Kemesraan AS-China Bawa IHSG ke Zona Hijau, Bertahankah?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
14 October 2019 09:41
Kemesraan AS-China Bawa IHSG ke Zona Hijau, Bertahankah?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pada perdagangan hari ini, Senin (14/10/2019) dengan mencatatkan kenaikan 0,38% ke level 6.129,23 indeks poin, dan terlihat terus memantapkan posisinya di zona hijau.

Searah dengan IHSG, bursa saham utama di kawasan Asia juga kompak bergerak ke utara, di mana indeks Kospi melesat 1,08%, indeks Shanghai menguat 0,91%, indeks Hang Seng menguat 0,6%, dan indeks Straits Times naik 0,39%.

Pasar keuangan Benua Kuning sedang semringah hari ini setelah hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang menegang hampir dua tahun mulai menunjukkan tanda-tanda rujuk.

Pertemuan pekan lalu yang berlangsung 2 hari, yakni 10-11 Oktober di Washington, berbuah kesepakatan yang merangkup beberapa isu-isu penting.


Hal tersebut disampaikan oleh Presiden AS Donald Trump yang mengatakan Washington dan Beijing telah menyepakati "kesepakatan fase pertama yang sangat substansial", dilansir dari CNBC International

Negeri Paman Sam juga menyampaikan pihaknya setuju untuk menunda rencana pemberlakuan kenaikan tarif bea masuk produk China senilai US$ 250 miliar dari 25% menjadi 30%, yang seyogianya efektif per 15 Oktober.

"Saya sepakat untuk tidak menaikkan tarif bea masuk dari 25% menjadi 30% pada 15 Oktober. Hubungan dengan China sangat baik, kami telah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan, dan segera berlanjut ke fase kedua. Fase pertama bisa ditandatangani segera!" cuit Trump melalui utas (thread) di Twitter.


Trump kemudian menyampaikan bahwa kesepakatan fase pertama tersebut mencakup pembahasan terkait kekayaan intelektual dan jasa keuangan, serta pembelian produk pertanian AS sekitar US 40 -50 miliar oleh China.

Pihak Gedung Putih menyampaikan bahwa hasil kesepakatan fase satu yang lebih rinci akan dirlis dalam tiga minggu ke depan.

Pihak Negeri Tiongkok terlihat sudah mulai memenuhi janjinya. Pasalnya, Presiden ke-45 Negeri Adidaya melalui akun Twitter pribadinya menyampaikan "China telah mulai membeli produk pertanian dari petani dan peternak hebat kami!"


Kemesraan pun ditunjukkan oleh China. Wakil PM Liu He berpendapat, kini hubungan kedua negara penuh dengan cinta.

"Memang ada banyak perbedaan antara AS dan China. Namun sekarang yang ada adalah cinta. Ini hal yang bagus. Kami sudah menyepakati kemajuan yang substansial. Kami senang dengan ini, dan akan terus bekerja sama," tutur Li, seperti diberitakan Reuters.

(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)

Bank investasi kenamaan dunia, Morgan Stanley, mengatakan kesepakatan dagang parsial antara Washington dan Beijing adalah pengaturan yang “tidak pasti” dan tidak terlihat jalan keluar untuk mengurangi tarif yang sudah berlaku sekitar 15 bulan terakhir, dilansir dari CNBC International.

Negeri Paman Sam memang setuju untuk menunda kenaikan bea masuk atas produk asal Negeri Tiongkok senilai US$ 250 miliar, dari 25% menjadi 30% yang seharusnya mulai berlaku besok (15/10/2019).

Meskipun demikian pemerintahan Trump belum memberikan putusan yang sama pada barang-barang yang akan kena tarif tambahan di Desember. Sebelumnya pada 15 Desember nanti, produk seperti ponsel, laptop, mainan dan pakaian asal China akan kena tarif tambahan hingga 15%.



Oleh karena itu, Morgan Stanley menekankan bahwa tanpa mekanisme penyelesaian sengketa untuk periode jangka panjang, babak baru kenaikan tarif tidak dapat dikesampingkan.

“Belum ada jalan yang layak untuk penurunan tarif yang ada, dan kenaikan tarif tetap menjadi resiko yang berarti,” tulis bank tersebut dalam sebuah catatan.

“Jadi, kami belum mengharapkan rebound yang berarti dalam perilaku perusahaan yang akan mendorong ekspektasi pertumbuhan global yang lebih tinggi,” tambah catatan tersebut.

Resiko friksi dagang AS-China yang berpotensi kembali tereskalasi sebenarnya tersirat dalam pernyataan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin yang menekankan masih banyak tugas rumah yang belum diselesaikan.

"Saya pikir kami telah memiliki pemahaman yang fundamental terkait beberapa isu kunci. Kami sudah sampai pada hal-hal signifikan, tapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," katanya.

"Kami tidak akan menandatangani perjanjian kecuali kami mendapat dan bisa mengatakan pada presiden kalau hal tersebut sudah ada di atas kertas".

Analis juga khawatir bahwa karena teks perjanjian belum ditandatangani kedua belah pihak, berarti kesepakatan sejatinya belum tercapai.

"Saya tidak yakin menyebut apa yang diumumkan Presiden Trump sebagai sebuah perjanjian yang benar," kata pakar perdagangan China di Pusat Studi Strategis dan Internasional Washington Scott Kenneddy.

"Jika mereka tidak bisa menyetujui teks, itu berarti mereka belum selesai,” tambah Kenneddy.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular