Oktober Bulan Baik Beli Saham, Saham Apa yang Cocok?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 October 2019 06:54
Oktober Bulan Baik Beli Saham, Saham Apa yang Cocok?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan di bulan September resmi berakhir pada hari Senin (30/9/2019), dan kita sudah memasuki bulan Oktober. Sepanjang bulan September, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia terkoreksi 2,52% ke level 6.169,1.

Koreksi IHSG yang terbilang dalam pada bulan lalu tentu membuka ruang bagi pelaku pasar untuk mengakumulasi saham-saham yang ada di tanah air. Apalagi, secara historis bulan Oktober terbilang bulan yang oke untuk pasar saham.

Secara rata-rata dalam lima tahun terakhir (2014-2018), dalam 12 bulan yang terdapat dalam satu tahun kalender, ada tujuh bulan di mana IHSG membukukan imbal hasil positif, salah satunya bulan Oktober. Secara rata-rata dalam lima tahun terakhir, IHSG membukukan imbal hasil sebesar 1% secara bulanan pada bulan Oktober.


Dalam lima tahun terakhir, IHSG tercatat melemah dua kali secara bulanan pada bulan Oktober, yakni pada tahun 2014 (-0,93%) dan 2018 (-2,42%), sementara di tiga tahun sisanya IHSG membukukan penguatan.

Namun begitu, rata-rata apresiasi IHSG pada bulan Oktober terbilang tak tinggi-tinggi amat. Menurut perhitungan kami, bulan Desember, Februari, Januari, dan Juli memiliki rata-rata imbal hasil lebih tinggi ketimbang bulan Oktober.

Jadi, walaupun kinerja pasar saham terbilang oke pada bulan Oktober, pelaku pasar harus sangat selektif dalam menentukan saham-saham apa yang akan menghuni portofolionya.

Guna membantu para investor, Tim Riset CNBC Indonesia menghitung rata-rata imbal hasil dari sembilan sektor saham yang membentuk IHSG dalam periode lima tahun terakhir.

Dari sembilan sektor saham yang membentuk IHSG, ada sebanyak enam sektor yang memiliki rata-rata imbal hasil positif pada bulan Oktober. Keenam sektor tersebut adalah industri dasar & kimia, pertambangan, aneka industri, jasa keuangan, properti, real estate, & konstruksi bangunan, dan agrikultur.

Sementara itu, tiga sektor lainnya yakni barang konsumsi, infrastruktur, utilitas, & transportasi, dan perdagangan, jasa, & investasi memiliki rata-rata imbal hasil negatif pada bulan Oktober.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Jangan Asal Caplok

Namun begitu, pelaku pasar tak bisa langsung menjatuhkan pilihan pada saham-saham sektor industri dasar & kimia. Pasalnya, hanya melihat nilai rata-rata tanpa mencermati kinerja indeks sektoral dari tahun ke tahun bisa membawa petaka bagi pelaku pasar.

Walaupun secara rata-rata sektor industri dasar & kimia membukukan imbal hasil tertinggi, indeks sektoral tersebut ambruk hingga 8,11% pada tahun lalu. Lebih lanjut, kini dua saham dengan kapitalisasi pasar terbesar yang membentuk sektor industri dasar & kimia sedang terpuruk secara fundamental.

Untuk diketahui, dua saham dengan kapitalisasi pasar terbesar yang membentuk sektor industri dasar & kimia adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT). BRPT sendiri merupakan induk usaha dari TPIA.

Kontribusi TPIA terhadap sektor industri dasar & kimia adalah sebesar 22%, sementara kontribusi BRPT adalah 13%.

Sepanjang semester-I 2019, pendapatan TPIA terkontraksi 18,1% menjadi US$ 1,05 miliar, dari yang sebelumnya US$ 1,29 miliar pada semester I-2018. Anjloknya pendapatan ikut berkontribusi dalam mendorong laba bersih perusahaan ambruk sebesar 71,4% menjadi US$ 32,9 juta, dari yang sebelumnya US$ 115,2 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Sementara itu, pendapatan BRPT ambruk 16% pada semester I-2019 menjadi US$ 1,3 miliar, dari yang sebelumnya US$ 1,55 miliar pada enam bulan pertama tahun 2018. Anjloknya pendapatan ikut berkontribusi dalam mendorong laba bersih perusahaan ambruk sebesar 73,8% menjadi US$ 10,9 juta, dari yang sebelumnya US$ 41,6 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Untuk sektor pertambangan, walaupun rata-rata imbal hasil yang diberikan oleh sektor ini terbilang tinggi, namun ternyata sektor pertambangan terkontraksi dua kali di bulan Oktober dalam lima tahun terakhir, yakni pada tahun 2014 (-4,87%) dan 2018 (-6,17%).

Beralih ke sektor aneka industri, sama seperti sektor pertambangan, sektor aneka industri tercatat terkontraksi dua kali di bulan Oktober dalam lima tahun terakhir, yakni pada tahun 2014 (-3,75%) dan 2016 (-0,14%).

Di posisi empat dari deretan indeks sektoral dengan rata-rata imbal hasil tertinggi di bulan Oktober, ada sektor jasa keuangan. Jika dibandingkan dengan sektor industri dasar & kimia, pertambangan, dan aneka industri, kinerja sektor jasa keuangan dari tahun ke tahun terbilang lebih meyakinkan, walaupun memang rata-rata imbal hasilnya tak setinggi dengan ketiga sektor tersebut.

Secara beruntun pada bulan Oktober di tahun 2014, 2015, 2016, dan 2017, indeks sektor jasa keuangan menguat masing-masing sebesar 2%, 8,65%, 0,58%, dan 2,07%. Pada Oktober 2018, indeks sektor jasa keuangan memang terkoreksi, namun tipis saja yakni sebesar 0,23%.


Mencermati hal tersebut, kami memandang bahwa saham-saham di sektor jasa keuangan merupakan pilihan yang paling tepat bagi pelaku pasar di bulan Oktober.

Saham-saham sektor jasa keuangan yang memiliki kapitalisasi pasar besar dan bisa dilirik oleh pelaku pasar di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular