
"Drama" Kabinet Bikin IHSG Tutup di Zona Hijau Hari Ini
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 October 2019 16:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (21/10/2019), di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan, indeks saham acuan di Indonesia tersebut menguat 0,26% ke level 6.207,89. Per akhir sesi satu, apresiasi IHSG adalah sebesar 0,12% ke level 6.199,51. Per akhir sesi dua, IHSG menguat 0,11% ke level 6.198,99.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,97%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,85%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+0,7%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,07%), dan PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+4,2%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,25%, indeks Shanghai menguat 0,05%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,02%, indeks Straits Times terkerek 0,95%, dan indeks Kospi bertambah 0,2%.
Sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari optimisme bahwa perekonomian AS masih tumbuh cukup tinggi. Hal ini dibuktikan oleh rilis kinerja keuangan yang oke dari perusahaan-perusahaan yang melantai di AS.
Melansir CNBC International yang mengutip data dari Factset, sebanyak lebih dari 70 perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 mengumumkan kinerja keuangan periode kuartal III-2019 pada pekan lalu. Dari sebanyak lebih dari 70 perusahaan tersebut, 81% membukukan kinerja yang lebih baik dari ekspektasi analis.
Salah satu perusahaan yang membukukan kinerja kinclong adalah J.P. Morgan Chase yang merupakan bank terbesar di AS dari sisi aset. Pada kuartal III-2019, perusahaan membukukan pendapatan senilai US$ 30,1 miliar, mengalahkan ekspektasi yang senilai US$ 28,5 miliar. Sementara itu, laba bersih per saham tercatat berada di level US$ 2,68, juga di atas ekpektasi yang senilai US$ 2,45.
Di sisi lain, kinerja bursa saham Asia dibatasi oleh penantian atas perkembangan terkait hubungan dagang AS-China.
Seperti yang diketahui, belum lama ini kedua negara menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington. Dalam negosiasi tingkat tinggi ini, delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara delegasi AS dikomandoi oleh Kepala Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin ikut berpartisipasi dalam delegasi yang dipimpin oleh Lighthizer.
Pasca negosiasi dagang tingkat tinggi selama dua hari tersebut, kedua negara menyetujui kesepakatan dagang tahap satu. Kesepakatan ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual.
Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.
Memang, pelaku pasar sempat dibuat ragu bahwa AS dan China akan benar-benar menandatangani kesepakatan dagang tahap satu yang sudah disetujui secara lisan oleh keduanya dalam negosiasi tingkat tinggi di Washington.
Melansir CNBC International, seorang sumber menyebut bahwa China ingin bernegosiasi lebih lanjut dengan AS sebelum meneken kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara. Sumber tersebut kemudian menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He bisa dikirim ke Washington sebelum akhir bulan ini guna meluruskan poin-poin dalam kesepakatan dagang tahap satu yang masih mengganjal di hati pihak China.
Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kemudian membawa angin segar dengan membantah pemberitaan tersebut. Dirinya membantah bahwa China belum setuju dengan isi dari kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara.
Mnuchin justru mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari AS dan China kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelaran KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
Untuk diketahui, dalam perang dagang yang sudah berlangsung selama lebih dari satu setengah tahun tersebut, kedua negara telah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar. Bahkan, AS telah bersikap lebih keras dengan memblokir perusahaan-perusahaan asal China dari melakukan bisnis dengan AS.
Pada Mei 2019, Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.
Jika AS dan China benar bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu, ada peluang bea masuk tambahan yang kini sudah diterapkan dan pemblokiran terhadap perusahaan-perusahaan asal China bisa dicabut.
Pelaku pasar menahan diri dari melakukan aksi beli yang kelewat besar di pasar saham Asia sembari menantikan perkembangan terkait hubungan dagang AS-China.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Tunggu Kabinet Jokowi
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,97%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,85%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+0,7%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,07%), dan PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+4,2%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,25%, indeks Shanghai menguat 0,05%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,02%, indeks Straits Times terkerek 0,95%, dan indeks Kospi bertambah 0,2%.
Melansir CNBC International yang mengutip data dari Factset, sebanyak lebih dari 70 perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 mengumumkan kinerja keuangan periode kuartal III-2019 pada pekan lalu. Dari sebanyak lebih dari 70 perusahaan tersebut, 81% membukukan kinerja yang lebih baik dari ekspektasi analis.
Salah satu perusahaan yang membukukan kinerja kinclong adalah J.P. Morgan Chase yang merupakan bank terbesar di AS dari sisi aset. Pada kuartal III-2019, perusahaan membukukan pendapatan senilai US$ 30,1 miliar, mengalahkan ekspektasi yang senilai US$ 28,5 miliar. Sementara itu, laba bersih per saham tercatat berada di level US$ 2,68, juga di atas ekpektasi yang senilai US$ 2,45.
Di sisi lain, kinerja bursa saham Asia dibatasi oleh penantian atas perkembangan terkait hubungan dagang AS-China.
Seperti yang diketahui, belum lama ini kedua negara menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington. Dalam negosiasi tingkat tinggi ini, delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara delegasi AS dikomandoi oleh Kepala Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin ikut berpartisipasi dalam delegasi yang dipimpin oleh Lighthizer.
Pasca negosiasi dagang tingkat tinggi selama dua hari tersebut, kedua negara menyetujui kesepakatan dagang tahap satu. Kesepakatan ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual.
Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.
Memang, pelaku pasar sempat dibuat ragu bahwa AS dan China akan benar-benar menandatangani kesepakatan dagang tahap satu yang sudah disetujui secara lisan oleh keduanya dalam negosiasi tingkat tinggi di Washington.
Melansir CNBC International, seorang sumber menyebut bahwa China ingin bernegosiasi lebih lanjut dengan AS sebelum meneken kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara. Sumber tersebut kemudian menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He bisa dikirim ke Washington sebelum akhir bulan ini guna meluruskan poin-poin dalam kesepakatan dagang tahap satu yang masih mengganjal di hati pihak China.
Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kemudian membawa angin segar dengan membantah pemberitaan tersebut. Dirinya membantah bahwa China belum setuju dengan isi dari kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara.
Mnuchin justru mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari AS dan China kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelaran KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
Untuk diketahui, dalam perang dagang yang sudah berlangsung selama lebih dari satu setengah tahun tersebut, kedua negara telah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar. Bahkan, AS telah bersikap lebih keras dengan memblokir perusahaan-perusahaan asal China dari melakukan bisnis dengan AS.
Pada Mei 2019, Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.
Jika AS dan China benar bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu, ada peluang bea masuk tambahan yang kini sudah diterapkan dan pemblokiran terhadap perusahaan-perusahaan asal China bisa dicabut.
Pelaku pasar menahan diri dari melakukan aksi beli yang kelewat besar di pasar saham Asia sembari menantikan perkembangan terkait hubungan dagang AS-China.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Tunggu Kabinet Jokowi
Next Page
Tunggu Kabinet Jokowi
Pages
Most Popular