
IHSG Luka Dalam, Jeblok 2% Lebih!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 October 2019 09:30

Perkembangan domestik tidak banyak membantu meredam sentimen negatif eksternal yang datang bertubi-tubi. Pertama adalah data ekonomi AS yang membuat pelaku pasar semakin khawatir terhadap ancaman resesi di Negeri Paman Sam.
Pada September, angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS versi Institute for Supply Management (ISM) adalah 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Angka PMI di bawah 50 menunjukkan industriawan tidak melakukan ekspansi. Selain itu, skor 47,8 adalah yang terendah sejak Juni 2009.
Kemudian ISM melaporkan bahwa PMI jasa AS pada September berada di 52,6. Masih di atas 50, tetapi angka itu adalah yang terendah sejak Agustus 2016.
Sektor jasa mewakili lebih dari dua pertiga ekonomi AS. Jika sektor ini melambat, maka perekonomian AS juga terancam kehilangan lajunya bahkan bukan tidak mungkin sampai terkontraksi alias tumbuh negatif. Ketika ekonomi tumbuh negatif selama dua kuartal beruntun pada tahun yang sama, itu namanya resesi.
Kedua, hawa di Semenanjung Korea memanas. Korea Utara dikabarkan telah meluncurkan misil balistik yang diduga berasal dari kapal selam.
Militer Korea Selatan menyatakan bahwa mereka mendeteksi peluncuran misil yang kemudian terbang sejauh 450 km dengan ketinggian 910 km. Diduga misil tersebut berjenis Pukgokson, senjata yang tengah dikembangkan oleh Pyongyang.
Isu ini bahkan sudah sampai ke ranah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang ikut khawatir. "Sekretaris Jenderal berharap kedua pihak terus menjaga dialog dan mencapai kemajuan," tegas Juru Bicara PBB Stephane Dujarric, seperti dikutip dari Reuters.
Ketiga, ancaman perang dagang AS vs Eropa. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pembuat pesawat lainnya seperti Boeing.
Sidang panel WTO menyatakan AS menderita kerugian sampai US$ 7,5 miliar per tahun. Keputusan WTO ini menjadi pembenaran bagi rencana AS untuk menerapkan bea masuk terhadap importasi produk-produk dari Eropa. Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar, berlaku mulai 18 Oktober.
Perang dagang AS-China belum benar-benar selesai, sekarang ada lagi perang dagang AS-Uni Eropa. Investor melihat prospek perekonomian global tetap suram. Akibatnya, aset-aset berisiko di negara berkembang ditinggalkan.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pada September, angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS versi Institute for Supply Management (ISM) adalah 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Angka PMI di bawah 50 menunjukkan industriawan tidak melakukan ekspansi. Selain itu, skor 47,8 adalah yang terendah sejak Juni 2009.
Sektor jasa mewakili lebih dari dua pertiga ekonomi AS. Jika sektor ini melambat, maka perekonomian AS juga terancam kehilangan lajunya bahkan bukan tidak mungkin sampai terkontraksi alias tumbuh negatif. Ketika ekonomi tumbuh negatif selama dua kuartal beruntun pada tahun yang sama, itu namanya resesi.
Kedua, hawa di Semenanjung Korea memanas. Korea Utara dikabarkan telah meluncurkan misil balistik yang diduga berasal dari kapal selam.
Militer Korea Selatan menyatakan bahwa mereka mendeteksi peluncuran misil yang kemudian terbang sejauh 450 km dengan ketinggian 910 km. Diduga misil tersebut berjenis Pukgokson, senjata yang tengah dikembangkan oleh Pyongyang.
Isu ini bahkan sudah sampai ke ranah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang ikut khawatir. "Sekretaris Jenderal berharap kedua pihak terus menjaga dialog dan mencapai kemajuan," tegas Juru Bicara PBB Stephane Dujarric, seperti dikutip dari Reuters.
Ketiga, ancaman perang dagang AS vs Eropa. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pembuat pesawat lainnya seperti Boeing.
Sidang panel WTO menyatakan AS menderita kerugian sampai US$ 7,5 miliar per tahun. Keputusan WTO ini menjadi pembenaran bagi rencana AS untuk menerapkan bea masuk terhadap importasi produk-produk dari Eropa. Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar, berlaku mulai 18 Oktober.
Perang dagang AS-China belum benar-benar selesai, sekarang ada lagi perang dagang AS-Uni Eropa. Investor melihat prospek perekonomian global tetap suram. Akibatnya, aset-aset berisiko di negara berkembang ditinggalkan.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular