Kemarin, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 10,48 miliar di pasar reguler dan mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 1,36%.
Kemudian kala lelang obligasi pemerintah, penawaran yang masuk mencapai Rp 67,97 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah mengambil Rp 24,25 triliun, lebih tinggi dibandingkan target indikatif Rp 15 triliun.
Namun ternyata sentimen positif dari data pertumbuhan ekonomi hanya bertahan sehari. Sekarang rupiah sudah tergilas oleh profit taking.
Next Page
Profit Taking Menghantui Asia
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular