Diterpa Isu Resesi & Perang Dagang, Wall Street Loyo

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 October 2019 20:50
Sebanyak 42% responden memperkirakan AS akan mengalami resesi pada Februari 2020.
Foto: Wall Street (AP Photo/Richard Drew)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street dibuka melemah pada perdagangan Kamis (3/10/19) akibat isu resesi yang kembali mencuat, serta potensi terjadinya perang dagang baru dengan Uni Eropa.

Indeks Dow Jones dibuka melemah 0,2%, sementara S&P 500 dan Nasdaq masing-masing melemah 0,1%.

Hingga hari ini Wall Street sudah berada di zona merah dalam tiga hari berturut-turut, dan menjadi awal kuartal IV-2019 yang mengecewakan. Dimulai pada Selasa (1/10/19), kali pertama isu resesi kembali mencuat setelah Institute fo Supply Management melaporkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.



Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 artinya kontraksi yakni aktivitas sektor manufaktur semakin menyusut, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas.

Kontraksi yang dialami sektor manufaktur AS di bulan September tersebut merupakan yang terdalam sejak satu dekade terakhir, tepatnya sejak Juni 2009 ketika resesi AS 2007-2009 berakhir.



Setelah rilis data tersebut, Rabu kemarin giliran Automatic Data Processing Inc (ADP) melaporkan pelemahan pasar tenaga kerja AS. Sepanjang bulan September ekonomi AS dilaporkan menyerap 135.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian. Data tersebut lebih rendah dari bulan Agustus sebanyak 157.000 tenaga kerja.

Isu resesi di AS diperparah dengan potensi perang dagang AS dengan Uni Eropa. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pembuat pesawat lainnya seperti Boeing.



Jika dilihat dari nilai transaksi AS-Uni Eropa, ternyata lebih besar dari AS-China. Data Kantor Perwakilan Dagang AS menunjukkan impor AS dari Uni Eropa bernilai US$ 683,9 miliar pada 2018. Pada tahun yang sama, impor dari China US$ 557,9. Sementara ekspor AS ke Uni Eropa tercatat US$ 574,5 miliar dan ke China adalah US$ 179,2 miliar.

Kantor Perwakilan Dagang AS Rabu kemarin merilis daftar yang akan dikenakan bea impor mulai dari pesawat terbang sebesar 10 % hingga berbagai jenis makanan dan produk tekstil senilai 25% yang mulai berlaku efektif pada 18 Oktober.

Belum diketahui sejauh apa Uni Eropa akan melawan perang bea impor Paman Sam, mengingat kondisi perekonomian Benua Biru sedang memburuk. Tetapi jika sampai terjadi perang dagang lagi, ini berarti AS akan "dikeroyok" China dan Uni Eropa.
 
Perang dagang dengan China sudah membuat ekonomi AS merosot sedemikian dalam, memaksa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memangkas suku bunga sebanyak dua kali di tahun ini, dan kemungkinan masih akan ada pemangkasan lagi. Jika sampai dikeroyok China dan Uni Eropa, AS benar-benar terancam mengalami resesi.

Berdasarkan survei US National Association for Business Economics (NABE) yang melibatkan 226 institusi, 42% responden memperkirakan AS akan mengalami resesi pada Februari 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/dru) Next Article Jelang Rilis Kinerja Nvidia, Nasdaq & S&P500 Tergelincir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular