
Rupiah Melemah di Kurs Tengah BI, Wajib Waspada di Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 October 2019 10:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun di perdagangan pasar spot, rupiah masih bisa menguat tipis.
Pada Selasa (1/1/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.196. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di perdagangan pasar spot, rupiah masih bertahan di zona hijau. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.185 di mana rupiah menguat tipis 0,04%.
Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,11%. Selepas itu apresiasi rupiah semakin tipis meski belum sampai masuk jalur merah.
Rupiah patut waspada karena saat ini mayoritas mata uang utama Asia melemah di hadapan dolar AS. Apalagi penguatan rupiah begitu tipis, sehingga bisa habis kapan saja.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:05 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma di Asia, dolar AS sedang bertaji di level dunia. Pada pukul 10:06 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,13%.
Dolar AS mendapat kekuatan dari arus modal yang berdatangan setelah serangkaian kabar buruk di Eropa. Sejumlah lembaga di Jerman menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Panser untuk 2019 dari 0,8% menjadi 0,5%.
Sementara untuk 2020, pertumbuhan ekonomi Jerman diperkirakan sebesar 1,1%. Juga direvisi ke bawah dari proyeksi sebelumnya yaitu 1,8%.
Data Federal Labor Office menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di Jerman pada September turun 10.000 dari bulan sebelumnya menjadi 2,28 juta jiwa. Lebih buruk dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan kenaikan 5.000.
Kabar kurang sedap juga datang dari Inggris. Menteri Keuangan Sajid Javid mengatakan bahwa Inggris akan mempersiapkan diri untuk menghadapi No-Deal Brexit. Sebab, Perdana Menteri Boris Johnson menegaskan Inggris tetap akan keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober apa pun yang terjadi, dengan atau tanpa kesepakatan.
"Saya sudah menginstruksikan kepada kementerian untuk mempersiapkan respons yang komprehensif untuk mendukung perekonomian. Kami bekerja bersama Bank of England (Bank Sentral Inggris). Deal or no deal, kami akan siap," kata Javid, seperti diberitakan Reuters.
Inggris dan Jerman adalah dua perekonomian terbesar di Benua Biru. Jika perlambatan ekonomi terus terjadi, maka risiko resesi akan semakin besar.
Akibatnya, investor pun meninggalkan pasar keuangan Eropa dan kembali memilih dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam menjadi perkasa, dan menebar ancaman kepada Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Selasa (1/1/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.196. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di perdagangan pasar spot, rupiah masih bertahan di zona hijau. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.185 di mana rupiah menguat tipis 0,04%.
Rupiah patut waspada karena saat ini mayoritas mata uang utama Asia melemah di hadapan dolar AS. Apalagi penguatan rupiah begitu tipis, sehingga bisa habis kapan saja.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:05 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma di Asia, dolar AS sedang bertaji di level dunia. Pada pukul 10:06 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,13%.
Dolar AS mendapat kekuatan dari arus modal yang berdatangan setelah serangkaian kabar buruk di Eropa. Sejumlah lembaga di Jerman menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Panser untuk 2019 dari 0,8% menjadi 0,5%.
Sementara untuk 2020, pertumbuhan ekonomi Jerman diperkirakan sebesar 1,1%. Juga direvisi ke bawah dari proyeksi sebelumnya yaitu 1,8%.
Data Federal Labor Office menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di Jerman pada September turun 10.000 dari bulan sebelumnya menjadi 2,28 juta jiwa. Lebih buruk dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan kenaikan 5.000.
Kabar kurang sedap juga datang dari Inggris. Menteri Keuangan Sajid Javid mengatakan bahwa Inggris akan mempersiapkan diri untuk menghadapi No-Deal Brexit. Sebab, Perdana Menteri Boris Johnson menegaskan Inggris tetap akan keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober apa pun yang terjadi, dengan atau tanpa kesepakatan.
"Saya sudah menginstruksikan kepada kementerian untuk mempersiapkan respons yang komprehensif untuk mendukung perekonomian. Kami bekerja bersama Bank of England (Bank Sentral Inggris). Deal or no deal, kami akan siap," kata Javid, seperti diberitakan Reuters.
Inggris dan Jerman adalah dua perekonomian terbesar di Benua Biru. Jika perlambatan ekonomi terus terjadi, maka risiko resesi akan semakin besar.
Akibatnya, investor pun meninggalkan pasar keuangan Eropa dan kembali memilih dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam menjadi perkasa, dan menebar ancaman kepada Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular