KSP Jadi Kakak Pembina Buzzer Jokowi? Ini Riset Tarifnya

Monica Wareza, CNBC Indonesia
05 October 2019 19:41
KSP Jadi Kakak Pembina Buzzer Jokowi? Ini Riset Tarifnya
Foto: Moeldoko (CNBC Indonesia/Anisatul Umah)
Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan jagad maya dihebohkan dengan kelakuan para fans fanatik dan pendukung (buzzer) politik dari Presiden Joko Widodo. Kelompok ini dengan fanatiknya rela membela 'junjungannya' yang dikritik oleh masyarakat, tentu saja lewat serangan di media sosial.

Menurut warganet, ulah buzzer yang membela habis-habisan kebijakan Jokowi ini dinilai membuat sang presiden menjadi anti-kritik.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko akhirnya berkomentar mengenai adanya buzzer ini. Dia menyebut buzzer ini berasal dari relawan dan pendukung Jokowi, namun tak ada yang mengomandoi.

"Jadi memang buzzer yang ada itu tidak dalam satu komando, tidak dalam satu kendali. Jadi masing-masing punya inisiatif, para buzzer tidak ingin idolanya diserang, disakiti, akhirnya bereaksi," kata Moeldoko, Kamis (3/10/2019).


Menurut dia, dengan sudah berakhirnya pemilu maka sebaiknya buzzer ini juga menyudahi langkahnya ini. Hal ini disampaikan ketika Moeldoko mengadakan pertemuan dengan para buzzer ini.


"Tapi kan kadang sekali lagi, ini komunikasi yang sudah terlanjur polarisasi, sudah terpolar jadi perlu masing-masing menyadari bagaimana membangun situasi yang enjoy," terangnya.

Dia juga membantah soal presiden dan pemerintah yang anti kritik. Tapi, lanjutnya, harus dibedakan antara kritik dan penghinaan. Ia juga mengatakian telah bertemu dengan para top leader komunitas tersebut, dan diskusi bagaimana agar bawa suasana jadi lebih baik.

Moeldoko juga cuma tertawa saat disebut sebagai Kakak Pembina Buzzer, "Yang mana lagi, saya belum pernah baca itu."

Dia mengatakan bahwa ia sendiri punya akun sosial media namun tak pernah buka, semuanya ia dapat dari informasi yang diterima olehnya dari orang lain. Dengan tegas ia membantah bahwa KSP mengomandoi para buzzer tersebut.

"Justru KSP itu mengimbau, sudah kita jangan lagi seperti itu, berapa kali saya sudah ngomong kan. Jangan politik itu yang kita kembangkan, kalau boleh politik kasih sayang. Itu lebih bagus," kata dia.


Lanjut ke halaman 2 >>>


Namun, tahukah bahwa ternyata buzzer ini ternyata bukan hal yan gratis. Berdasarkan laporan dari Universitas of Oxford bertajuk 'The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation". 

Laporan Oxford disebutkan pasukan cyber dunia maya Indonesia tergolong pasukan dengan kapasitas rendah. Mereka biasanya mengeluarkan biaya mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 50 juta.

Di Indonesia untuk menjalankan aktivitas ini media sosial yang digunakan adalah Facebook, Twitter, WhatsApp dan Instagram. Aktivitas mempengaruhi opini publik, menyerang dan menjatuhkan lawan politik dilakukan oleh para politisi dan partai serta kontraktor pribadi.

Namun, fenomena buzzer ini tak hanya terjadi di Indonesia saja dan paling banyak digunakan untuk komunikasi politik.


Dalam laporan 26 halaman ini disebutkan penggunaan pasukan siber untuk kegiatan memanipulasi telah meningkat sebesar 150% dalam dua tahun terakhir. Tujuannya, menciptakan disinformasi, menekan hak dasar manusia, mendiskreditkan oposisi politik dan membenamkan pendapat yang berlawanan.

Facebook masih menjadi pilihan pertama sebab media sosial ini dengan pengguna terbesar di dunia dan daya jangkau yang cukup luas hingga ke kerabat dan pertemanan.

"Kami telah mengumpulkan bukti pasukan cyber kini menjalankan kampanye di WhatsApp. Kami memperkirakan platform ini akan semakin penting dalam aktivitas ini dalam beberapa tahun mendatang karena semakin banyak orang menggunakan WhatsApp untuk komunikasi politik," tulis laporan tersebut seperti dikutip CNBC Indonesia, Jumat (4/10/2019).


Para pasukan dunia maya ini kebanyakan menggunakan akun palsu. Mereka aktif berkomunikasi dengan target. Selain itu, pasukan siber ini juga melakukan aksi peretas akun dari orang-orang terkenal di media sosial untuk melakukan propaganda atau membungkam pemilik akun di media sosial.

Ada beberapa strategi yang biasa digunakan para cyber army ini. Yakni, pembuatan disinformasi atau memanipulasi media agar pembaca bingung, melaporkan akun atau akun secara massal, trolling, doxing (penyebaran identitas pribadi ke publik untuk dilecehkan).



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular