
Bentjok Mundur dari Komut, Begini Gerak Saham-sahamnya
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
24 October 2019 14:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Siapa yang tak tahu dengan Benny Tjokrosaputro atau yang lebih akrab disapa Bentjok. Banyak yang mengenal Bentjok sebagai salah satu pelaku pasar modal kelas kakap.
Selain dikenal dengan kepiawaiannya dalam bermain saham di pasar modal, Bentjok juga dikenal melalui bisnis propertinya. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang landbank properti miik Benny adalah PT Hanson International Tbk (MYRX).
Mengawali bisnisnya yang bergerak di bidang tekstil pada tahun 1971, Benny memutuskan untuk mengubah portofolio bisnisnya menjadi pengembang properti alias developer setelah mengakuisisi lebih dari 4.900 ha lahan.
PT Hanson International Tbk. (MYRX) saat ini memfokuskan diri untuk membangun kawasan kota di Maja dan Serpong dengan target segmen menengah ke bawah.
Namun baru-baru ini ada kabar mengejutkan bahwa Benny memutuskan untuk mundur dari jabatan Komisaris Utamanya pada perusahaan tersebut. Sebelum mundur Bentjok sempat terkena sanksi OJK akibat penyajian laporan keuangan PT Hanson International Tbk (MYRX) tahun 2016 yang tidak akurat.
Akibatnya Bentjok harus merogoh kocek sebesar Rp. 5 miliar. Lantas bagaimana dengan nasib saham PT Hanson Internasional Tbk dan saham-saham lain yang terafiliasi dengan Bentjok?
Kalau dilihat dari sejak awal tahun ini, performa emiten bursa milik Bentjok mengalami koreksi. Koreksi terbesar dicatatkan oleh PT Sinergi Megah Internusa (NUSA) dengan penurunan sebesar hampir 32%. Sementara koreksi terkecil dicatatkan oleh PT Rimo Internasional Lestari Tbk (RIMO) sebesar 5,8%.
Kalau dilihat dari volatilitas alias fluktuasi harganya terhadap indeks acuan IHSG, maka dua perusahaan Bentjok yang memiliki volatilitas tertinggi adalah Sinergi Megah Internusa yang baru IPO Juli tahun lalu. Volatilitas pergerakan saham dibandingkan pasar tercermin dari nilai beta.
Nilai beta menunjukkan seberapa berfluktuasi suatu saham dibandingkan dengan pasar. Nilai beta kurang dari satu artinya saham memiliki volatilitas yang lebih rendah dibandingkan pasar. Sedangkan nilai beta di atas satu menunjukkan saham bergerak lebih liar dibandingkan dengan pasar.
Rimo Internasional Lestari memiliki beta terendah yaitu 0,2 yang mengindikasikan bahwa volatilitas RIMO jauh lebih rendah dibandingkan dengan pasar alias harganya tidak bergerak terlalu liar. Kalau return pasar (IHSG) sebesar 10%, maka return RIMO adalah 2%.
Sementara itu, saham Sinergi Megah Internusa yang bergerak di bidang perhotelan memiliki volatilitas paling tinggi dibandingkan dengan emiten miliki Bentjok lainnnya. Nilai beta NUSA lebih dari 1 yang mengindikasikan lebih volatil dibanding dengan pasar.
Kalau dilihat dari segi fundamental dan rasio keuangan, maka PT Hanson Internasional Tbk (MYRX), PT Rimo Internasional Lestari Tbk (RIMO) dan PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY), masih mencatatkan laba positif di semester pertama tahun 2019 ini.
Sementara itu emiten lain Bentjok yang bergerak di bidang pariwisata dan perhotelan yaitu PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA) membukukan laba yang minus alias rugi pada semester pertama tahun ini.
Perlu diketahui, kegiatan usaha utama yang dijalankan oleh perusahaan adalah di bidang pariwisata dan saat ini perusahaan memiliki serta menjalankan satu hotel di Jl. Padjajaran, No 409 - Ring Road Utara, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta - Indonesia dengan memakai brand "Lafayette Boutique Hotel" yang menggunakan konsep Hotel Butik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/hps) Next Article IPO Harvest Time Dikabarkan Batal, Bentjok Angkat Bicara
Selain dikenal dengan kepiawaiannya dalam bermain saham di pasar modal, Bentjok juga dikenal melalui bisnis propertinya. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang landbank properti miik Benny adalah PT Hanson International Tbk (MYRX).
Mengawali bisnisnya yang bergerak di bidang tekstil pada tahun 1971, Benny memutuskan untuk mengubah portofolio bisnisnya menjadi pengembang properti alias developer setelah mengakuisisi lebih dari 4.900 ha lahan.
PT Hanson International Tbk. (MYRX) saat ini memfokuskan diri untuk membangun kawasan kota di Maja dan Serpong dengan target segmen menengah ke bawah.
Akibatnya Bentjok harus merogoh kocek sebesar Rp. 5 miliar. Lantas bagaimana dengan nasib saham PT Hanson Internasional Tbk dan saham-saham lain yang terafiliasi dengan Bentjok?
Kalau dilihat dari sejak awal tahun ini, performa emiten bursa milik Bentjok mengalami koreksi. Koreksi terbesar dicatatkan oleh PT Sinergi Megah Internusa (NUSA) dengan penurunan sebesar hampir 32%. Sementara koreksi terkecil dicatatkan oleh PT Rimo Internasional Lestari Tbk (RIMO) sebesar 5,8%.
Kalau dilihat dari volatilitas alias fluktuasi harganya terhadap indeks acuan IHSG, maka dua perusahaan Bentjok yang memiliki volatilitas tertinggi adalah Sinergi Megah Internusa yang baru IPO Juli tahun lalu. Volatilitas pergerakan saham dibandingkan pasar tercermin dari nilai beta.
Nilai beta menunjukkan seberapa berfluktuasi suatu saham dibandingkan dengan pasar. Nilai beta kurang dari satu artinya saham memiliki volatilitas yang lebih rendah dibandingkan pasar. Sedangkan nilai beta di atas satu menunjukkan saham bergerak lebih liar dibandingkan dengan pasar.
Rimo Internasional Lestari memiliki beta terendah yaitu 0,2 yang mengindikasikan bahwa volatilitas RIMO jauh lebih rendah dibandingkan dengan pasar alias harganya tidak bergerak terlalu liar. Kalau return pasar (IHSG) sebesar 10%, maka return RIMO adalah 2%.
Sementara itu, saham Sinergi Megah Internusa yang bergerak di bidang perhotelan memiliki volatilitas paling tinggi dibandingkan dengan emiten miliki Bentjok lainnnya. Nilai beta NUSA lebih dari 1 yang mengindikasikan lebih volatil dibanding dengan pasar.
Kalau dilihat dari segi fundamental dan rasio keuangan, maka PT Hanson Internasional Tbk (MYRX), PT Rimo Internasional Lestari Tbk (RIMO) dan PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY), masih mencatatkan laba positif di semester pertama tahun 2019 ini.
Sementara itu emiten lain Bentjok yang bergerak di bidang pariwisata dan perhotelan yaitu PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA) membukukan laba yang minus alias rugi pada semester pertama tahun ini.
Perlu diketahui, kegiatan usaha utama yang dijalankan oleh perusahaan adalah di bidang pariwisata dan saat ini perusahaan memiliki serta menjalankan satu hotel di Jl. Padjajaran, No 409 - Ring Road Utara, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta - Indonesia dengan memakai brand "Lafayette Boutique Hotel" yang menggunakan konsep Hotel Butik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/hps) Next Article IPO Harvest Time Dikabarkan Batal, Bentjok Angkat Bicara
Most Popular