
Belum Ada Gebrakan dari Kabinet Baru, Rupiah Kurang Tenaga
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 October 2019 16:55

Pekan lalu, setidaknya ada dua sentimen yang membuat rupiah berjaya melawan dolar AS. Pertama adalah pengumuman dan pelantikan Kabinet Indonesia Maju. Banyak penilaian ditujukan pada komposisi kabinet kali ini, ada yang mengapresiasi, ada juga yang mengkritik. Tetapi setidaknya bentuk kabinet sudah terlihat, dan ketidakpastian di pasar bisa berkurang.
Apalagi masuknya Partai Gerindra ke Kabinet Indonesia Maju, sehingga stabilitas politik bisa terjaga. Ketika kondisi politik stabil, maka iklim investasi akan membaik, dan aliran modal bisa masuk deras ke dalam negeri.
Selain pengumuman kabinet, Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga lagi pada pekan lalu masih menjadi sentimen positif. BI kini sudah memangkas suku bunga 7-Day Reserve Repo Rate dalam empat bulan beruntun, masing-masing 25 basis poin (bps) menjadi 5%. Penurunan suku bunga tersebut diharapkan bisa memacu perekononomian Indonesia agar tumbuh lebih tinggi.
BI tentunya tidak bisa sendiri, pemerintah tentunya harus membuat gebrakan baru untuk memacu perekonomian lebih kencang lagi. Namun, setelah resmi dilantik pada pekan lalu, sampai hari ini belum ada menteri-menteri yang terkait dengan ekonomi menunjukkan gebrakan apa yang akan dilakukan lima tahun ke depan guna memacu perekonomian. Akibatnya rupiah menjadi kurang bertenaga.
Untungnya dari luar negeri kondisi sedang mendukung Mata Uang Garuda untuk kembali menguat, meski tipis-tipis. Hubungan AS-China yang kian mesra menjadi kabar bagus bagi rupiah.
Usai dialog dagang di Washington beberapa waktu lalu, relasi dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi ini memang terus membaik. AS-China dikabarkan segera menyepakati perjanjian damai dagang fase I. Mengutip keterangan tertulis Kantor Perwakilan Dagang AS, Washington dan Beijing disebut sudah menyepakati sejumlah isu yang spesifik.
"Kedua pihak sudah dekat untuk menyepakati beberapa hal dalam perjanjian. Diskusi tingkat wakil menteri akan terus berlangsung, dan kedua negara akan mengadakan pembicaraan melalui sambungan telepon dalam waktu dekat," ungkap keterangan tertulis itu.
Tidak hanya AS, pihak China pun memberi konfirmasi bahwa diskusi berjalan mulus. Keterangan tertulis Kementerian Perdagangan China menyebutkan, pembahasan teknis mengenai sejumlah isu bisa dibilang sudah kelar. Salah satu isu yang dibahas adalah soal sektor pertanian.
Semakin dekatnya penandatanganan kesepakatan dagang kedua negara membuat sentimen pelaku pasar terhadap aset berisko (risk appetite) membaik, terlihat dari menghijaunya bursa saham Asia. Rupiah juga mendapat rejeki dari membaiknya risk appetite investor.
Selain itu, rupiah juga diuntungkan dengan kondisi dolar AS yang sedang dilanda kegalauan. Penyebabnya apa lagi kalau bukan penantian pasar terhadap rapat komite pengambil kebijakan Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed pada 30 Oktober waktu setempat.
Pelaku pasar memperkirakan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan kembali menurunkan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, kans penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% adalah 93%.
Data-data ekonomi Negeri Paman Sam memang kurang menggembirakan. Pembacaan awal indeks sentimen konsumen versi University of Michigan untuk Oktober direvisi ke bawah dari 96 menjadi 95,5. Sub-indeks ekspektasi konsumen terhadap perekonomian ke depan direvisi dari 84,2 menjadi 83,4 sementara sub-indeks keyakinan terhadap kondisi saat ini juga direvisi ke bawah dari 113,4 menjadi 108,5.
Kemudian penjualan rumah baru pada September tercatat 701.000 pada September, turun 0,7% dibandingkan bulan sebelumnya. Angka penjualan pada Agustus direvisi ke bawah dari 713.000 menjadi 706.000.
Ada lagi, penjualan barang-barang tahan lama (durable good) pada September turun 1,1% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi penurunan pertama sejak Mei.
Rangkaian data tersebut menjadi justifikasi bahwa perekonomian Negeri Adidaya butuh stimulus, dan itu diharapkan datang dari sisi moneter. Penurunan suku bunga acuan diharapkan mampu mendorong perekonomian AS dari sisi penawaran.
Namun penurunan suku bunga acuan akan membuat dolar AS menjadi kurang seksi. Sebab imbalan investasi di aset-aset berbasis mata uang ini (terutama di instrumen berpendapatan tetap) akan ikut turun seiring penurunan suku bunga.
Dengan potensi penurunan suku bunga acuan yang semakin nyata, tekanan yang dialami oleh AS kian bertambah. Aksi jual membuat mata uang ini melemah, dan itu bisa dimanfaatkan oleh rupiah dkk di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/aji)
Apalagi masuknya Partai Gerindra ke Kabinet Indonesia Maju, sehingga stabilitas politik bisa terjaga. Ketika kondisi politik stabil, maka iklim investasi akan membaik, dan aliran modal bisa masuk deras ke dalam negeri.
Selain pengumuman kabinet, Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga lagi pada pekan lalu masih menjadi sentimen positif. BI kini sudah memangkas suku bunga 7-Day Reserve Repo Rate dalam empat bulan beruntun, masing-masing 25 basis poin (bps) menjadi 5%. Penurunan suku bunga tersebut diharapkan bisa memacu perekononomian Indonesia agar tumbuh lebih tinggi.
Untungnya dari luar negeri kondisi sedang mendukung Mata Uang Garuda untuk kembali menguat, meski tipis-tipis. Hubungan AS-China yang kian mesra menjadi kabar bagus bagi rupiah.
Usai dialog dagang di Washington beberapa waktu lalu, relasi dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi ini memang terus membaik. AS-China dikabarkan segera menyepakati perjanjian damai dagang fase I. Mengutip keterangan tertulis Kantor Perwakilan Dagang AS, Washington dan Beijing disebut sudah menyepakati sejumlah isu yang spesifik.
"Kedua pihak sudah dekat untuk menyepakati beberapa hal dalam perjanjian. Diskusi tingkat wakil menteri akan terus berlangsung, dan kedua negara akan mengadakan pembicaraan melalui sambungan telepon dalam waktu dekat," ungkap keterangan tertulis itu.
Tidak hanya AS, pihak China pun memberi konfirmasi bahwa diskusi berjalan mulus. Keterangan tertulis Kementerian Perdagangan China menyebutkan, pembahasan teknis mengenai sejumlah isu bisa dibilang sudah kelar. Salah satu isu yang dibahas adalah soal sektor pertanian.
Semakin dekatnya penandatanganan kesepakatan dagang kedua negara membuat sentimen pelaku pasar terhadap aset berisko (risk appetite) membaik, terlihat dari menghijaunya bursa saham Asia. Rupiah juga mendapat rejeki dari membaiknya risk appetite investor.
Selain itu, rupiah juga diuntungkan dengan kondisi dolar AS yang sedang dilanda kegalauan. Penyebabnya apa lagi kalau bukan penantian pasar terhadap rapat komite pengambil kebijakan Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed pada 30 Oktober waktu setempat.
Pelaku pasar memperkirakan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan kembali menurunkan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, kans penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% adalah 93%.
Data-data ekonomi Negeri Paman Sam memang kurang menggembirakan. Pembacaan awal indeks sentimen konsumen versi University of Michigan untuk Oktober direvisi ke bawah dari 96 menjadi 95,5. Sub-indeks ekspektasi konsumen terhadap perekonomian ke depan direvisi dari 84,2 menjadi 83,4 sementara sub-indeks keyakinan terhadap kondisi saat ini juga direvisi ke bawah dari 113,4 menjadi 108,5.
Kemudian penjualan rumah baru pada September tercatat 701.000 pada September, turun 0,7% dibandingkan bulan sebelumnya. Angka penjualan pada Agustus direvisi ke bawah dari 713.000 menjadi 706.000.
Ada lagi, penjualan barang-barang tahan lama (durable good) pada September turun 1,1% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi penurunan pertama sejak Mei.
Rangkaian data tersebut menjadi justifikasi bahwa perekonomian Negeri Adidaya butuh stimulus, dan itu diharapkan datang dari sisi moneter. Penurunan suku bunga acuan diharapkan mampu mendorong perekonomian AS dari sisi penawaran.
Namun penurunan suku bunga acuan akan membuat dolar AS menjadi kurang seksi. Sebab imbalan investasi di aset-aset berbasis mata uang ini (terutama di instrumen berpendapatan tetap) akan ikut turun seiring penurunan suku bunga.
Dengan potensi penurunan suku bunga acuan yang semakin nyata, tekanan yang dialami oleh AS kian bertambah. Aksi jual membuat mata uang ini melemah, dan itu bisa dimanfaatkan oleh rupiah dkk di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular