
KSP Jadi Kakak Pembina Buzzer Jokowi? Ini Riset Tarifnya
Monica Wareza, CNBC Indonesia
05 October 2019 19:41

Namun, tahukah bahwa ternyata buzzer ini ternyata bukan hal yan gratis. Berdasarkan laporan dari Universitas of Oxford bertajuk 'The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation".
Laporan Oxford disebutkan pasukan cyber dunia maya Indonesia tergolong pasukan dengan kapasitas rendah. Mereka biasanya mengeluarkan biaya mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 50 juta.
Di Indonesia untuk menjalankan aktivitas ini media sosial yang digunakan adalah Facebook, Twitter, WhatsApp dan Instagram. Aktivitas mempengaruhi opini publik, menyerang dan menjatuhkan lawan politik dilakukan oleh para politisi dan partai serta kontraktor pribadi.
Namun, fenomena buzzer ini tak hanya terjadi di Indonesia saja dan paling banyak digunakan untuk komunikasi politik.
Dalam laporan 26 halaman ini disebutkan penggunaan pasukan siber untuk kegiatan memanipulasi telah meningkat sebesar 150% dalam dua tahun terakhir. Tujuannya, menciptakan disinformasi, menekan hak dasar manusia, mendiskreditkan oposisi politik dan membenamkan pendapat yang berlawanan.
Facebook masih menjadi pilihan pertama sebab media sosial ini dengan pengguna terbesar di dunia dan daya jangkau yang cukup luas hingga ke kerabat dan pertemanan.
"Kami telah mengumpulkan bukti pasukan cyber kini menjalankan kampanye di WhatsApp. Kami memperkirakan platform ini akan semakin penting dalam aktivitas ini dalam beberapa tahun mendatang karena semakin banyak orang menggunakan WhatsApp untuk komunikasi politik," tulis laporan tersebut seperti dikutip CNBC Indonesia, Jumat (4/10/2019).
Para pasukan dunia maya ini kebanyakan menggunakan akun palsu. Mereka aktif berkomunikasi dengan target. Selain itu, pasukan siber ini juga melakukan aksi peretas akun dari orang-orang terkenal di media sosial untuk melakukan propaganda atau membungkam pemilik akun di media sosial.
Ada beberapa strategi yang biasa digunakan para cyber army ini. Yakni, pembuatan disinformasi atau memanipulasi media agar pembaca bingung, melaporkan akun atau akun secara massal, trolling, doxing (penyebaran identitas pribadi ke publik untuk dilecehkan).
(roy/roy)
Laporan Oxford disebutkan pasukan cyber dunia maya Indonesia tergolong pasukan dengan kapasitas rendah. Mereka biasanya mengeluarkan biaya mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 50 juta.
Di Indonesia untuk menjalankan aktivitas ini media sosial yang digunakan adalah Facebook, Twitter, WhatsApp dan Instagram. Aktivitas mempengaruhi opini publik, menyerang dan menjatuhkan lawan politik dilakukan oleh para politisi dan partai serta kontraktor pribadi.
Dalam laporan 26 halaman ini disebutkan penggunaan pasukan siber untuk kegiatan memanipulasi telah meningkat sebesar 150% dalam dua tahun terakhir. Tujuannya, menciptakan disinformasi, menekan hak dasar manusia, mendiskreditkan oposisi politik dan membenamkan pendapat yang berlawanan.
Facebook masih menjadi pilihan pertama sebab media sosial ini dengan pengguna terbesar di dunia dan daya jangkau yang cukup luas hingga ke kerabat dan pertemanan.
"Kami telah mengumpulkan bukti pasukan cyber kini menjalankan kampanye di WhatsApp. Kami memperkirakan platform ini akan semakin penting dalam aktivitas ini dalam beberapa tahun mendatang karena semakin banyak orang menggunakan WhatsApp untuk komunikasi politik," tulis laporan tersebut seperti dikutip CNBC Indonesia, Jumat (4/10/2019).
Para pasukan dunia maya ini kebanyakan menggunakan akun palsu. Mereka aktif berkomunikasi dengan target. Selain itu, pasukan siber ini juga melakukan aksi peretas akun dari orang-orang terkenal di media sosial untuk melakukan propaganda atau membungkam pemilik akun di media sosial.
Ada beberapa strategi yang biasa digunakan para cyber army ini. Yakni, pembuatan disinformasi atau memanipulasi media agar pembaca bingung, melaporkan akun atau akun secara massal, trolling, doxing (penyebaran identitas pribadi ke publik untuk dilecehkan).
(roy/roy)
Pages
Most Popular