
Bursa Saham Asia Balik Arah, IHSG Jadi Susah Nanjak
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 October 2019 12:20

Di sisi lain, kinerja bursa saham regional dibebani oleh kabar yang sangat tak mengenakan yang datang dari China. Pada pagi hari ini, China mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.
Untuk diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.
Perang dagang dengan AS terbukti sudah sangat menyakiti perekonomian China. Dalam perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari satu setengah tahun tersebut, AS telah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China senilai ratusan miliar, begitu pula sebaliknya.
Memang, ada kabar yang menggebirakan terkait perang dagang AS-China. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin membantah bahwa China belum setuju dengan isi dari kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara.
Sebelumnya pelaku pasar sempat ragu bahwa AS dan China akan benar-benar menandatangani kesepakatan dagang tahap satu yang sudah disetujui secara lisan oleh keduanya dalam negosiasi tingkat tinggi di Washington pada pekan lalu.
Mnuchin justru mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari AS dan China kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelara KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
Sebagai informasi, kesepakatan dagang tahap satu ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual. Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.
Namun tetap saja, perang dagang dengan AS terbukti sudah sangat menekan laju perekonomian China. Kala China selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia tertekan, dipastikan bahwa perekonomian global akan merasakan dampak yang signifikan pula.
Tekanan yang dirasakan oleh bursa saham utama kawasan Asia praktis membuat IHSG kesulitan untuk mencetak apresiasi yang lebih besar lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Untuk diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.
Perang dagang dengan AS terbukti sudah sangat menyakiti perekonomian China. Dalam perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari satu setengah tahun tersebut, AS telah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China senilai ratusan miliar, begitu pula sebaliknya.
Sebelumnya pelaku pasar sempat ragu bahwa AS dan China akan benar-benar menandatangani kesepakatan dagang tahap satu yang sudah disetujui secara lisan oleh keduanya dalam negosiasi tingkat tinggi di Washington pada pekan lalu.
Mnuchin justru mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari AS dan China kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelara KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
Sebagai informasi, kesepakatan dagang tahap satu ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual. Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.
Namun tetap saja, perang dagang dengan AS terbukti sudah sangat menekan laju perekonomian China. Kala China selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia tertekan, dipastikan bahwa perekonomian global akan merasakan dampak yang signifikan pula.
Tekanan yang dirasakan oleh bursa saham utama kawasan Asia praktis membuat IHSG kesulitan untuk mencetak apresiasi yang lebih besar lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Most Popular