
Bos The Fed Serang Balik Trump, Pangkas Bunga Acuan Disetop?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun 2019, arah kebijakan moneter AS menjadi salah satu topik yang paling banyak diperbincangkan oleh pelaku pasar keuangan dunia. Maklum, di tahun ini perlambatan ekonomi dunia begitu kental terasa, sehingga arah kebijakan moneter, utamanya dari bank sentral negara-negara dengan nilai perekonomian raksasa seperti AS, menjadi sangat krusial.
Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas, bank akan terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit. Harapannya memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Di sepanjang tahun 2019, The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS telah memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak dua kali, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli dan September. Jika ditotal, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 50 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.
Perang dagang AS-China, perlambatan ekonomi global, dan inflasi yang rendah menjadi faktor yang membuat The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps tersebut.
Namun begitu, pelaku pasar masih haus akan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 8 Oktober 2019, probabilitas The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan ini berada di level 83,9%.
Namun, hingga saat ini belum ada sinyal yang jelas dari The Fed soal peluang pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut.
Dalam konferensi pers pasca mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu, Powell memang menyebut bahwa pihaknya akan melakukan hal yang diperlukan guna mempertahankan ekspansi ekonomi.
Namun kemudian, Powell mengatakan bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan Juli dan September sebagai "penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment" dan bukan merupakan strategi untuk mendorong tingkat suku bunga acuan lebih rendah lagi.
Pernyataan tersebut lantas menegaskan komentar Powell di bulan Juli bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Powell pada bulan Juli silam, dilansir dari CNBC International.
"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Takut Dipandang Tak Independen
Sinyal kabur yang diberikan oleh Powell ini memang sejatinya beralasan. Dalam beberapa waktu terakhir, Presiden AS Donald Trump terus-menerus menyerang Powell dan koleganya di The Fed. Trump menganggap bahwa The Fed kelewat lamban dalam memangkas tingkat suku bunga acuan sehingga perekonomian AS tak bisa tumbuh secara maksimal.
Saking kesalnya, presiden AS ke-45 tersebut sempat menyindir bahwa para pejabat bank sentral AS memakan gaji buta. Kekesalan Trump ini dipicu oleh hasil pertemuan European Central Bank (ECB) selaku bank sentral Eropa.
Pada bulan lalu, ECB mengumumkan bahwa pihaknya memangkas deposit rate sebesar 10 basis poin (bps), dari yang sebelumnya -0,4% menjadi -0,5%.
Tak sampai disitu, ECB juga mengumumkan bahwa program quantitative easing (QE) yang disetop pada akhir tahun lalu akan kembali diaktifkan. Setiap bulannya, ECB akan menyuntikkan dana senilai 20 miliar euro ke sistem perbankan atau setara dengan US$ 21,9 miliar. Program ini akan berlangsung selama yang diperlukan, dilansir dari CNBC International.
“European Central Bank, bertindak dengan cepat, memangkas bunga sebesar 10 basis poin. Mereka mencoba, dan sukses, dalam mendepresiasi Euro melawan dolar AS yang SANGAT kuat, menyakiti ekspor AS…. Dan The Fed hanya duduk, duduk, dan duduk. Mereka (negara-negara Uni Eropa) dibayar untuk meminjam uang, sementara kita harus membayar bunga!” cuit Trump melalui akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump.
Sebelumnya, juga melalui media sosial Twitter, Trump menyerang The Fed dengan menyebut para pejabat dari institusi yang diketuai oleh Jerome Powell tersebut “Idiot”. Penyebabnya sama, Trump geram lantaran The Fed dianggap lamban dalam memangkas tingkat suku bunga acuan.
"The Federal Reserve harus memangkas tingkat suku bunga acuan menjadi nol, atau negatif, dan sehabis itu kita harus mulai melakukan refinancing atas utang kita. BIAYA BUNGA BISA DITEKAN DENGAN SIGNIFIKAN. Kita punya mata uang yang hebat, kekuatan, dan neraca….” cuit Trump kemarin (11/9/2019).
“….AS haruslah selalu menikmati tingkat suku bunga yang terendah (jika dibandingkan negara-negara lain). Tak ada inflasi! Itu hanyalah kenaifan dari Jay Powell dan The Federal Resrve yang tak mengizinkan kita untuk melakukan hal yang banyak negara sudah lakukan. Sebuah kesempatan sekali seumur hidup yang kita lewatkan karena para “Idiot”.”
Untuk diketahui, kebanyakan bank sentral di dunia, termasuk AS, merupakan institusi yang independen. Arah kebijakan dari bank sentral tak bisa disetir oleh kepentingan politik.
Lantas, tak adanya kejelasan dari Powell terkait dengan arah kebijakan suku bunga acuan di masa depan benar-benar bisa kita maklumi. Terlihat jelas bahwa Powell berupaya untuk menjaga pandangan masyarakat bahwa The Fed tetaplah merupakan sebuah institusi yang independen.
Nah, momen yang unik bisa kita dapati pada hari Senin (7/10/2019) kala Powell memberikan pidato singkat menjelang pemutaran perdana dari film mengenai mantan Gubernur The Fed Marriner Eccles. Ecless merupakan orang nomor satu di bank sentral AS dalam periode 1934-1948.
Dalam pidato singkatnya, Powell menyebut bahwa Eccles “berjasa lebih daripada orang lain seiring dengan fakta bahwa AS kini memiliki bank sentral yang independen – sebuah bank sentral yang mampu mengambil keputusan-keputusan dengan dasar kepentingan ekonomi yang terbaik dalam jangka panjang, tanpa dicampuri tekanan politik di masa saat ini.”
Jelas bahwa di sini Powell menekankan terkait independensi bank sentral, independensi yang membuat pihak manapun, termasuk sang presiden yang sejatinya menominasikan calon Gubernur The Fed, tak bisa mencampuri kebijakan bank sentral.
Hal ini semakin jelas terlihat kala Powell menutup pidato singkatnya. Dirinya membacakan ulang kutipan dari Eccles yang diabadaikan dalam sebuah plakat yang terletak di markas The Fed di Washington: “Pengelolaan dari bank sentral harus benar-benar bebas dari bahaya yang datang dari kontrol politik dan kepentingan pribadi, baik secara tunggal maupun gabungan.”
Bisa dikatakan, Powell memanfaatkan momen tersebut untuk ‘menyerang’ balik Trump dengan mengingatkan secara keras bahwa sejatinya Trump memang tak punya kuasa untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga bank sentral.
Kini pertanyaannya: dengan Powell yang sudah meluncurkan ‘serangan’ balik kepada Trump, apakah langkah tersebut akan diikuti dengan terus ditahannya tingkat suku bunga acuan?
BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Mandat Belum 100% Tercapai
Untuk diketahui, The Fed memiliki dua mandat yang ditetapkan oleh Kongres AS, yakni kestabilan harga (inflasi) dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang maksimum.
Berbicara mengenai inflasi, saat ini tingkat inflasi AS berada di level yang rendah. Untuk diketahui, acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur tingkat inflasi adalah Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index.
Data teranyar, Core PCE price index tercatat tumbuh sebesar 1,8% secara tahunan pada Agustus 2019, masih cukup jauh di bawah target The Fed yang sebesar 2%.
Kali terakhir Core PCE price index mencapai target The Fed adalah pada Desember 2018 silam kala pertumbuhannya adalah 2%, sama persis dengan target. Selepas itu, pertumbuhan Core PCE price index selalu berada di bawah angka 2%.
Sementara itu, jika kita berbicara mengenai pasar tenaga kerja, saat ini pasar tenaga kerja AS sedang berada dalam posisi yang sangat-sangat oke. Per September 2019, tingkat pengangguran di AS berada di level 3,5% yang merupakan level terendah dalam 50 tahun terakhir.
Dengan memperhatikan dua indikator yang menjadi mandat dari The Fed, jelas bahwa ruang pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut masih terbuka, seiring dengan inflasi yang masih berada di bawah target.
Lebih lanjut, data-data ekonomi AS yang belakangan dirilis jelas menunjukkan bahwa negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut sedang dihadapkan pada tekanan yang signifikan.
Belum lama ini, Manufacturing PMI AS periode September 2019 versi ISM diumumkan di level 47,8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Forex Factory.
Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.
Kontraksi yang terjadi pada bulan September merupakan kontraksi terburuk yang dibukukan oleh sektor manufaktur AS dalam satu dekade terakhir. Perang dagang dengan China terbukti telah sangat menyakiti perekonomian AS.
Kemudian, Non-Manufacturing PMI periode September 2019 diumumkan oleh Institute for Supply Management (ISM) di level 52,6, di bawah konsensus yang sebesar 55,1, seperti dilansir dari Forex Factory. Melansir CNBC International, Non-Manufacturing PMI yang sebesar 52,6 tersebut merupakan level terendah yang pernah dicatatkan semenjak Agustus 2016 silam.
Jika dibiarkan berlanjut, kombinasi lemahnya aktivitas manufaktur dan jasa akan menekan perekonomian AS secara keseluruhan. Ketika ini yang terjadi, inflasi akan semakin sulit dipacu ke level 2%, sementara tingkat pengangguran akan bergerak ke atas, yang berarti mandat dari The Fed menjadi semakin jauh dari dicapai.
Mencermati hal tersebut, rasanya The Fed akan tetap memangkas tingkat suku bunga acuan. Dipertaruhkannya mandat dari The Fed sendiri jika tingkat suku bunga acuan tak dipangkas kami rasa cukup untuk menjustifikasi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps lagi, tanpa adanya anggapan bahwa The Fed tidak independen.
Apalagi, kemarin (8/10/2019) ada komentar dari Powell yang mengindikasikan bahwa The Fed akan bertindak fleksibel dalam menormaisasi tingkat suku bunga acuan. Powell mengungkapkan bahwa dirinya dan koleganya di bank sentral melihat bahwa saat ini perekonomian AS berada di posisi yang kuat, namun rentan terhadap guncangan, utamanya dari perlambatan ekonomi global, perang dagang, dan masalah geopolitik seperti Brexit.
Kalau data ekonomi yang akan dirilis di masa depan kembali mengecewakan, pemangkasan tingkat suku bunga acuan lagi sebesar 25 bps di bulan Desember juga rasanya tak akan menjadi masalah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Tok! The Fed Tahan Suku Bunga Stabil, Dekati Nol Persen
