Hari Ini, Rasanya Dolar AS Terlalu Tangguh Bagi Rupiah...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 October 2019 08:31
Hari Ini, Rasanya Dolar AS Terlalu Tangguh Bagi Rupiah...
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah perlu waspada karena mayoritas mata uang utama Asia kini berada di zona merah.

Pada Senin (7/10/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.130 kala pembukaan pasar. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sering perjalanan, rupiah pun terpeleset. Pada pukul 08:21 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.135 di mana rupiah melemah 0,04%.


Ruang penguatan rupiah memang terbatas, karena mata uang Tanah Air sudah terapresiasi dalam tiga hari perdagangan beruntun. Selama periode tersebut, rupiah menguat 0,53%.

Selain itu, pagi ini sepertinya bukan harinya mata uang Asia. Hampir seluruh mata uang Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS, hanya menyisakan yen Jepang dan rupee India di zona hijau.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:22 WIB:

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)



Dolar AS mendapat kekuatan dari rilis data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam. Pada September, US Bureau of Labor Statistics melaporkan penciptaan lapangan kerja non-pertanian pada September adalah 136.000. Lebih rendah ketimbang bulan sebelumnya yaitu 168.000 dan di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters di 145.000. Angka September juga menjadi yang paling rendah sejak Mei.

Meski begitu, angka pengangguran AS berhasil ditekan menjadi 3,5% dari 3,7% pada Agustus. Angka pengangguran September merupakan yang terbaik sejak Desember 1969 atau hampir setengah abad!




Artinya, ada harapan konsumsi AS tetap terjaga bahkan terus meningkat sering semakin sedikitnya jumlah pengangguran. Saat konsumsi terus naik, maka pertumbuhan ekonomi AS bakal terdongkrak karena hampir 70% Produk Domestik Bruto (PDB) datang dari konsumsi.


Pada Agustus, data US Bureau of Economic Analysis menyebutkan pendapatan masyarakat AS naik 0,4% secara month-on-month (MoM). Lebih tinggi ketimbang kenaikan Juli yaitu 0,1%.

Kenaikan pendapatan digunakan tentunya untuk konsumsi. Pada Agustus, US BEA mencatat Personal Consumption Expenditure (PCE) inti naik 1,8% year-on-year (YoY), tertinggi sejak Januari.

PCE inti adalah indikator yang menjadi preferensi Bank Sentral AS (TheFederal Reserve/The Fed) dalam mengukur inflasi. Dalam tiga bulan terakhir, PCE inti AS terus naik dan mendekati target 2%.



Ketika ada sinyal inflasi mulai terakselerasi, maka bisa saja The Fed menahan diri untuk kembali menurunkan suku bunga acuan. Sebab kala inflasi tinggi dan suku bunga rendah, yang akan terjadi adalah ekonomi melaju terlalu kencang sehingga menimbulkan overheating.

Awalnya investor sangat yakin bahwa Ketua Jerome 'Jay' Powell bakal menurunkan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat bulan ini. Mengutip CME Fedwatch, probabilitasnya sempat mencapai sekitar 90%.

Namun dengan data ketenagakerjaan AS yang ciamik, optimisme itu sedikit meredup. Kini pelaku pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga acuan adalah 81,8%.

Penurunan optimisme tersebut membuat dolar AS mendapat momentum. Suku bunga yang tidak turun, meski peluangnya sangat tipis, akan membuat dolar AS kembali menarik. Investor kembali memburu dolar AS sehingga nilai tukarnya menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular