
Rupiah Menguat Tipis Melawan Dolar AS yang Sedang "Galau"
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 October 2019 17:45

Perhatian pelaku pasar saat ini berfokus pada rencana perundingan dagang AS-China yang akan digelar di Washington 10-11 Oktober nanti. Pelaku pasar memiliki harapan tinggi agar perundingan kali ini menghasilkan kesepakatan sehingga perekonomian global bisa membaik.
Namun, ibarat dua sisi mata uang, selain adanya harapan kesepakatan dagang, di sisi lain pelaku pasar juga berhati-hati seandainya kedua negara sekali lagi gagal mencapai kesepakatan, malah bisa terjadi eskalasi perang dagang.
Kehati-hatian tersebut membuat rupiah menjadi kurang tenaga untuk mempertahankan penguatan hingga akhir perdagangan. Sebelum perundingan dagang AS-China, rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Kamis dini hari nanti akan menjadi penggerak pasar.
Notula tersebut merupakan catatan-catatan yang mendetail yang terjadi di ruang meeting The Fed saat memutuskan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2% pada 19 September lalu.
Kala itu para anggota pembuat kebijakan atau Federal Open Market Committee (FOMC) memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait pemangkasan suku bunga saat itu, dan panduan suku bunga di masa yang akan datang.
Ada dua anggota FOMC yang tidak setuju suku bunga diturunkan, dan ada satu anggota yang meminta suku bunga diturunkan 50 bps. Untuk arah kebijakan selanjutnya di sisa tahun ini juga menunjukkan perbedaan pendapat dari semua anggota FOMC termasuk yang bukan anggota voting.
Berdasarkan Fed dot plot, lima anggota ingin suku bunga tetap seperti sebelum dipangkas (2-2,25%). Lima anggota lainnya ingin mempertahankan di level saat ini (1,75-2%), dan tujuh anggota ingin memangkas lagi sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75%.
"Ekonomi AS masih berjalan baik. Inflasi rendah, pengangguran rendah, dan ekonomi masih tumbuh moderat," tegas Presiden The Fed cabang Kansas City Esther George, seperti diwartakan Reuters.
Kesimpulan dari hasil rapat kebijakan moneter The Fed, suku bunga dipangkas tetapi bank sentral paling powerful di dunia tersebut tidak terlalu dovish. Sehingga dolar saat itu langsung menguat.
Tetapi data-data terbaru dari AS, khususnya pada pekan lalu menunjukkan ekonomi AS melambat, sehingga spekulasi jika The Fed akan memangkas suku bunga di bulan ini kembali menguat.
Data dari piranti FedWatch milik CME Group sore ini menunjukkan pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 72,2% suku bunga akan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Sentimen yang bervariasi tersebut membuat performa dolar "galau" naik-turun sejak Senin kemarin. Hingga ada rilis notula serta hasil perundingan dagang, pergerakan yang sama masih akan terjadi lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Namun, ibarat dua sisi mata uang, selain adanya harapan kesepakatan dagang, di sisi lain pelaku pasar juga berhati-hati seandainya kedua negara sekali lagi gagal mencapai kesepakatan, malah bisa terjadi eskalasi perang dagang.
Kehati-hatian tersebut membuat rupiah menjadi kurang tenaga untuk mempertahankan penguatan hingga akhir perdagangan. Sebelum perundingan dagang AS-China, rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Kamis dini hari nanti akan menjadi penggerak pasar.
Notula tersebut merupakan catatan-catatan yang mendetail yang terjadi di ruang meeting The Fed saat memutuskan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2% pada 19 September lalu.
Kala itu para anggota pembuat kebijakan atau Federal Open Market Committee (FOMC) memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait pemangkasan suku bunga saat itu, dan panduan suku bunga di masa yang akan datang.
Ada dua anggota FOMC yang tidak setuju suku bunga diturunkan, dan ada satu anggota yang meminta suku bunga diturunkan 50 bps. Untuk arah kebijakan selanjutnya di sisa tahun ini juga menunjukkan perbedaan pendapat dari semua anggota FOMC termasuk yang bukan anggota voting.
Berdasarkan Fed dot plot, lima anggota ingin suku bunga tetap seperti sebelum dipangkas (2-2,25%). Lima anggota lainnya ingin mempertahankan di level saat ini (1,75-2%), dan tujuh anggota ingin memangkas lagi sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75%.
"Ekonomi AS masih berjalan baik. Inflasi rendah, pengangguran rendah, dan ekonomi masih tumbuh moderat," tegas Presiden The Fed cabang Kansas City Esther George, seperti diwartakan Reuters.
Kesimpulan dari hasil rapat kebijakan moneter The Fed, suku bunga dipangkas tetapi bank sentral paling powerful di dunia tersebut tidak terlalu dovish. Sehingga dolar saat itu langsung menguat.
![]() Sumber: CME Group |
Tetapi data-data terbaru dari AS, khususnya pada pekan lalu menunjukkan ekonomi AS melambat, sehingga spekulasi jika The Fed akan memangkas suku bunga di bulan ini kembali menguat.
Data dari piranti FedWatch milik CME Group sore ini menunjukkan pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 72,2% suku bunga akan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Sentimen yang bervariasi tersebut membuat performa dolar "galau" naik-turun sejak Senin kemarin. Hingga ada rilis notula serta hasil perundingan dagang, pergerakan yang sama masih akan terjadi lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular