Besok Jokowi Umumkan Kabinet, IHSG Tancap Gas atau K.O?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 October 2019 20:56
Besok Jokowi Umumkan Kabinet, IHSG Tancap Gas atau K.O?
Foto: Presiden Joko Widodo menyapa warga sebelum menghadiri sidang paripurna dengan agenda pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024. (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditransaksikan bervariasi pada pekan ini. Sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,41%, rupiah melemah 0,11% di pasar spot, dan imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia tenor 10 tahun turun 11,8 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Pada pekan depan, perdagangan dipastikan tak akan berlangsung dengan mudah. Ada cukup banyak sentimen dari dalam dan luar negeri yang bisa menghantui benak investor. Tim Riset CNBC Indonesia merangkum sentimen-sentimen yang dimaksud.

Sentimen pertama adalah seputar pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada hari ini, Minggu (20/10/2019), Jokowi resmi mengemban periode keduanya sebagai presiden pasca dilantik di Gedung MPR/DPR RI. Ditemani wakilnya yang baru yakni Ma'ruf Amin, Jokowi akan kembali menjadi nahkoda Indonesia selama lima tahun ke depan.

Pada hari ini, Jokowi mengatakan bahwa pengumuman terkait kabinet yang akan mendampinginya di periode dua akan dilakukan besok pagi, Senin (21/10/2019).

Jokowi memberikan bocoran bahwa kabinet barunya akan diramaikan oleh wajah-wajah baru. Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat memberikan keterangan pers sebelum bertolak ke Gedung MPR/DPR RI untuk dilantik.

"Besok dilihat. [...] Masih banyak [muka lama], tapi yang baru lebih banyak," kata Jokowi di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Minggu (20/10/2019).

Pengumuman susunan kabinet oleh Jokowi berpotensi besar mengerek pasar keuangan tanah air, setidaknya dalam jangka pendek. Sejauh ini, ada satu nama yang begitu diinginkan pelaku pasar untuk kembali dibawa oleh Jokowi ke periode dua, yakni Sri Mulyani Indrawati yang dalam periode satu Jokowi menjabat sebagai menteri keuangan.

Pelaku pasar yang merupakan CEO sebuah lembaga pemeringkat internasional mengatakan bahwa Sri Mulyani sudah pas ditempatnya dan ada baiknya dipertahankan sebagai Menteri Keuangan.

"Dua jempol untuk Sri Mulyani bisa menjaga stabilitas fiskal dan makro secara baik di tengah gempuran ketidakstabilan kondisi ekonomi global," tuturnya.

Sementara itu, kalangan bankir berpendapat sama.

"Sri Mulyani mengetahui dengan pasti kondisi keuangan negara dan tak ada lagi yang bisa menggantikannya untuk saat ini," terang salah seorang bankir senior.

Tim Riset CNBC Indonesia juga berpendapat bahwa Sri Mulyani merupakan salah satu menteri yang wajib dipertahankan oleh Jokowi.

Sepanjang periode satu pemerintahan Jokowi, Sri Mulyani mengambil keputusan yang berani dengan meningkatkan utang dalam jumlah yang besar guna membiayai pembangunan. Hal ini dilakukannya guna mengompensasi penerimaan negara yang relatif lemah lantaran perekonomian global sedang melambat.

Tambahan utang di era Jokowi yang begitu pesat banyak dialokasikan untuk membangun infrastruktur, sebuah faktor yang sangat krusial dalam memajukan sebuah perekonomian. 

Walaupun secara gencar menambah utang, Sri Mulyani tetap tidak melupakan yang namanya prinsip kehati-hatian. Semenjak kembali ke Indonesia untuk menjadi menteri keuangan di pemerintahan Jokowi, defisit fiskal selalu dijaga di level yang rendah. 

Jika susunan kabinet terbaru dari Jokowi sesuai dengan ekspektasi, maka tentu ada peluang bahwa pasar keuangan tanah air akan bergerak naik. Sebaliknya, jika posisi-posisi penting justru malah dialokasikan kepada politisi dan bukan profesional, aksi jual bisa menerpa pasar keuangan Indonesia.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Perang Dagang AS-China Hingga Suku Bunga Acuan BI Ikut Jadi Penentu

Sentimen kedua yang perlu dipantau pelaku pasar adalah perkembangan terkait perang dagang AS-China.

Seperti yang diketahui, pada pekan lalu kedua negara menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington. Dalam negosiasi tingkat tinggi ini, delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara delegasi AS dikomandoi oleh Kepala Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin ikut berpartisipasi dalam delegasi yang dipimpin oleh Lighthizer. 

Pasca negosiasi dagang tingkat tinggi selama dua hari tersebut, kedua negara menyetujui kesepakatan dagang tahap satu. Kesepakatan ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual.

Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.

Memang, sebelumnya pelaku pasar sempat ragu bahwa AS dan China akan benar-benar menandatangani kesepakatan dagang tahap satu yang sudah disetujui secara lisan oleh keduanya dalam negosiasi tingkat tinggi di Washington pada pekan lalu.

Melansir CNBC International, seorang sumber menyebut bahwa China ingin bernegosiasi lebih lanjut dengan AS sebelum meneken kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara. Sumber tersebut kemudian menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He bisa dikirim ke Washington sebelum akhir bulan ini guna meluruskan poin-poin dalam kesepakatan dagang tahap satu yang masih mengganjal di hati pihak China.

Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kemudian membawa angin segar dengan membantah pemberitaan tersebut. Dirinya membantah bahwa China belum setuju dengan isi dari kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara.

Mnuchin justru mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari AS dan China kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelara KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Kalau perkembangan seputar hubungan AS-China di perdagangan masih kondusif pada pekan depan, tentu ini akan menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Indonesia.

Sentimen ketiga yang perlu dicermati oleh pelaku pasar adalah terkait rilis data ekonomi di AS. Pada hari Kamis (24/10/2019), data pertumbuhan pemesanan barang tahan lama periode September 2019 akan dirilis. Pada hari yang sama, pembacaan awal atas data Manufacturing PMI periode Oktober 2019 akan diumumkan.

Rilis data tersebut akan dicermati oleh pelaku pasar guna menganalisis dampak perang dagang dengan China terhadap perekonomian AS. Untuk diketahui, rilis data ekonomi pada pekan ini telah memberikan gambaran bahwa perekonomian AS sangatlah tersakiti oleh perang dagang dengan China.

Pada pekan ini, penjualan barang-barang ritel periode September 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 0,3% secara bulanan. Padahal, konsensus yang dihimpun oleh Forex Factory memperkirakan ada pertumbuhan sebesar 0,3%.

Lesunya penjualan barang-barang ritel pada bulan lalu dikhawatirkan akan berlanjut hingga akhir tahun kala konsumsi masyarakat seharusnya sedang tinggi-tingginya, seiring dengan kehadiran musim liburan. Jika ini yang terjadi, tentu laju perekonomian AS akan tertekan, mengingat lebih dari setengah perekonomian Negeri Paman Sam dibentuk oleh konsumsi rumah tangga.

Dari dalam negeri sekaligus sentimen keempat yang perlu dicermati pelaku pasar, ada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Pada hari Rabu dan Kamis (23 dan 24 Oktober 2019), BI akan menggelar RDG dan hasilnya akan diumumkan pada hari Kamis.

Untuk diketahui, dalam tiga bulan terakhir BI selalu memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps, sehingga jika ditotal menjadi 75 bps.

Jika tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular