
Punya Nyali Main Saham "Kolesterol", Mari Simak Kinerjanya
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
30 October 2019 11:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak semua kalangan tertarik berinvestasi di pasar saham karena prinsipnya yang high risk dan high return, yang artinya menanamkan modal pada aset beresiko tinggi tapi berpotensi memberikan imbal hasil selangit.
Meski demikian, ada saja pihak yang tergiur karena keuntungan yang ditawarkan sangat tinggi dalam waktu singkat.
Dalam dunia pasar saham, emiten-emiten yang harga sahamnya bergerak liar dalam waktu relatif singkat masuk kategori 'saham kolesterol tinggi.' Kenapa? Hal ini karena harga saham perusahaan tersebut 'digoreng' yang membuat harga sahamnya melesat dan menarik bagi trader.
Namun, selain cepat naik tapi harga saham juga bisa tiba-tiba anjlok, bak Roller Coaster, sehingga resiko yang menyelimuti juga sangat besar. Alhasil, pergerakan sahamnya tidak dapat terdeteksi oleh para analis yang membuatnya mendapat istilah 'berkolesterol' dan tidak sehat bagi'
Saham berkolesterol tinggi umumnya memiliki likuiditas rendah dengan kapitalisasi pasar yang tidak terlalu besar mulai di bawah 1 triliun.
Sebagai contohnya adalah harga saham PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO) yang sepanjang tahun berjalan melesat 1.329,35%, dari Rp 184/unit saham menjadi Rp 2.630/unit saham, di mana kapitalisasi pasar perusahaan hanya Rp 3,17 triliun.
Tim Riset CNBC Indonesia mencoba merangkum kinerja 5 saham yang naik tinggi dan sudah merilis laporan keuangan interim untuk periode yang berakhir pada 30 September 2019.
Dari tabel di atas terlihat bahwa 3 emiten membukukan pertumbuhan laba signifikan, lebih dari dua kali lipat. Bahkan ada yang hampir melesat hampir 7 kali lipat.
Sepanjang tahun ini, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) mencatatkan kenaikan harga saham 166,67%. Kinerja fundamental ISSP juga tak kalah cemerlang, di mana per akhir September tahun ini laba bersih perusahaan melesat 686,31% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp 122,25 miliar dari sebelumnya hanya Rp 15,55 miliar. Padahal, total pemasukan perusahaan hanya tumbuh 6,61% YoY.
Setelah ditelusuri secara seksama, kinerja perusahaan tertolong dari anjloknya beban lain-lain karena tidak lagi membukukan kerugian selisih kurs. Untuk diketahui, pada akhir September 2018, ISSP mencatat rugi selisih kurs mencapai Rp 74,08 miliar.
Kemudian, terdapat PT Charnic Capital Tbk (NICK) yang menorehkan pertumbuhan laba 260,81% YoY ke level Rp 192,1 miliar. Hal ini membuat perusahaan mampu mengantongi marjin bersih hingga 77,62%.
Performa laba perusahaan meroket seiring dengan kenaikan total pendapatan yang mencapai 192,1% dan dibantu oleh pos beban usaha yang hanya tumbuh 20,87% YoY sehingga memberikan ruang gerak yang lebih pada pos bottom line.
Pada periode Januari-September 2019, total pendapatan dan laba bersih perusahaan sama-sama terkoreksi dengan mencatatkan penurunan masing-masing 3,13% YoY dan 12,32% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Belajar Resep Saham Gorengan
Meski demikian, ada saja pihak yang tergiur karena keuntungan yang ditawarkan sangat tinggi dalam waktu singkat.
Dalam dunia pasar saham, emiten-emiten yang harga sahamnya bergerak liar dalam waktu relatif singkat masuk kategori 'saham kolesterol tinggi.' Kenapa? Hal ini karena harga saham perusahaan tersebut 'digoreng' yang membuat harga sahamnya melesat dan menarik bagi trader.
Namun, selain cepat naik tapi harga saham juga bisa tiba-tiba anjlok, bak Roller Coaster, sehingga resiko yang menyelimuti juga sangat besar. Alhasil, pergerakan sahamnya tidak dapat terdeteksi oleh para analis yang membuatnya mendapat istilah 'berkolesterol' dan tidak sehat bagi'
Saham berkolesterol tinggi umumnya memiliki likuiditas rendah dengan kapitalisasi pasar yang tidak terlalu besar mulai di bawah 1 triliun.
Sebagai contohnya adalah harga saham PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO) yang sepanjang tahun berjalan melesat 1.329,35%, dari Rp 184/unit saham menjadi Rp 2.630/unit saham, di mana kapitalisasi pasar perusahaan hanya Rp 3,17 triliun.
Tim Riset CNBC Indonesia mencoba merangkum kinerja 5 saham yang naik tinggi dan sudah merilis laporan keuangan interim untuk periode yang berakhir pada 30 September 2019.
![]() |
Dari tabel di atas terlihat bahwa 3 emiten membukukan pertumbuhan laba signifikan, lebih dari dua kali lipat. Bahkan ada yang hampir melesat hampir 7 kali lipat.
Sepanjang tahun ini, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) mencatatkan kenaikan harga saham 166,67%. Kinerja fundamental ISSP juga tak kalah cemerlang, di mana per akhir September tahun ini laba bersih perusahaan melesat 686,31% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp 122,25 miliar dari sebelumnya hanya Rp 15,55 miliar. Padahal, total pemasukan perusahaan hanya tumbuh 6,61% YoY.
Setelah ditelusuri secara seksama, kinerja perusahaan tertolong dari anjloknya beban lain-lain karena tidak lagi membukukan kerugian selisih kurs. Untuk diketahui, pada akhir September 2018, ISSP mencatat rugi selisih kurs mencapai Rp 74,08 miliar.
Kemudian, terdapat PT Charnic Capital Tbk (NICK) yang menorehkan pertumbuhan laba 260,81% YoY ke level Rp 192,1 miliar. Hal ini membuat perusahaan mampu mengantongi marjin bersih hingga 77,62%.
Performa laba perusahaan meroket seiring dengan kenaikan total pendapatan yang mencapai 192,1% dan dibantu oleh pos beban usaha yang hanya tumbuh 20,87% YoY sehingga memberikan ruang gerak yang lebih pada pos bottom line.
Mau Cuan dari Saham Gorengan? Ini Strateginya
[Gambas:Video CNBC]
Pada periode Januari-September 2019, total pendapatan dan laba bersih perusahaan sama-sama terkoreksi dengan mencatatkan penurunan masing-masing 3,13% YoY dan 12,32% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Belajar Resep Saham Gorengan
Most Popular