Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan di bulan September resmi berakhir pada hari Senin (30/9/2019), dan kita sudah memasuki bulan Oktober. Sepanjang bulan September, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia terkoreksi 2,52% ke level 6.169,1.
Koreksi IHSG yang terbilang dalam pada bulan lalu tentu membuka ruang bagi pelaku pasar untuk mengakumulasi saham-saham yang ada di tanah air. Apalagi, secara historis bulan Oktober terbilang bulan yang oke untuk pasar saham.
Secara rata-rata dalam lima tahun terakhir (2014-2018), dalam 12 bulan yang terdapat dalam satu tahun kalender, ada tujuh bulan di mana IHSG membukukan imbal hasil positif, salah satunya bulan Oktober. Secara rata-rata dalam lima tahun terakhir, IHSG membukukan imbal hasil sebesar 1% secara bulanan pada bulan Oktober.
Dalam lima tahun terakhir, IHSG tercatat melemah dua kali secara bulanan pada bulan Oktober, yakni pada tahun 2014 (-0,93%) dan 2018 (-2,42%), sementara di tiga tahun sisanya IHSG membukukan penguatan.
Namun begitu, rata-rata apresiasi IHSG pada bulan Oktober terbilang tak tinggi-tinggi amat. Menurut perhitungan kami, bulan Desember, Februari, Januari, dan Juli memiliki rata-rata imbal hasil lebih tinggi ketimbang bulan Oktober.
Jadi, walaupun kinerja pasar saham terbilang oke pada bulan Oktober, pelaku pasar harus sangat selektif dalam menentukan saham-saham apa yang akan menghuni portofolionya.
Guna membantu para investor, Tim Riset CNBC Indonesia menghitung rata-rata imbal hasil dari sembilan sektor saham yang membentuk IHSG dalam periode lima tahun terakhir.
Dari sembilan sektor saham yang membentuk IHSG, ada sebanyak enam sektor yang memiliki rata-rata imbal hasil positif pada bulan Oktober. Keenam sektor tersebut adalah industri dasar & kimia, pertambangan, aneka industri, jasa keuangan, properti, real estate, & konstruksi bangunan, dan agrikultur.
Sementara itu, tiga sektor lainnya yakni barang konsumsi, infrastruktur, utilitas, & transportasi, dan perdagangan, jasa, & investasi memiliki rata-rata imbal hasil negatif pada bulan Oktober.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Jangan Asal Caplok
Namun begitu, pelaku pasar tak bisa langsung menjatuhkan pilihan pada saham-saham sektor industri dasar & kimia. Pasalnya, hanya melihat nilai rata-rata tanpa mencermati kinerja indeks sektoral dari tahun ke tahun bisa membawa petaka bagi pelaku pasar.
Walaupun secara rata-rata sektor industri dasar & kimia membukukan imbal hasil tertinggi, indeks sektoral tersebut ambruk hingga 8,11% pada tahun lalu. Lebih lanjut, kini dua saham dengan kapitalisasi pasar terbesar yang membentuk sektor industri dasar & kimia sedang terpuruk secara fundamental.
Untuk diketahui, dua saham dengan kapitalisasi pasar terbesar yang membentuk sektor industri dasar & kimia adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT). BRPT sendiri merupakan induk usaha dari TPIA.
Kontribusi TPIA terhadap sektor industri dasar & kimia adalah sebesar 22%, sementara kontribusi BRPT adalah 13%.
Sepanjang semester-I 2019, pendapatan TPIA terkontraksi 18,1% menjadi US$ 1,05 miliar, dari yang sebelumnya US$ 1,29 miliar pada semester I-2018. Anjloknya pendapatan ikut berkontribusi dalam mendorong laba bersih perusahaan ambruk sebesar 71,4% menjadi US$ 32,9 juta, dari yang sebelumnya US$ 115,2 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, pendapatan BRPT ambruk 16% pada semester I-2019 menjadi US$ 1,3 miliar, dari yang sebelumnya US$ 1,55 miliar pada enam bulan pertama tahun 2018. Anjloknya pendapatan ikut berkontribusi dalam mendorong laba bersih perusahaan ambruk sebesar 73,8% menjadi US$ 10,9 juta, dari yang sebelumnya US$ 41,6 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Untuk sektor pertambangan, walaupun rata-rata imbal hasil yang diberikan oleh sektor ini terbilang tinggi, namun ternyata sektor pertambangan terkontraksi dua kali di bulan Oktober dalam lima tahun terakhir, yakni pada tahun 2014 (-4,87%) dan 2018 (-6,17%).
Beralih ke sektor aneka industri, sama seperti sektor pertambangan, sektor aneka industri tercatat terkontraksi dua kali di bulan Oktober dalam lima tahun terakhir, yakni pada tahun 2014 (-3,75%) dan 2016 (-0,14%).
Di posisi empat dari deretan indeks sektoral dengan rata-rata imbal hasil tertinggi di bulan Oktober, ada sektor jasa keuangan. Jika dibandingkan dengan sektor industri dasar & kimia, pertambangan, dan aneka industri, kinerja sektor jasa keuangan dari tahun ke tahun terbilang lebih meyakinkan, walaupun memang rata-rata imbal hasilnya tak setinggi dengan ketiga sektor tersebut.
Secara beruntun pada bulan Oktober di tahun 2014, 2015, 2016, dan 2017, indeks sektor jasa keuangan menguat masing-masing sebesar 2%, 8,65%, 0,58%, dan 2,07%. Pada Oktober 2018, indeks sektor jasa keuangan memang terkoreksi, namun tipis saja yakni sebesar 0,23%.
Mencermati hal tersebut, kami memandang bahwa saham-saham di sektor jasa keuangan merupakan pilihan yang paling tepat bagi pelaku pasar di bulan Oktober.
Saham-saham sektor jasa keuangan yang memiliki kapitalisasi pasar besar dan bisa dilirik oleh pelaku pasar di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
TIM RISET CNBC INDONESIA