
Terima Kasih Mr. Trump! Rupiah Menguat Dua Pekan Beruntun
Putu Agus Pransuamitra & Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
12 October 2019 08:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah mampu mencetak penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini meski tipis, 0,05% saja. Perjalanan Mata Uang Garuda tidak mulus di pekan ini, tercatat dalam lima hari perdagangan, rupiah menguat sebanyak tiga kali, dan melemah dua kali.
Meski menguat tipis, setidaknya rupiah mampu membukukan penguatan dua pekan berturut-turut.
Rupiah mengawali pekan ini dengan melemah 0,14% kemudian mencatat penguatan tipis 0,04% di hari Selasa. Pada hari Rabu rupiah kembali melemah, sebelum mencetak penguatan dua hari berturut-turut.
Dibandingkan mata uang utama Asia, performa rupiah di pekan ini dikatakan kurang menggembirakan. Yuan China menjadi raja Asia setelah menguat 0,85%, dolar Taiwan dan won Korea Selatan melengkapi posisi tiga besar dengan menguat 0,81% dan 0,74%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia di pekan ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Perundingan dagang AS-China pada 10-11 Oktober menjadi penggerak utama rupiah di pekan ini. Berbagai isu seputar hubungan AS dengan China sebelum perundingan tersebut membuat pasar seperti tanpa arah.
Pada hari Selasa, CNBC International mengutip South China Morning Post mewartakan China menurunkan ekspektasi akan adanya kesepakatan dagang dengan AS. Harian tersebut mengatakan Wakil Perdana Menteri China Liu He yang akan memimpin delegasi China tidak mendapat instruksi khusus dari Presiden Xi Jinping.
Seandainya tidak ada kesepakatan dagang saat pertemuan kali ini, Presiden AS Donald Trump sebelumnya sudah mengatakan pada 15 Oktober bea impor produk dari China akan dinaikkan.
Selain itu, AS menambah daftar perusahaan yang masuk daftar hitam (blacklist), termasuk di dalamnya perusahaan yang bergerak di bidang artificial intelligence (AI) China. Kementerian Luar Negeri China akhirnya berkomentar 'tetap pantau' untuk pembalasan tindakan AS tersebut.
"Entitas yang terimplikasi melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk represi di China berupa penahanan dan pengawasan menggunakan teknologi untuk komunitas Uighur, Kazakh, dan kelompok minoritas muslim lainnya," sebut keterangan Kementerian Perdagangan AS yang mendeskripsikan 28 perusahaan yang masuk daftar hitam.
Dengan masuk daftar hitam, artinya 28 perusahaan tersebut tidak bisa melakukan aktivitas bisnis dengan perusahaan AS.
Setelah berbagai "drama" yang terjadi sejak awal pekan tersebut, akhirnya kabar bagus muncul Kamis waktu AS, saat perundingan dagang kedua negara resmi dimulai.
Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter pribadinya mengatakan akan bertemu langsung dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
"Hari besar negosiasi dengan China. Mereka ingin membuat kesepakatan, apakah saya juga? Saya akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri besok di Gedung Putih," katanya sebagaimana dikutip dari CNBC International.
Selanjutnya Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan perundingan kali ini berjalan sangat baik.
"Saya pikir ini berjalan sangat baik. Saya akan katakan, ini berjalan sangat baik" kata Presiden Trump di Washington sebelum bertolak ke Minnesota untuk berkampanye, sebagaimana dilansir CNBC International.
Akibat pernyataan Trump tersebut, sentimen pelaku pasar langsung membaik, selera terhadap risiko (risk appetite) meningkat, dan rupoah mencatat penguatan 0,16% di hari Jumat, sekaligus memastikan penguatan dua pekan beruntun.
Perundingan kedua negara akhirnya membuahkan hasil pada Jumat waktu AS, Presiden Trump mengatakan sudah mencapai kesepakatan substansial tahap pertama, dan bea impor yang seharusnya dikenakan pada 15 Oktober ditunda.
Rupiah belum sempat merespon hasil tersebut karena pasar dalam negeri sudah tutup sebelum adanya kesepakatan tersebut.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Selain perundingan dagang AS-China, pasar finansial dalam negeri juga digerakkan oleh rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) serta situasi geopolitik di Timur Tengah yang kembali memanas.
Pada Kamis dini hari WIB, The Fed merilis notula yang berisi catatan-catatan yang mendetail yang terjadi di ruang meeting The Fed saat memutuskan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2% pada 19 September lalu.
Kala itu para anggota pembuat kebijakan atau Federal Open Market Committee (FOMC) memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait pemangkasan suku bunga saat itu, dan panduan suku bunga di masa yang akan datang.
Ada dua anggota FOMC yang tidak setuju suku bunga diturunkan, dan ada satu anggota yang meminta suku bunga diturunkan 50 bps. Untuk arah kebijakan selanjutnya di sisa tahun ini juga menunjukkan perbedaan pendapat dari semua anggota FOMC termasuk yang bukan anggota voting.
Berdasarkan Fed dot plot, lima anggota ingin suku bunga tetap seperti sebelum dipangkas (2-2,25%). Lima anggota lainnya ingin mempertahankan di level saat ini (1,75-2%), dan tujuh anggota ingin memangkas lagi sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75%.
Setelah rilis notula tersebut, pelaku pasar melihat probabilitas cukup besar The Fed akan memangkas suku bunga di akhir bulan nanti.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas di atas 80% suku bunga akan dipangkas 25 basis poin menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Probabilitas tersebut terbilang tinggi jika dibandingkan dua pekan lalu yang masih di bawah 50%.
Sementara itu, Jumat kemarin pasar sempat dikejutkan setelah Iran melaporkan kapal tanker miliknya terkena serangan dua misil di Laut Merah dekat pantai Arab Saudi, sebagaimana dilansir CNBC International. Reuters melaporkan pihak Arab Saudi belum mau memberikan keterangan atas serangan ke kapal tanker milik Iran tersebut.
Situasi di Timur Tengah memang sedang panas setelah bulan lalu dua fasilitas minyak milik Arab Saudi diserang drone yang mengakibatkan kerusakan parah. Amerika Serikat kala itu menuduh Iran sebagai dalang serangan, dan mengancam akan melancarkan serangan balasan. Iran tidak terima dan menyatakan siap berperang dengan AS dan sekutunya.
Perkembangan situasi di Timur Tengah ini akan menjadi salah satu penggerak rupiah di hari Senin nanti, selain juga hasil perundingan dagang AS-China.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Meski menguat tipis, setidaknya rupiah mampu membukukan penguatan dua pekan berturut-turut.
Dibandingkan mata uang utama Asia, performa rupiah di pekan ini dikatakan kurang menggembirakan. Yuan China menjadi raja Asia setelah menguat 0,85%, dolar Taiwan dan won Korea Selatan melengkapi posisi tiga besar dengan menguat 0,81% dan 0,74%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia di pekan ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Perundingan dagang AS-China pada 10-11 Oktober menjadi penggerak utama rupiah di pekan ini. Berbagai isu seputar hubungan AS dengan China sebelum perundingan tersebut membuat pasar seperti tanpa arah.
Pada hari Selasa, CNBC International mengutip South China Morning Post mewartakan China menurunkan ekspektasi akan adanya kesepakatan dagang dengan AS. Harian tersebut mengatakan Wakil Perdana Menteri China Liu He yang akan memimpin delegasi China tidak mendapat instruksi khusus dari Presiden Xi Jinping.
Seandainya tidak ada kesepakatan dagang saat pertemuan kali ini, Presiden AS Donald Trump sebelumnya sudah mengatakan pada 15 Oktober bea impor produk dari China akan dinaikkan.
Selain itu, AS menambah daftar perusahaan yang masuk daftar hitam (blacklist), termasuk di dalamnya perusahaan yang bergerak di bidang artificial intelligence (AI) China. Kementerian Luar Negeri China akhirnya berkomentar 'tetap pantau' untuk pembalasan tindakan AS tersebut.
"Entitas yang terimplikasi melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk represi di China berupa penahanan dan pengawasan menggunakan teknologi untuk komunitas Uighur, Kazakh, dan kelompok minoritas muslim lainnya," sebut keterangan Kementerian Perdagangan AS yang mendeskripsikan 28 perusahaan yang masuk daftar hitam.
Dengan masuk daftar hitam, artinya 28 perusahaan tersebut tidak bisa melakukan aktivitas bisnis dengan perusahaan AS.
Setelah berbagai "drama" yang terjadi sejak awal pekan tersebut, akhirnya kabar bagus muncul Kamis waktu AS, saat perundingan dagang kedua negara resmi dimulai.
Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter pribadinya mengatakan akan bertemu langsung dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
"Hari besar negosiasi dengan China. Mereka ingin membuat kesepakatan, apakah saya juga? Saya akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri besok di Gedung Putih," katanya sebagaimana dikutip dari CNBC International.
Selanjutnya Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan perundingan kali ini berjalan sangat baik.
"Saya pikir ini berjalan sangat baik. Saya akan katakan, ini berjalan sangat baik" kata Presiden Trump di Washington sebelum bertolak ke Minnesota untuk berkampanye, sebagaimana dilansir CNBC International.
Akibat pernyataan Trump tersebut, sentimen pelaku pasar langsung membaik, selera terhadap risiko (risk appetite) meningkat, dan rupoah mencatat penguatan 0,16% di hari Jumat, sekaligus memastikan penguatan dua pekan beruntun.
Perundingan kedua negara akhirnya membuahkan hasil pada Jumat waktu AS, Presiden Trump mengatakan sudah mencapai kesepakatan substansial tahap pertama, dan bea impor yang seharusnya dikenakan pada 15 Oktober ditunda.
Rupiah belum sempat merespon hasil tersebut karena pasar dalam negeri sudah tutup sebelum adanya kesepakatan tersebut.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Selain perundingan dagang AS-China, pasar finansial dalam negeri juga digerakkan oleh rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) serta situasi geopolitik di Timur Tengah yang kembali memanas.
Pada Kamis dini hari WIB, The Fed merilis notula yang berisi catatan-catatan yang mendetail yang terjadi di ruang meeting The Fed saat memutuskan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2% pada 19 September lalu.
Kala itu para anggota pembuat kebijakan atau Federal Open Market Committee (FOMC) memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait pemangkasan suku bunga saat itu, dan panduan suku bunga di masa yang akan datang.
Ada dua anggota FOMC yang tidak setuju suku bunga diturunkan, dan ada satu anggota yang meminta suku bunga diturunkan 50 bps. Untuk arah kebijakan selanjutnya di sisa tahun ini juga menunjukkan perbedaan pendapat dari semua anggota FOMC termasuk yang bukan anggota voting.
Berdasarkan Fed dot plot, lima anggota ingin suku bunga tetap seperti sebelum dipangkas (2-2,25%). Lima anggota lainnya ingin mempertahankan di level saat ini (1,75-2%), dan tujuh anggota ingin memangkas lagi sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75%.
Setelah rilis notula tersebut, pelaku pasar melihat probabilitas cukup besar The Fed akan memangkas suku bunga di akhir bulan nanti.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas di atas 80% suku bunga akan dipangkas 25 basis poin menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Probabilitas tersebut terbilang tinggi jika dibandingkan dua pekan lalu yang masih di bawah 50%.
Sementara itu, Jumat kemarin pasar sempat dikejutkan setelah Iran melaporkan kapal tanker miliknya terkena serangan dua misil di Laut Merah dekat pantai Arab Saudi, sebagaimana dilansir CNBC International. Reuters melaporkan pihak Arab Saudi belum mau memberikan keterangan atas serangan ke kapal tanker milik Iran tersebut.
Situasi di Timur Tengah memang sedang panas setelah bulan lalu dua fasilitas minyak milik Arab Saudi diserang drone yang mengakibatkan kerusakan parah. Amerika Serikat kala itu menuduh Iran sebagai dalang serangan, dan mengancam akan melancarkan serangan balasan. Iran tidak terima dan menyatakan siap berperang dengan AS dan sekutunya.
Perkembangan situasi di Timur Tengah ini akan menjadi salah satu penggerak rupiah di hari Senin nanti, selain juga hasil perundingan dagang AS-China.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular