
Internasional
Drama Perang Dagang: AS Boncos Jika Boikot Investasi ke China
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
30 September 2019 12:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China tak kunjung berakhir meski sudah berlangsung lebih dari setahun.
Perseteruan yang dilahirkan oleh Presiden Donald Trump ini tidak juga membuat AS puas meski dampaknya sudah menjangkau berbagai hal, termasuk diterapkannya tarif senilai ratusan miliar dolar hingga tercancam memperlambat ekonomi global.
Gedung Putih bahkan dikabarkan baru-baru ini berencana untuk membatasi investasinya di perusahaan-perusahaan China. Upaya itu termasuk membuang saham China yang ditanam di Amerika Serikat dan membatasi investasi dana pensiun pemerintah di pasar China.
James Early, CEO perusahaan riset investasi Stansberry China, mengatakan salah satu alasan Gedung Putih untuk mempertimbangkan pembatasan investasi kemungkinan adalah untuk melindungi investor AS dari risiko berlebihan yang timbul karena kurangnya pengawasan peraturan perusahaan China.
"Ada inti legitimasi dalam hal ini," kata James sebagaimana dikutip dari CNBC International, Senin (30/9/209).
Menurut profesor keuangan di Universitas Tsinghua di Beijing, Ning Zhu, langkah AS itu hanya akan memiliki efek terbatas pada China dan justru lebih merugikan AS.
"Pembatasan seperti delisting saham China di New York dapat mengirim pesan bahwa AS tidak seterbuka sebelumnya. Ini akan memiliki dampak yang cukup luas," katanya.
Zhu juga mengatakan pembatasan investasi seperti akan sulit untuk diterapkan dan akan berdampak negatif pada pasar modal AS. "Keuangan tidak seperti pesanan militer atau ekspor, atau perdagangan. Keuangan jauh lebih sulit dilacak." Katanya.
Michael Pettis, profesor keuangan di Sekolah Manajemen Guanghua di Universitas Peking, juga memiliki pendapat yang sama dengan Zhu. Dalam sebuah email, ia mengatakan bahwa jika investasi AS dibatasi, maka investor Amerika akan kehilangan kesempatan untuk mencatatkan pertumbuhan jangka panjang.
"Walaupun mungkin ada alasan politik lain untuk membatasi aliran modal AS ke China, Washington harus memahami bahwa implikasi untuk ketidakseimbangan perdagangan adalah kebalikan dari apa yang mereka inginkan," kata Pettis.
"Jika modal Amerika yang akan dikucurkan ke China tetap di dalam negeri, itu berarti bahwa impor modal bersih Amerika akan naik, dan dengan itu akan terjadi defisit neraca transaksi berjalan Amerika. Bukannya di China," jelas Pettis.
Pengumuman AS tersebut bahkan memiliki efek langsung. Bursa saham AS ditutup terkoreksi pada hari Jumat setelah Bloomberg pertama kali melaporkan berita tersebut.
Namun, analis juga percaya bahwa rencana pembatasan AS itu hanya merupakan upaya Gedung Putih untuk mendapatkan pengaruh dalam pembicaraan perdagangan AS-China yang akan dilangsungkan bulan depan.
Lebih lanjut, Asisten Menteri Keuangan AS untuk urusan publik, Monica Crowley, mengatakan dalam sebuah pernyataan selama akhir pekan bahwa tidak benar AS merencanakan hal seperti itu.
"Pemerintah tidak bermaksud memblokir perusahaan-perusahaan China dari pencatatan saham di bursa saham AS saat ini. Kami menyambut investasi di Amerika Serikat."
Pembicaraan damai dagang antara AS dan China saat ini masih berlanjut. Rencananya kesepakatan baru akan dihasilkan 10-11 Oktober 2019 ini, saat pertemuan tingkat menteri digelar di Washington.
(sef/sef) Next Article Perang Dagang AS-China, Trump Naikkan Tarif Hingga 100%?
Perseteruan yang dilahirkan oleh Presiden Donald Trump ini tidak juga membuat AS puas meski dampaknya sudah menjangkau berbagai hal, termasuk diterapkannya tarif senilai ratusan miliar dolar hingga tercancam memperlambat ekonomi global.
Gedung Putih bahkan dikabarkan baru-baru ini berencana untuk membatasi investasinya di perusahaan-perusahaan China. Upaya itu termasuk membuang saham China yang ditanam di Amerika Serikat dan membatasi investasi dana pensiun pemerintah di pasar China.
James Early, CEO perusahaan riset investasi Stansberry China, mengatakan salah satu alasan Gedung Putih untuk mempertimbangkan pembatasan investasi kemungkinan adalah untuk melindungi investor AS dari risiko berlebihan yang timbul karena kurangnya pengawasan peraturan perusahaan China.
"Ada inti legitimasi dalam hal ini," kata James sebagaimana dikutip dari CNBC International, Senin (30/9/209).
Menurut profesor keuangan di Universitas Tsinghua di Beijing, Ning Zhu, langkah AS itu hanya akan memiliki efek terbatas pada China dan justru lebih merugikan AS.
"Pembatasan seperti delisting saham China di New York dapat mengirim pesan bahwa AS tidak seterbuka sebelumnya. Ini akan memiliki dampak yang cukup luas," katanya.
Zhu juga mengatakan pembatasan investasi seperti akan sulit untuk diterapkan dan akan berdampak negatif pada pasar modal AS. "Keuangan tidak seperti pesanan militer atau ekspor, atau perdagangan. Keuangan jauh lebih sulit dilacak." Katanya.
Michael Pettis, profesor keuangan di Sekolah Manajemen Guanghua di Universitas Peking, juga memiliki pendapat yang sama dengan Zhu. Dalam sebuah email, ia mengatakan bahwa jika investasi AS dibatasi, maka investor Amerika akan kehilangan kesempatan untuk mencatatkan pertumbuhan jangka panjang.
"Walaupun mungkin ada alasan politik lain untuk membatasi aliran modal AS ke China, Washington harus memahami bahwa implikasi untuk ketidakseimbangan perdagangan adalah kebalikan dari apa yang mereka inginkan," kata Pettis.
"Jika modal Amerika yang akan dikucurkan ke China tetap di dalam negeri, itu berarti bahwa impor modal bersih Amerika akan naik, dan dengan itu akan terjadi defisit neraca transaksi berjalan Amerika. Bukannya di China," jelas Pettis.
Pengumuman AS tersebut bahkan memiliki efek langsung. Bursa saham AS ditutup terkoreksi pada hari Jumat setelah Bloomberg pertama kali melaporkan berita tersebut.
Namun, analis juga percaya bahwa rencana pembatasan AS itu hanya merupakan upaya Gedung Putih untuk mendapatkan pengaruh dalam pembicaraan perdagangan AS-China yang akan dilangsungkan bulan depan.
Lebih lanjut, Asisten Menteri Keuangan AS untuk urusan publik, Monica Crowley, mengatakan dalam sebuah pernyataan selama akhir pekan bahwa tidak benar AS merencanakan hal seperti itu.
"Pemerintah tidak bermaksud memblokir perusahaan-perusahaan China dari pencatatan saham di bursa saham AS saat ini. Kami menyambut investasi di Amerika Serikat."
Pembicaraan damai dagang antara AS dan China saat ini masih berlanjut. Rencananya kesepakatan baru akan dihasilkan 10-11 Oktober 2019 ini, saat pertemuan tingkat menteri digelar di Washington.
(sef/sef) Next Article Perang Dagang AS-China, Trump Naikkan Tarif Hingga 100%?
Most Popular