
Ini Kabar dari Pasar di Penghujung Oktober
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
01 November 2019 08:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari kemarin, Kamis (31/10/2019) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup kurang menyenangkan. Indeks acuan saham dalam negeri ini menutup hari terakhir di bulan Oktober dengan koreksi sebesar 1,07% ke level 6.228,32.
Berbeda dengan Indonesia, bursa saham lainnya di Asia justru menguat. Indeks Nikkei naik 0,37%, indeks Hang Seng menguat 0,9%, indeks Straits Times terkerek 0,73%, dan indeks Kospi bertambah 0,15%.
Cermati aksi dan peristiwa emiten berikut ini yang dihimpun dalam pemberitaan CNBC Indonesia sebelum memulai perdagangan akhir pekan ini, Jumat (1/11/2019):
1. Hanson Diminta Balikin Duit Triliunan Investor, Dicicil!
Satgas Waspada Investasi meminta manajemen emiten properti yang dikendalikan oleh Benny Tjokrosaputro, PT Hanson International Tbk (MYRX) untuk mengembalikan semua dana triliunan yang sebelumnya dihimpun untuk diinvestasikan di perusahaan tersebut.
Pengembalian dana tersebut akan dilakukan secara mencicil dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan agar tetap sehat dalam operasionalnya.
Kepala Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing mengatakan Hanson International diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sudah dilakukan pengawasan dengan mengenakan sanksi.
"Kegiatan itu [penggalangan dana di Hanson] melanggar ketentuan, karena dia tidak memiliki izin [perbankan] untuk itu. Dan dia harus mengembalikan. Mengenai pengembaliannya kita juga memahami bagaimana kemampuan perusahaan supaya perusahaan tetap hidup dengan mengembalikan [dana]," kata Tongam dalam jumpa pers Satgas Waspada Investasi bersama dengan Bareskrim Polri dan Kementerian Kominfo, Jalan Lapangan Banteng Timur, Kamis (31/10/2019).
2.Tertekan Beban, Laba UNTR Q3 Terpangkas 5% Jadi Rp 6,69 T
Emiten penjualan alat berat Grup Astra, PT United Tractors Tbk (UNTR) mencatatkan penurunan laba bersih sepanjang periode Januari hingga September 2019 atau 9 bulan pertama tahun ini.
Dalam laporan keuangan perusahaan, Kamis (31/10/2019), laba bersih yang diatribusikan terhadap entitas induk, turun 4,76% menjadi Rp 6,69 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 10,19 triliun.
"Penurunan laba bersih disebabkan meningkatnya biaya keuangan dan dari selisih kurs," kata manajemen UNTR, dalam keterangan resmi di situs perusahaan.
United Tractors mencatatkan kenaikan pendapatan 6,83% menjadi Rp 65,60 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 61,12 triliun. Naiknya pendapatan ini dikontribusikan dari penjualan alat berat, tambang batu bara dan sektor baru, yakni tambang emas.
3.Laba ANTM Q3 Turun 11%, Harga Saham Langsung Anjlok 4,3%
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) membukukan kenaikan total pendapatan sepanjang 9 bulan pertama tahun ini. Akan tetapi, perolehan laba bersih perusahaan terkoreksi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Mengacu laporan keuangan Antam per 30 September 2019, ANTM mencatatkan kenaikan total pendapatan sebesar 22,98% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp 24,54 triliun dari perolehan tahun lalu Rp 19,95 triliun.
Namun laba bersih periode Januari-September 2019 justru turun 11,08% secara tahunan menjadi Rp 561,19 miliar dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 631,13 miliar.
Mengacu laporan keuangan, komoditas emas menyumbang kontribusi penjualan terbesar mencapai Rp 17,03 triliun atau naik 27,26% dari sebelumnya Rp 13,38 triliun. Sedangkan dari sisi volume penjualan, emas ANTM tumbuh 19% YoY dari 22.388 kg menjadi 26.712 kg.
4. Ritel Masih Tertekan, MAPI Cetak Laba Rp 813 M per September
Perusahaan ritel gaya hidup, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) mencatatkan laba bersih meningkat 38% menjadi Rp 813 miliar pada 9 bulan pertama tahun ini, dibandingkan periode yang sama 2018 sebesar Rp 588 miliar.
Mengacu laporan keuangan, pendapatan bersih MAPI meningkat 11% menjadi Rp 15,4 triliun dari sebelumnya Rp 13,8 triliun yang dicapai pada periode yang sama di tahun 2018. Laba usaha tumbuh 26% dari Rp 1,06 triliun menjadi Rp 1,3 triliun.
Head of Corporate Communication MAPI Fetty Kwartati mengatakan perbaikan margin yang dicapai selama periode 9 bulan pertama ini dipicu oleh penguatan nilai mata uang rupiah, dan membaiknya proses merchandising, analisa data, serta inventory profiling.
"Untuk proyeksi ke depan, kami optimistis namun tetap berhati-hati, dan MAP akan memper kuat fokus pada mesin pertumbuhan utama Perusahaan, yakni melalui konsep specialty stores, F&B dan cosmetics, health & beauty," kata Fetty, dalam siaran pers yang sampaikan ke Bursa Efek Indonesia, Kamis ini (31/10/2019).
5. 9 Bulan, Grup Astra Cetak Laba Rp 15,87 T, Turun 7%
PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan laba bersih dalam 9 bulan pertama tahun ini atau per September 2019 sebesar Rp 15,87 triliun, turun 7,03% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 17,07 triliun.
Mengacu laporan keuangan yang dipublikasikan Kamis ini (31/10/2019), pencapaian laba bersih ini terjadi di tengah kenaikan pendapatan perusahaan yang satu digit. Pada periode tersebut, pendapatan induk Grup Astra ini hanya naik 1,24% menjadi Rp 177,04 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp 174,88 triliun.
Dari penjualan ini, pendapatan terbesar dari penjualan barang sebesar Rp 120,82 triliun, turun dari sebelumnya Rp 121,54 triliun, sementara dari jasa dan sewa naik menjadi Rp 41,15 trilliun dari sebelumnya Rp 39,04 triliun.
6.Reksa Dana Schroders Menguap Rp 6 T, Ini Penyebabnya
Jumlah dana kelolaan (asset under management/AUM) PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroders), salah satu manajer investasi terbesar di Indonesia, turun selama tahun berjalan hingga September 2019. Penurunan nilai aset dasar (underlying asset) dan penarikan dana (redemption) asing menjadi pemicu penurunan AUM.
Berdasarkan data yang diolah Tim Riset CNBC Indonesia dari beberapa layanan aplikasi penjual reksa dana, nilai AUM Schroders Indonesia tercatat turun Rp 5,99 triliun menjadi Rp 40,31 triliun dibandingkan akhir Desember 2018 yang tercatat Rp 46,3 triliun.
Presiden Direktur Schroders Indonesia Michael Tjoajadi menyampaikan penurunan AUM tersebut merupakan hal biasa karena sentimen di pasar saham domestik kurang baik selama 2019.
Ada dua faktor yang menjadi pemicu penurunan nilai AUM, penarikan dana oleh investor asing (redemption) dan penurunan nilai aset dasar yang mayoritas saham.
"Redemption terjadi karena investor [kebanyakan asing] khawatir dengan perlambatan dan resesi ekonomi dunia. Jadi mereka keluar. Sebenarnya tidak ada masalah besar ini semua murni karena faktor market yang sedang tidak baik," kata Michael menjelaskan kepada CNBC Indonesia, (31/10/2019)
(hps/hps) Next Article Laba Astra Drop 8% di Q1, Pizza Hut Tegaskan Tak Ada PHK
Berbeda dengan Indonesia, bursa saham lainnya di Asia justru menguat. Indeks Nikkei naik 0,37%, indeks Hang Seng menguat 0,9%, indeks Straits Times terkerek 0,73%, dan indeks Kospi bertambah 0,15%.
Cermati aksi dan peristiwa emiten berikut ini yang dihimpun dalam pemberitaan CNBC Indonesia sebelum memulai perdagangan akhir pekan ini, Jumat (1/11/2019):
Satgas Waspada Investasi meminta manajemen emiten properti yang dikendalikan oleh Benny Tjokrosaputro, PT Hanson International Tbk (MYRX) untuk mengembalikan semua dana triliunan yang sebelumnya dihimpun untuk diinvestasikan di perusahaan tersebut.
Pengembalian dana tersebut akan dilakukan secara mencicil dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan agar tetap sehat dalam operasionalnya.
Kepala Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing mengatakan Hanson International diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sudah dilakukan pengawasan dengan mengenakan sanksi.
"Kegiatan itu [penggalangan dana di Hanson] melanggar ketentuan, karena dia tidak memiliki izin [perbankan] untuk itu. Dan dia harus mengembalikan. Mengenai pengembaliannya kita juga memahami bagaimana kemampuan perusahaan supaya perusahaan tetap hidup dengan mengembalikan [dana]," kata Tongam dalam jumpa pers Satgas Waspada Investasi bersama dengan Bareskrim Polri dan Kementerian Kominfo, Jalan Lapangan Banteng Timur, Kamis (31/10/2019).
2.Tertekan Beban, Laba UNTR Q3 Terpangkas 5% Jadi Rp 6,69 T
Emiten penjualan alat berat Grup Astra, PT United Tractors Tbk (UNTR) mencatatkan penurunan laba bersih sepanjang periode Januari hingga September 2019 atau 9 bulan pertama tahun ini.
Dalam laporan keuangan perusahaan, Kamis (31/10/2019), laba bersih yang diatribusikan terhadap entitas induk, turun 4,76% menjadi Rp 6,69 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 10,19 triliun.
"Penurunan laba bersih disebabkan meningkatnya biaya keuangan dan dari selisih kurs," kata manajemen UNTR, dalam keterangan resmi di situs perusahaan.
United Tractors mencatatkan kenaikan pendapatan 6,83% menjadi Rp 65,60 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 61,12 triliun. Naiknya pendapatan ini dikontribusikan dari penjualan alat berat, tambang batu bara dan sektor baru, yakni tambang emas.
3.Laba ANTM Q3 Turun 11%, Harga Saham Langsung Anjlok 4,3%
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) membukukan kenaikan total pendapatan sepanjang 9 bulan pertama tahun ini. Akan tetapi, perolehan laba bersih perusahaan terkoreksi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Mengacu laporan keuangan Antam per 30 September 2019, ANTM mencatatkan kenaikan total pendapatan sebesar 22,98% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp 24,54 triliun dari perolehan tahun lalu Rp 19,95 triliun.
Namun laba bersih periode Januari-September 2019 justru turun 11,08% secara tahunan menjadi Rp 561,19 miliar dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 631,13 miliar.
Mengacu laporan keuangan, komoditas emas menyumbang kontribusi penjualan terbesar mencapai Rp 17,03 triliun atau naik 27,26% dari sebelumnya Rp 13,38 triliun. Sedangkan dari sisi volume penjualan, emas ANTM tumbuh 19% YoY dari 22.388 kg menjadi 26.712 kg.
4. Ritel Masih Tertekan, MAPI Cetak Laba Rp 813 M per September
Perusahaan ritel gaya hidup, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) mencatatkan laba bersih meningkat 38% menjadi Rp 813 miliar pada 9 bulan pertama tahun ini, dibandingkan periode yang sama 2018 sebesar Rp 588 miliar.
Mengacu laporan keuangan, pendapatan bersih MAPI meningkat 11% menjadi Rp 15,4 triliun dari sebelumnya Rp 13,8 triliun yang dicapai pada periode yang sama di tahun 2018. Laba usaha tumbuh 26% dari Rp 1,06 triliun menjadi Rp 1,3 triliun.
Head of Corporate Communication MAPI Fetty Kwartati mengatakan perbaikan margin yang dicapai selama periode 9 bulan pertama ini dipicu oleh penguatan nilai mata uang rupiah, dan membaiknya proses merchandising, analisa data, serta inventory profiling.
"Untuk proyeksi ke depan, kami optimistis namun tetap berhati-hati, dan MAP akan memper kuat fokus pada mesin pertumbuhan utama Perusahaan, yakni melalui konsep specialty stores, F&B dan cosmetics, health & beauty," kata Fetty, dalam siaran pers yang sampaikan ke Bursa Efek Indonesia, Kamis ini (31/10/2019).
5. 9 Bulan, Grup Astra Cetak Laba Rp 15,87 T, Turun 7%
PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan laba bersih dalam 9 bulan pertama tahun ini atau per September 2019 sebesar Rp 15,87 triliun, turun 7,03% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 17,07 triliun.
Mengacu laporan keuangan yang dipublikasikan Kamis ini (31/10/2019), pencapaian laba bersih ini terjadi di tengah kenaikan pendapatan perusahaan yang satu digit. Pada periode tersebut, pendapatan induk Grup Astra ini hanya naik 1,24% menjadi Rp 177,04 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp 174,88 triliun.
Dari penjualan ini, pendapatan terbesar dari penjualan barang sebesar Rp 120,82 triliun, turun dari sebelumnya Rp 121,54 triliun, sementara dari jasa dan sewa naik menjadi Rp 41,15 trilliun dari sebelumnya Rp 39,04 triliun.
6.Reksa Dana Schroders Menguap Rp 6 T, Ini Penyebabnya
Jumlah dana kelolaan (asset under management/AUM) PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroders), salah satu manajer investasi terbesar di Indonesia, turun selama tahun berjalan hingga September 2019. Penurunan nilai aset dasar (underlying asset) dan penarikan dana (redemption) asing menjadi pemicu penurunan AUM.
Berdasarkan data yang diolah Tim Riset CNBC Indonesia dari beberapa layanan aplikasi penjual reksa dana, nilai AUM Schroders Indonesia tercatat turun Rp 5,99 triliun menjadi Rp 40,31 triliun dibandingkan akhir Desember 2018 yang tercatat Rp 46,3 triliun.
Presiden Direktur Schroders Indonesia Michael Tjoajadi menyampaikan penurunan AUM tersebut merupakan hal biasa karena sentimen di pasar saham domestik kurang baik selama 2019.
Ada dua faktor yang menjadi pemicu penurunan nilai AUM, penarikan dana oleh investor asing (redemption) dan penurunan nilai aset dasar yang mayoritas saham.
"Redemption terjadi karena investor [kebanyakan asing] khawatir dengan perlambatan dan resesi ekonomi dunia. Jadi mereka keluar. Sebenarnya tidak ada masalah besar ini semua murni karena faktor market yang sedang tidak baik," kata Michael menjelaskan kepada CNBC Indonesia, (31/10/2019)
(hps/hps) Next Article Laba Astra Drop 8% di Q1, Pizza Hut Tegaskan Tak Ada PHK
Most Popular