
AS-China Penuh Cinta, Rupiah Berbunga-bunga
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 October 2019 08:27

Pasar keuangan Asia sedang semringah hari ini. Hubungan dagang AS-China yang menegang dalam lebih dari setahun terakhir mulai mengendur.
Pekan lalu, terjadi pertemuan tingkat menteri di Washington. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert 'Bob' Lighthizer sementara kontingen China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Pertemuan tersebut berlangsung selama dua hari, dan aura damai sudah tampak sejak hari pertama. Hasil pertemuan ini sangat memuaskan.
Bahkan Presiden AS Donald Trump begitu berseri-seri. Menurut sang presiden ke-45, AS-China bisa dibilang sudah menyepakati fase pertama dari perjanjian damai dagang. AS pun menunda rencana pemberlakuan kenaikan tarif bea masuk produk China senilai US$ 250 miliar dari 25% menjadi 30%, yang seyogianya efektif per 15 Oktober.
"Kesepakatan kami dengan China adalah mereka akan SEGERA membeli banyak produk pertanian AS, tidak perlu menunggu sampai 3-4 pekan. MEREKA SUDAH MEMULAINYA! Hal lain seperti bidang keuangan dan sebagainya akan mulai dipersiapkan.
"Saya sepakat untuk tidak menaikkan tarif bea masuk dari 25% menjadi 30% pada 15 Oktober. Hubungan dengan China sangat baik, kami telah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan, dan segera berlanjut ke fase kedua. Fase pertama bisa ditandatangani segera!" cuit Trump melalui utas (thread) di Twitter.
Kemesraan pun ditunjukkan oleh China. Wakil PM Liu berpendapat, kini hubungan kedua negara penuh dengan cinta.
"Memang ada banyak perbedaan antara AS dan China. Namun sekarang yang ada adalah cinta. Ini hal yang bagus. Kami sudah menyepakati kemajuan yang substansial. Kami senang dengan ini, dan akan terus berkerja sama," tutur Li, seperti diberitakan Reuters.
Harapan akan damai dagang AS-China membumbung tinggi di pasar keuangan Asia. Jika AS-China benar-benar sudah damai, jalan ke arah sana sudah dirintis, maka rantai pasok global yang sekarang rusak akan pulih kembali. Perdagangan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini melambat dan bahkan terancam resesi akan bersemi lagi.
Perkembangan ini tentu membuat pelaku pasar enggan bermain aman, aset-aset berisiko di negara berkembang menjadi sasaran utama. Akibatnya, mata uang Asia ramai-ramai menguat, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA (aji/aji)
Pekan lalu, terjadi pertemuan tingkat menteri di Washington. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert 'Bob' Lighthizer sementara kontingen China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Pertemuan tersebut berlangsung selama dua hari, dan aura damai sudah tampak sejak hari pertama. Hasil pertemuan ini sangat memuaskan.
Bahkan Presiden AS Donald Trump begitu berseri-seri. Menurut sang presiden ke-45, AS-China bisa dibilang sudah menyepakati fase pertama dari perjanjian damai dagang. AS pun menunda rencana pemberlakuan kenaikan tarif bea masuk produk China senilai US$ 250 miliar dari 25% menjadi 30%, yang seyogianya efektif per 15 Oktober.
"Kesepakatan kami dengan China adalah mereka akan SEGERA membeli banyak produk pertanian AS, tidak perlu menunggu sampai 3-4 pekan. MEREKA SUDAH MEMULAINYA! Hal lain seperti bidang keuangan dan sebagainya akan mulai dipersiapkan.
"Saya sepakat untuk tidak menaikkan tarif bea masuk dari 25% menjadi 30% pada 15 Oktober. Hubungan dengan China sangat baik, kami telah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan, dan segera berlanjut ke fase kedua. Fase pertama bisa ditandatangani segera!" cuit Trump melalui utas (thread) di Twitter.
Kemesraan pun ditunjukkan oleh China. Wakil PM Liu berpendapat, kini hubungan kedua negara penuh dengan cinta.
"Memang ada banyak perbedaan antara AS dan China. Namun sekarang yang ada adalah cinta. Ini hal yang bagus. Kami sudah menyepakati kemajuan yang substansial. Kami senang dengan ini, dan akan terus berkerja sama," tutur Li, seperti diberitakan Reuters.
Harapan akan damai dagang AS-China membumbung tinggi di pasar keuangan Asia. Jika AS-China benar-benar sudah damai, jalan ke arah sana sudah dirintis, maka rantai pasok global yang sekarang rusak akan pulih kembali. Perdagangan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini melambat dan bahkan terancam resesi akan bersemi lagi.
Perkembangan ini tentu membuat pelaku pasar enggan bermain aman, aset-aset berisiko di negara berkembang menjadi sasaran utama. Akibatnya, mata uang Asia ramai-ramai menguat, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA (aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular