KPR Mahal, Berapa Harga Properti yang Cocok buat Milenial?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
17 October 2019 17:20
Banyak milenial yang menggunakan jasa pembiayaan mengincar pembiayaan rumah dan apartemen dengan kisaran harga Rp 60 juta-Rp 400 juta.
Foto: Seorang pekerja pembuat maket properti gedung di Architeka Raya Studio Tangerang Selatan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gradana, perusahaan penyedia jasa keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) khusus untuk pembiayaan pemilikan properti menyebutkan banyak milenial yang menyukai rumah dengan harga masih ratusan juta ketimbang rumah dengan harga miliaran.

CEO dan co-founder Gradana Angela Oetama mengatakan banyak milenial yang menggunakan jasa pembiayaannya mengincar pembiayaan rumah dan apartemen dengan kisaran harga Rp 60 juta-Rp 400 juta. Harga ini juga bergantung pada tipe dan lokasi properti tersebut.

"Ratusan juta lebih popular, tapi kalo sewa individu apartemen di bawah Rp 100 juta," kata Angela di Hotel Shangri-la Jakarta, Kamis (17/10/2019).


Sementara itu untuk lokasi, menurut ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, milenial cenderung memilih properti dengan lokasi yang dekat dengan sarana transportasi (transit oriented development/TOD).

"Biasanya milenial, mereka suka yang dekat stasiun jadi perumahan harus mengikuti karena kalau tidak ada yang laku ada yang tidak laku nanti. Jadi sebaiknya seperti yang milenial sesuaikan dengan yang mereka mau, misanya high rise ketimbang landed," kata Aviliani dalam kesempatan yang sama.

Selain itu, Avilani menilai pemerintah dan perbankan perlu mengembangkan lebih aktif lagi dalam mendorong pertumbuhan permintaan properti. Langkah penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) juga sebaiknya mulai disesuaikan dengan target konsumen utama saat ini, yakni kalangan milenial.



Menurut dia, kalangan milenial yang memiliki karakteristik berbeda dengan kelompok sebelumnya sehingga langkah pembiayaan pun sebaiknya juga menyesuaikan dengan hal tersebut. Hal tersebut bisa dilakukan melalui dorongan dari pemerintah dan juga industri terkait, seperti perbankan.

"Anak milenial itu kecenderungannya itu tidak mau menjadi sektor formal, bahkan mereka menjadi sektor informal. Maka tidak bisa lagi, tidak relevan dengan SK gaji tapi bagaimana tanggungjawab mereka melalui rekening bank jadi berapa rata-rata penghasilannya," katanya.

Hal tersebut, menurut Aviliani bisa dicari jalan keluar dengan dilakukannya kolaborasi antara perbankan dengan perusahaan penyedia jasa keuangan berbasis teknologi atau fintech. Kolaborasi ini bisa dilakukan untuk menyalurkan pembiayaan dengan sumber pendanaan dari bank dan penyaluran melalui fintech.

Selain itu, penyaluran kredit kepada milenial juga dinilai bisa menggunakan tenor yang lebih panjang. Jika tenor untuk KPR saat ini berkisar 10 tahun-25 tahun, untuk milenial sebaiknya diberikan tenor yang lebih panjang antara 25 tahun hingga 30 tahun.


(tas) Next Article DP Rumah Turun, Analis: Belum Terasa dalam Jangka Pendek

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular