Sempat Bikin Deg-degan, IHSG Finis di Zona Hijau

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 October 2019 16:33
Sempat Bikin Deg-degan, IHSG Finis di Zona Hijau
Foto: Gedung Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini, Kamis (17/10/2019), di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat tipis 0,005% ke level 6.169,9. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah memperlebar penguatannya menjadi 0,13% ke level 6.177,58.

Di sesi dua, IHSG sempat terpeleset ke zona merah untuk beberapa saat, sebelum kemudian merangsek kembali ke zona hijau. Per akhir sesi dua, IHSG menguat 0,19% ke level 6.181,01.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+3,92%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,5%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,13%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+3,11%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+1,99%).

IHSG menguat kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia justru ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,09%, indeks Shanghai melemah 0,05%, indeks Straits Times jatuh 0,26%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,23%.

Rilis data ekonomi AS yang mengecewakan membuat saham-saham di Benua Kuning dilego pelaku pasar. Kemarin (16/10/2019), penjualan barang-barang ritel periode September 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 0,3% secara bulanan. Padahal, konsensus yang dihimpun oleh Forex Factory memperkirakan ada pertumbuhan sebesar 0,3%.

Lesunya penjualan barang-barang ritel pada bulan lalu dikhawatirkan akan berlanjut hingga akhir tahun kala konsumsi masyarakat seharusnya sedang tinggi-tingginya, seiring dengan kehadiran musim liburan. Jika ini yang terjadi, tentu laju perekonomian AS akan tertekan, mengingat lebih dari setengah perekonomian Negeri Paman Sam dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Perang dagang dengan China terbukti sudah sangat menyakiti konsumsi dari masyarakat AS.

Di sisi lain, perkembangan hubungan AS-China di bidang perdagangan justru terbilang positif. Untuk diketahui, sebelumnya pelaku pasar sempat ragu bahwa AS dan China akan benar-benar menandatangani kesepakatan dagang tahap satu yang sudah disetujui secara lisan oleh keduanya dalam negosiasi tingkat tinggi di Washington pada pekan lalu.

Melansir CNBC International, seorang sumber menyebut bahwa China ingin bernegosiasi lebih lanjut dengan AS sebelum meneken kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara. Sumber tersebut kemudian menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He bisa dikirim ke Washington sebelum akhir bulan ini guna meluruskan poin-poin dalam kesepakatan dagang tahap satu yang masih mengganjal di hati pihak China.

Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin membawa angin segar dengan membantah pemberitaan tersebut. Dirinya membantah bahwa China belum setuju dengan isi dari kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara.

Mnuchin justru mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari AS dan China kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelara KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Sebagai informasi, kesepakatan dagang tahap satu ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual. Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Rupiah Sudah Tak Lagi Loyo

Dari dalam negeri, rupiah yang sudah tak lagi loyo membuat pelaku pasar saham berani melakukan aksi beli. Pasca sudah melemah selama tiga hari beruntun, pada hari ini rupiah menguat 0,15% di pasar spot ke level Rp 14.143/dolar AS.

Rilis data perdagangan international periode September 2019 menjadi momok bagi rupiah dalam beberapa waktu terakhir. Pada hari Selasa (15/10/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor jatuh sebesar 5,74% secara tahunan (year-on-year) pada bulan lalu, sementara impor turun 2,41% YoY.

Penurunan ekspor lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor akan jatuh hingga 6,1% secara tahunan. Sementara itu, kontraksi pada pos impor lebih baik karena konsensus memperkirakan kontraksinya akan mencapai 4,5%.

Namun begitu, neraca dagang pada bulan lalu membukukan defisit senilai US$ 160 juta, berbanding terbalik dengan konsensus yang memperkirakan adanya kehadiran surplus senilai US$ 104,2 juta.

Dengan adanya defisit neraca dagang yang mengejutkan tersebut, dikhawatirkan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) masih akan bengkak pada kuartal-III 2019.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB.

Ketika CAD tak juga bisa diredam, rupiah memang akan mendapatkan tekanan. Untuk diketahui, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Kini, bangkitnya rupiah menciptakan momentum bagi pelaku pasar saham untuk melakukan aksi beli.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular