Sriwijaya Air: Utang Bengkak, Digugat Garuda & Terancam Tutup

Sebelumnya Direktur Quality, Safety, dan Security Sriwijaya Air Toto Soebandoro memberikan surat rekomendasi kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I. Jauwena. Surat rekomendasi itu bernomor 096/DV/INT/SJY/IX/2019 tertanggal 29 September yang juga diperoleh CNBC Indonesia.
Dalam uraiannya, Toto menegaskan pemerintah dalam hal ini, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan atau DGCA (Directorate General Civil Aviation), sudah mempunyai cukup bukti dan alasan untuk menindak Sriwijaya Air setop operasi karena berbagai alasan.
Pertama
Sriwijaya Air hanya mengerjakan line maintenance sendiri, dengan metode Engineer On Board (EOB) dengan jumlah engineer 50 orang, dengan komposisi 20 orang certifying staff, 25 orang RII (required inspection item) dan certifying staff, 5 orang management and control, dan personel tersebut dibagi dalam 4 grup.
Kedua
Sriwijaya Air akan melakukan kerja sama brake and wheel dengan PT Muladatu dan PT JAS Engineering sebagai pemegang AMO 145, dalam 3 hari ke depan (sejak tanggal 24 September 2019).
Ketiga
Sriwijaya Air menguasai tool and equipment untuk kegiatan line maintenance.
Keempat
Sriwijaya Air juga memiliki minimum stock consumable part dan rotable part di beberapa bandara yakni CGK (Cengkareng), SUB (Surabaya), KNO (Medan) dan DPS (Denpasar), sebagai penunjang operasi penerbangan.
Kelima
Sriwijaya Air juga hanya mempunyai kemampuan mengoperasikan 12 dari 30 pesawat udara yang dikuasai sampai dengan 5 hari ke depan (sejak tanggal 24 September 2019).
Keeenam
Ketersediaan tools, equipment, minimum spare dan jumlah qualified engineer yang ada di Sriwijaya Air ternyata tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara (DGCA) dan Menteri Perhubungan. Hal ini terungkap dari pertemuan yang dilakukan dengan Direktur Teknik pada 28 September silam.
Ketujuh
Ada bukti bahwa Sriwijaya Air belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO (maintenance repair overhaul) lain terkait dukungan line maintenance. Hal ini berarti Risk Index masih berada dalam zona merah 4A (tidak dapat diterima dalam situasi yang ada). Menurut Toto, situasi ini dapat dianggap bahwa Sriwijaya Air kurang serius terhadap kesempatan yang telah diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.
Kedelapan
Ada keterbatasan Direktorat Teknik Sriwijaya Air untuk meneruskan dan mempertahankan kelaikudaraan dengan baik.
Kesembilan
Hingga saat ini belum adanya laporan keuangan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Kesepuluh
Adanya dukungan kuat dari catatan temuan ramp check yang dilakukan oleh inspector DGCA.
Direksi mundur
Buntut dari kisruh ini, tak tanggung-tanggung, sebanyak dua direksi Sriwijaya Air Group mundur dari jabatannya. Kedua direksi yang mundur tersebut, adalah Direktur Operasi Capt. Fadjar Semiarto dan Direktur Teknik Romdani Ardali Adang.
Fadjar mengatakan sudah menyampaikan surat kepada direktur utama Srijaya Air terkait dengan kondisi penerbangan. Namun surat tersebut belum direspons.
"Maka kami berdua memutuskan untuk mengundurkan diri untuk menghindari conflict of interest," kata Fadjar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin ini (30/9/2019).
Romdani menambahkan, sejak putus dengan Garuda Maintenance Facilities dirinya cukup khawatir. "Tidak lebih baik saya mengundurkan diri. Demikian," katanya.
