Perang Dagang dan Resesi Bikin Mata Uang Asia Galau Hari Ini

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 October 2019 10:55
Perang Dagang dan Resesi Bikin Mata Uang Asia Galau Hari Ini
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga tidak berdaya menghadapi dolar AS di perdagangan pasar spot.

Pada Rabu (9/10/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.182. Rupiah melemah 0,08% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Pelemahan ini membuat rupiah terus terdepresiasi selama tiga hari beruntun di kurs tengah BI. Dalam periode tersebut, pelemahan rupiah tidak terlalu signifikan, hanya 0,33%.

 

Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.175 di mana rupiah melemah 0,18%.

Pada pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,07%. Seiring perjalanan, rupiah semakin lemah dan dolar AS mencoba menembus level Rp 14.200.

Sementara di Asia, mata uang utama Benua Kuning bergerak variatif di hadapan greenback. Jumlah mata uang uang melemah dan menguat hampir sama, menandakan investor sedang galau.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:08 WIB:

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)



Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham New York di Wall Street melemah signifikan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 1,19%, S&P 500 amblas 1,56%, dan Nasdaq Composite ambrol 1,67%.

Melihat Wall Street yang 'terbakar', mood pelaku pasar di Asia ikut hancur. Akhirnya minat terhadap aset-aset di negara berkembang Asia menyusut, dan menyebabkan sejumlah mata uang melemah, termasuk rupiah.


Investor mencemaskan hubungan AS-China yang memanas, meski sebentar lagi kedua negara berencana menggelar dialog dagang. Kemarin, AS memasukkan 28 entitas asal China dalam daftar hitam. Artinya, 28 entitas tersebut tidak bisa berbisnis dengan perusahaan AS.

"Entitas yang terimplikasi melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk represi di China berupa penahanan dan pengawasan menggunakan teknologi untuk komunitas Uighur, Kazakh, dan kelompok minoritas muslim lainnya," sebut keterangan Kementerian Perdagangan AS yang mendeskripsikan 28 tersebut.

Ketegangan kian meningkat kala AS juga menolak permintaan visa terhadap pejabat China yang diduga terlibat dalam penahanan dan penyiksaan komunitas muslim. China pun tidak terima.

"Masalah #Xinjiang murni urusan dalam negeri kami sehingga pihak luar tidak diperbolehkan mengintervensi. Kami mendesak AS untuk memperbaiki langkahnya dan berhenti mengintervensi urusan dalam negeri China," cuit Kedutaan Besar China untuk AS melalui Twitter.

Meski perundingan dagang di Washington pada 10-11 Oktober mendatang masih terjadwal, tetapi perkembangan seperti ini bisa menjadi batu sandungan. Jangan sampai jalan menuju damai dagang rusak, seperti rantai pasok global yang berantakan gara-gara perang dagang AS-China.



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)



Namun di sisi lain, ada sentimen positif yang menghinggapi mata uang Asia yaitu pelemahan dolar AS. Pada pukul 10:35 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,05%.

Dolar AS terpukul akibat pernyataan Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell. Pengganti Janet Yellen itu menegaskan bahwa bank sentral siap dan terbuka untuk menerapkan kebijakan akomodatif di tengah risiko ekonomi global yang semakin tinggi.

"Jelas (ekonomi) agak melambat. Bank sentral akan melakukan kebijakan yang memang pantas (appropriate)," katanya dalam pertemuan tahunan National Association of Business Economics (NABE) di Denver, seperti dikutip dari Reuters.

Berdasarkan survei NABE yang melibatkan 226 institusi, 42% responden memperkirakan AS akan mengalami resesi pada Februari 2020. Artinya kemungkinan resesi di AS bakal terjadi dalam hitungan bulan, bukan lagi tahun.

NABE
 
Oleh karena itu, AS butuh 'suntikan adrenalin' agar bisa menghindari jurang resesi. Itu diharapkan berasal dari sisi moneter, dengan penurunan suku bunga acuan.


Sejak awal tahun, Federal Funds Rate sudah turun dua kali. Namun pelaku pasar memperkirakan masih ada dua kali penurunan lagi sampai akhir 2019. Mengutip CME Fedwatch, peluang penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Oktober dan Desember masing-masing 83,9% dan 44,6%.

Penurunan suku bunga acuan yang sepertinya sudah di depan mata membuat dolar AS tidak bisa berkutik. Sebab kala suku bunga turun, maka berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS menjadi kurang menarik. Dolar AS pun mengalami tekanan jual.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular